Minggu, 31 Januari 2021

NASI BEKEPOR KULINER WARISAN RAJA SUKU KUTAI

NusaNTaRa.Com                                                     byRaisALembuduT,              Rabu    30     D e s e m b e r      2020.  

Kuliner khas setempat biasanya akan menjadi kelengkapan saat kita Traveling ke wilayah itu,  demikian saat kita ke Kutai  Kalimatan Timur sembari menikmati keindahan dan kebesaran Hutan, Alam, Sungai dan Budayanya singgah sebentar di warung-warung menikmati kuliner khas Suku Kutai, Nasi BEKEPOR.  Konon kisahnya dahulu kala Nasi Bekepor sajian khas untuk masyarakat kasta tinggi,  tapi sekarang kuliner ini bisa dinikmati oleh siapa saja.

Nasi Bekepor dimasak menggunakan kenceng bulat serupa Panci yang diletakkan diatas bara api sesekali kenceng di putar-putar diatas bara api, setelah disajikan kuliner yang  sekilas terlihat mirip dengan  Nasi Liwet khas Kota Solo Jawa Tengah siap disantap.

Nasi Bekepor sangat asik jika dinikmati dengan Salai Jukut (ikan Asap), Gence Ruan (Ikan Gabus Bakar), Gangan Lagu (Sayur Lanu),  Pirik Belacan (Sambal terasi), Sode (Gami) serta lauk pauk lainnya.   "  Kalau sudah matang nasi ini akan harum karena dimasaknya menggunakan kayu bakar dan campuran lauk-pauknya lalu dihidangkan dengan lauk pauk lainnya pokokke serba cocok  ", Ujar SiGaluh  Siti Rupiah.      

Cara  memasak nasi Bekepor adalah  "  Beras dan lauk pauk dicuci bersih setelah itu dicampur ditanak sampai airnya mengering kemudian terus  dmasak sampsi matang hanya menghunakan bara api sahaja,  Kenceng sesekali dipitar dan ditepuk bagian luar Kencengnya, jika sudah muncul kerak nasi kekuningan maka tandanya sudah matang.   Nasi Bekepor dimasaknya harus menggunakan Kenceng dan kalau pakai Panci bukan Nasi Bekepor  ",  Ujar SiGaluh Sitti Rupiah warga Kecamatan Bengalon Kutim.

H. Syafrudfin Pernyata mantan Kopala Dinas Pariwisata Kalimantan Timur mengatakan,  "  Kenceng itu pancinya tinggi, bundar, bukan panci pada umumnya.  Kemudian pemanasnya dengan Bara api atau kayu bakar  ", jika terlihat nasi itu kekuningan dipinggirnya atau aroma harumnya naik harus diangakat untuk disantap. 

Ibu Siti Rupiah membagikan resep leluhurnya, sediakan beras, daun pandan, daun salam, air perasan jerut, minyak sayur dan Suwir ikan Asin di campur lalu dimasak.  Rasa rempah-rempah yang berpadu dengan suwiran ikan asin ditambah dengan menu pelengkap lain akan sangat nikmat, terlebih bila disantap selagi hangat  dan langsinh disaji dari dalam KenCenG.

Sahabat NusaNTaRa.Com yang ngeden banget ingin mencicipi  Nasi Bekepor khas Kutai bisa menikmayinya dengan singgah " Warung Selera Acil Inun ",  topatnya berada di jalan  Kadrie Oning Samarinda.   Cukup dengan uang Rp 30.000,- saja sudah dapat menikmati satu porsi Nasi Bekepor serta menikmati keunikan warung ini yang dihiasi Ornamen khas Kalimantan Timut yang terpajang di dinding warung.

Sungai Mahakam airnya wangi, 

Nasi Bekepor sajian khas raja-raja Kutai.

Jumat, 29 Januari 2021

FARWIZA FARHAN AKTIPIS LINGKUNGAN, LINDUNGI MEGAFAUNA LEUSER ACEH.

 NusaNTaRa.Com                                                                                        byBahrIHasupiaN,     Jum'at   08     J a n u a r i     2021

Farwiza Farhan (kiri) menarik perhatian publik ketika dia difoto dengan Leonardo DiCaprio di Leuser. (Foto: HAkA/Paul Hilton)

  Kesenjangan dalam kemiskinan semakin lebar, biaya perawatan kesehatan menjadi lebih besar dan ini tidak akan berhasil untuk masa depan kita yang kita bayangkan bersama  ”.   Farwiza menyadari bahwa ia tidak memiliki semua jawaban atas masalah-masalah tersebut dan karenanya mengundang semua orang untuk berdiskusi,   “ Lebih dari segalanya, yang benar-benar saya inginkan untuk ekosistem Leuser adalah agar kita mulai menemukan cara untuk menganggap konservasi sebagai kebutuhan dan bukan sebuah kemewahan  “.

