Sabtu, 01 Agustus 2020

KOMNAS HAM MENILAI PELARANGAN MEMBANGUN PASAREAN SUNDA WIWITAN BERTENTANGAN DENGAN HAM.


NusanTaRa.Com
byBakuINunukaN,                                                   28   J u l i   2020


Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah menerima pengaduan dari perwakilan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur terkait larangan dan penyegelan pesarean atau bakal makam Tokoh Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur, yakni Pangeran Djatikusumah daan Istrinya Ratu Emalia Wigarningsih.    Pembangunan pesarean atau bakal makam disebut tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB),   Satpol PP Kabupaten Kuningan, Jawa Barat sebelumnya menyegel bangunan pasarean di Situs Curug Go'ong,  Senin 20 Juli 2020 melalui surat nomor 300/851/GAKDA.

Sebagai mana diketahi bahwa Sunda Wiwitan merupakan  kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur (animisme dan dinamisme) yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda namun  ada sementara pihak yang berpendapat bahwa Agama Sunda Wiwitan  memiliki unsur monoteisme purba, yaitu di atas para dewata dan hyang dalam pantheonnya terdapat dewa tunggal tertinggi maha kuasa yang tak berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa.


Penganut ajaran ini dapat ditemukan di beberapa desa di provinsi Banten dan Jawa Barat, seperti di Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung Naga; Cirebon; dan Cigugur, Kuningan.   Menurut penganutnya, Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan yang dianut sejak lama oleh orang Sunda sebelum datangnya ajaran Hindu dan Islam.   Ajaran Sunda Wiwitan berpegang  pada kitab Sanghyang Siksakanda ng Karesian disebut jug Kropakk 630, sebuah kitab yang berasal dari zaman kerajaan Sunda yang berisi ajaran keagamaan dan tuntunan moral, aturan dan pelajaran budi pekerti.

Masyarakat AKUR Cigugur sebelumnya telah mengajukan Penetapan Masyarakat Adat (PMA) kepada Bupati Kuningan terkit  penetapan pasarean namun  permohonan tersebut ditolak.   Menanggapi kisruh tersebut Komnas HAM menilai bahwa larangan pembangunan dan penyegelan pesarean itu bertentangan dengan prinsip dan nilai hak asasi manusia yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 28E Ayat 1.

Pasal itu menyatakan  " Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali ",    "  Perlu diketahui bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk menganut kepercayaan yang merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termasuk dalam hak-hak sipil dan politik  ",  Ujar SiDin Beka Ulung Hapsara Komisioner Komnas HAM  di Jakarta, Senin 27 Juli 2020.

Sikap Pemerintah Daerah Kuningan itu juga  telah mencederai Pasal 6 Ayat 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM  yang menyatakan  " Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan Pemerintah ".    Komnas HAM meminta Bupati dan jajaran Pemda Kuningan untuk menghentikan segala bentuk proses penyegelan atau pembongkaran Pesarean Curug Goong sebaliknya diminta untuk menjaga keamanan dan mencegah adanya tindak kekerasan.    Komnas HAM juga meminta kepada semua pihak untuk mengedepankan dialog berdasarkan prinsip-prinsip kemanusiaan dan penghormatan hak asasi manusia sebagai dasar tindakan atau kebijakan.

Pendamping masyarakat adat Sunda Wiwitan, Djuwita Djatikusumah Putri, menyebut apa yang dialami pihaknya sebagai "diskriminasi yang sistematis",    " Kami merasa hak kami sebagai warga negara terdiskriminasi secara sistematis, secara terstruktur, dan sistematis  ",   Ujar SiDin  Djuwita kepada NusanTaRa.Com, Rabu (22/07).   Pemda Kuningan menampik tudingan diskriminasi dan berdalih pembangunan bangunan yang dianggap sebagai tugu tersebut tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB),   Bupati Kuningan, Acep Purnama, menyebut langkah penyegelan dipilih sebagai langkah "persuasif dan paling baik".

Makam berupa dua liang lahat dan batu berukuran besar yang ditatah seperlunya hingga berbentuk tugu—atau disebut batu satangtung oleh warga lokal—terletak di desa Cisantana, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat.   Pembangunan makam itu kini terbengkalai dan didepannya terpampan  pita  segel berwarna oranye bertuliskan   “ DILARANG MELINTAS “   dan   “ SATPOL PP KAB KUNINGAN “  tampak mengelilingi bangunan tersebut, sementara pemberitahuan penyegelan terpampang di batu besar yang menjadi sentral dari bangunan itu.


Sunda Wiwitan pemujaan pada alam dan arwah, 

Pembangunan Pasarean Sunda Wiwitan sementara di cegah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BRIGJEN TNI MIRZA PATRIA JAYA SE, KUNJUNGAN KERJA MONITORING DI SOBATIK KALIMANTAN UTARA

NusaNTaRa.Com byFarhaMTukirmaN,           S   e   l   a   s   a,    2   3      A    p    r    i    l     2   0   2   4 Rombongan  Brigjen TN...