Selasa, 20 Juni 2023

DITENGAH PRO KONTRA SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA DAN TERTUTUP, MK MEMUTUS TETAP PADA PEMILU TERBUKA

NusaNTaRa.Com

byIrkaBPiranhA,     K  a  m  i  s,   1   5     J   u   n   i     2   0   2   3  

Foto Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam sidang uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022.

Mahkamah Konstitusi, menetapkan Pemilu legislatif yang diterapkan di Indonesia, sejauh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak diubah, tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti yang telah diberlakukan sejak 2004,   "  Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya  ”,   Ujar Ketua MK Anwar Usman didampingi tujuh hakim konstitusi lain (minus Wahiduddin Adams), dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (15/6/2023).    Bermakna Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengabulkan gugatan untuk mengganti sistem pemilu legislatif sebagaimana  perkara nomor 114/PUU-XX/2022.

Mahkamah menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.   Uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022. Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menggugat sejumlah pasal di UU Pemilu yang bertumpu pada Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu legislatif proporsional daftar calon terbuka.

Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa konstitusi Indonesia tidak pernah mengatur jenis sistem pemilu yang digunakan untuk menentukan anggota legislative,  dalam riwayatnya, jenis sistem pemilu yang diterapkan merupakan hasil rumusan pembentuk undang-undang.    Hakim konstitusi Suhartoyo menjelaskan, dalam memutus perkara gugatan terkait sistem pemilu legislatif yang menuai kontroversi saat ini, MK sampai harus melacak akar sejarah dan original intent terkait sistem pemilu di Indonesia.

"  Khusus berkenaan dengan pemilihan umum anggota legislatif, in casu pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 tidak menentukan jenis sistem pemilihan umum yang digunakan untuk anggota legislative  ",   Ujar  SiDin Suhartoyo saat membacakan pertimbangan hakim MK dalam sidang putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022, Kamis (15/6/2023).   Bahkan,   UUD 1945 hasil perubahan pada Era Reformasi juga,   "  UUD 1945 hasil perubahan pun tidak menentukan sistem pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD. Dalam hal ini, misalnya, Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 menyatakan anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum  ",  Tandas  SiDin Suhartoyo.

Lewat gugatan tersebut, enam pemohon, yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono, meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.    Adapun Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi,     Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka  ”.

Para pemohon berpendapat, sistem pemilu proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. Sebab, Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 UUD 1945 menerangkan bahwa anggota DPR dan DPRD dipilih dalam pemilu, di mana pesertanya adalah partai politik.   Sementara itu, dengan sistem pemilu terbuka, pemohon berpandangan, peran parpol menjadi terdistorsi dan dikesampingkan. Sebab, calon anggota legislatif terpilih adalah yang mendapat suara terbanyak, bukan yang ditentukan oleh partai politik.

Sistem tersebut dinilai menimbulkan persaingan yang tidak sehat yang menitikberatkan pada aspek popularitas dan kekuatan modal calon anggota legislative,   sehingga para pemohon yang mencalonkan sebagai anggota Legeslatip pada ada yang akan dirugikan dengan system Pemilu proporsional terbuka.  

   Sehingga, kader partai yang memiliki pengalaman berpartai dan berkualitas kalah bersaing dengan calon yang hanya bermodal uang dan popularitas semata  ”,   Demikian argumen para pemohon dikutip dari dokumen permohonan uji materi  dan    Apabila sistem proporsional tertutup diterapkan, maka kader-kader yang sudah berpengalaman di kepartaian memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota DPR dan DPRD meskipun tidak memiliki kekuatan modal dan popularitas  ”,  Lanjut  Ujar  pemohon.

Sorotan terhadap perkara ini mulai mencuat ketika Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari pada 29 Desember 2020 dulu mengomentari adanya gugatan ini, yang belakangan ditafsirkan para elite politik sebagai bentuk dukungan KPU RI atas pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon tertutup. Hasyim disanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akibat komentar ini.   Setelahnya, ramai-ramai partai politik dan kadernya mengajukan diri sebagai pihak terkait. Sedikitnya 17 pihak, mulai dari LSM, politikus, partai politik, dan perorangan, terdaftar sebagai pihak terkait dalam perkara ini.

Polemik kembali timbul lagi setelah eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, mengeklaim mendapatkan informasi tepercaya bukan dari internal Mahkamah bahwa MK bakal memutuskan kembalinya sistem proporsional tertutup zaman Orde Baru.   Sementara itu, dari sisi tahapan pemilu, sejauh ini KPU RI telah melangsungkan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) sejak 1 Mei 2023 menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka.

 MK menggelar sidang lanjutan uji UU No 7 Thn 2017 ttg Pemilihan Umum, 
                                            Rabu  (12/04/2023) di Ruang Sidang MK.

 

Pemilu ajang keterlibatan  rakyat  dalam bernegara.

MK,  tetapkan Pemilu Legeslatif kesistem Proporsional terbuka.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BRIGJEN TNI MIRZA PATRIA JAYA SE, KUNJUNGAN KERJA MONITORING DI SOBATIK KALIMANTAN UTARA

NusaNTaRa.Com byFarhaMTukirmaN,           S   e   l   a   s   a,    2   3      A    p    r    i    l     2   0   2   4 Rombongan  Brigjen TN...