  Ketika masyarakat di beberapa bagian Indonesia melihat bahwa melindungi terumbu karang berarti membangun ekonomi dan mata pencarian, mereka mulai melakukannya bahkan tanpa diminta oleh organisasi konservasi.  Saya berharap Ekosistem Leuser berubah dalam cakupan yang lebih luas  ".

Ekosistem Leuser tempat terakhir di bumi badak, harimau, 

gajah & orang utan masih berkeliaran di alam bebas bersama. 

Foto Leonardo DiCaprio actor peraih Oscar  berdiri di depan dua ekor gajah bersama seorang pria dan seorang wanita di Kawasan Ekosistem Leuser, Indonesia pada tahun 2016 masih lekat dalam ingatan sebagian orang.   Leonardo mengunggah foto tersebut di akun Instagram-nya dan mengatakan bahwa Leuser adalah " tempat keanekaragaman hayati kelas dunia   ....   tetapi pembukaan lahan uuntuk kolapa sait menghancurkan tempat unik ini  ".

Sontak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menanggapinya dengan mengatakan bahwa kementeriannya sedang “ bekerja keras ” untuk melindungi lingkungan menjawab tulisan actor tersebut.   Gunung Leuser  membentangi dua provinsi paling barat di Indonesia, Aceh dan Sumatera Utara tempat Leonado syuting untuk sebuah film documenter tentang perubahan iklim.

  Sejujurnya, saya waktu itu sedikit terpesona  ”,   Ujar SiGaluh Farwiza Farhan yang juga tampil dalam film dokumenter itu dan dalam foto tersebut ada disampingnya.   Farwiza cukup dikenal sebagai pegiat lingkungan, khususnya untuk Leuser yang mencakup area seluas sekitar 2,7 juta ha, lebih dari 35 kali luas Singapura,  beliau juga ketua dan pendiri  lembaga swadaya masyarakat (LSM) Hutan, Alam & Lingkungan Aceh (HAkA) yang berbasis di Aceh, Farwiza menghabiskan hari-harinya dengan mengadvokasi kebijakan dan program perencanaan yang bertujuan untuk melindungi suaka megafauna.

 

Ekosistem Leuser adalah tempat terakhir di bumi di mana empat megafauna - badak, harimau, gajah, dan orangutan - masih hidup bersama di alam liar,     Dan fakta bahwa itu adalah tempat terakhir di bumi sebenarnya adalah fakta yang menyedihkan  ”,   Ujar SiGaluh wanita Aceh berusia 34 tahun itu kepada NusaNTaRa.Com.   Lebih dari 185.000ha dari kawasan Leuser adalah lahan gambut yang kaya karbon, dan hutan hujan tropis adalah rumah bagi sekitar 105 spesies mamalia,380 spesies burung, dan 95 spesies reptil dan amfibi.

Ekosistem Leuser adalah aset bagi pembangunan ekonomi Aceh, dengan nilai yang belum dimanfaatkan sebesar AS$350 juta (Rp4,95 triliun) per tahun dalam hal potensi wisata dan jasa ekosistem, menurut HAkA dan system penyangga kehidupan sekitar 4 juta orang Aceh dan menyediakan air dan udara bersih.  Bagi Farwiza dan timnya yang terdiri 30 orang menjadii tugas untuk menjaganya dari  ancaman besar seperti penggundulan hutan akibat ekspansi kelapa sawit, proyek infrastruktur dan penebangan liar.

Keadaan tersebut menurut Farwiza,     Tapi lebih dari segalanya, mungkin yang paling merusak ekosistem Leuser adalah kebijakan dan perencanaan yang buruk  ”.      Saya tidak menentang pembangunan apa pun yang akan meningkatkan kesejahteraan manusia dan mata pencarian masyarakat. Tapi jika itu dilakukan dengan cara yang bisa merusak sumber mata pencarian itu sendiri, apa gunanya ?  .

Farwiza mengingatkan kejadian tahun 2016, terhadap rencana  pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi di jantung ekosistem Leuser,   Ini kasus yang menarik karena energi panas bumi adalah energi terbarukan yang sangat kami dukung,  kami akan mendukung pengembangan energi panas bumi yang akan menghemat energi.     Namun, lokasi pembangunan infrastruktur berada di jantung ekosistem Leuser dan merupakan habitat badak sensitif yang terancam punah dan tidak banyak yang tersisa di dunia  ”,   Ujar SiGaluh Laji.

Akhirnya HAkA berkampanye menentang proyek tersebut  bersama masyarakat dan terus memantaunya untuk memastikan tidak ada kasus penyuapan atau korupsi yang terlibat,  pada tahun 2017 mereka berhasil memenangkan kasus tersebut dipengadilan.    HAkA kini tengah berjuang di pengadilan untuk banyak kasus lainnya, salah satunya adalah pembangunan bendungan besar di ekosistem Leuser,    Bendungan bisa sangat merusak ekosistem sungai. Hanya 1 persen air di planet ini yang merupakan air tawar. Dan ekosistem air tawar adalah salah satu ekosistem yang paling terancam punah  ”,   Ujar SiGaluh Laji.

Farwiza lahir dan besar di Aceh  Farwiza waktu kecil banyak menghabiskan waktu di luar rumah karena kedua orang tuanya sibuk bekerja sebagai dosen sehingga ia sering bermain tanah, serangga dan menonton televise program tentang alam.   Sehingga ketika dewasa Farwiza  ingin mendalami ilmu biologi dengan pergi kuliah ke Penang, Malaysia sekembalinya dia melamar kerja di bidang konservasi tetapi tidak berhasil diterima. 

  Itu mengajari saya bahwa Anda hanya bisa mencapai tujuan yang Anda inginkan untuk diri Anda sendiri ketika Anda cukup keras kepala untuk terus maju, bahkan ketika semua orang mengatakan kepada Anda bahwa Anda tidak bias  ”,   Ujar SiGaluh Farwiza.  Menyadari bahwa pekerjaan yang diinginkannya membutuhkan 10 tahun pengalaman atau gelar pasca sarjana, Farhan kemudian memutuskan untuk mengambil S2 di Brisbane, Australia.

Kelompok wanita HAkA penjaga Leuser

Setelah menyelesaikan studinya dan kembali ke Aceh, dia berhasil mendapatkan pekerjaan di sebuah lembaga pemerintah yang fokus pada ekosistem Leuser.   Namun, perubahan pada peta politik Aceh menyebabkan lembaga tersebut dibubarkan, dan saat itulah Farwiza dan rekan kerjanya memutuskan untuk mendirikan HAkA pada tahun 2012  yang  fokus pada kebijakan, tetapi juga memiliki program yang memberdayakan masyarakat lokal, termasuk perempuan sehingga terbentuk  program perempuan penjaga hutan.

  Kita tahu bahwa perempuan memiliki peran penting dalam perlindungan lingkungan, tetapi peran mereka sering kali diabaikan. Di tingkat desa mereka sering terabaikan ... dan tidak diperbolehkan memiliki banyak peran terutama di Aceh  ”,   Ujar  Farwiza.   Karena itu, mereka membekali perempuan di komunitas Leuser dengan pelatihan mengenai hukum agar mereka tahu apa yang harus dilakukan jika menemui kasus perusakan lingkungan.

Ke-15 perempuan tersebut secara bergiliran berpatroli di kawasan Leuser, meski terkadang didampingi oleh suami mereka sebagaimana lazimnya di Aceh, satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan hukum syariah.     Saya cukup beruntung memiliki keluarga yang mendukung,  Ayah saya tidak pernah memaksa saya memakai jilbab, ibu saya tidak pernah merasa malu dengan saya atas apa pun yang saya lakukan atau kenakan, dan saya berusaha untuk menghormati mereka juga sehingga saya tidak mengenakan apapun yang akan membuat mereka malu jika saya di Aceh.

Sembari bekerja untuk melestarikan ekosistem Leuser, Farwiza juga sedang mengejar gelar PhD-nya di Belanda,   ia juga seorang anggota Women’s Earth Alliance, sebuah organisasi yang berupaya memperkuat peran wanita dalam melindungi lingkungan.   Atas karyanya, Farwiza memenangkan Whitley Award 2016, sebuah penghargaan yang sering dijuluki sebagai  " Oscar Hijau "  karena merayakan para pemimpin konservasi.

Ia juga memenangkan Future for Nature Award 2017 yang diperuntukkan bagi konservasionis muda,   terlepas dari semua pencapaiannya sejauh ini, Farwiza menyadari bahwa perjuangan untuk melindungi ekosistem Leuser masih jauh dari selesai.   Tantangan terbesar adalah kenyataan bahwa saat ini sistem ekonomi kita, kebijakan kita tidak mendukung konservasi. Konservasi sangat mahal dalam sistem ekonomi kita dan inilah mengapa konservasi dipandang sebagai kemewahan.

Dr.CNA, KikiSiregar,  26 desember 2020,

     Farwiza Farhan telah memenangkan Whitley Award 2016 dan Future for Nature Award 2017. (Foto: HAkA/Roy Borghouts)

Masuk hutan keluar hutan,

Farwiza Farham di Lauser berjuang melindungi  kawasan.

SEJARAH MASJID AGUNG SANG CIPTO RASA DIBANGUN WALI SONGO PADA ZAMANNYA, MESJID TERTUA DAN PERNAH DIBANGUN SATU MALAM !

NusaNTaRa.Com  byBambanGBiunG,   S   a   b   t   u,    2   7    A   p   r   i   l     2   0   2   4 Masjid Agung Sang Cipto Rasa di Cirebo...