Minggu, 10 November 2024

SUKU KALANG WONG JOWO, DIBALIK MEGAHNYA CANDI JAWA DAN PESONA RUMAH JAWA

NusaNTaRa.Com    

byLaDollaHBantA,       S   e   n   i   n,    0   4      N   o   v   e   m   b   e   r      2   0   2   4

Suku Kalang di Jawa banyak membangun Jandi-Jandi Jawa
Suku Kalang atau Wong Kalang adalah salah satu sub-Suku  di masyarakat Jawa.   Mereka diperkirakan telah ada  saja (sebelum)  datangnya agaama  Hindu - Buddha dan  berkembangnya kerajaan - kerajaan di Nusantoro.   Adalah  pedagang dari negeri India kononne membawa wong  kalang dari daerah  Kedah,  Kelang, dan Pegu  pada tahun 800 Masehi.   Menurut kisah orang Kalang adalah Maestro pembuat candi yang secara phisik berbadan kuat, tegap dan berkekuatan besar.   Ada kemungkinan juga mereka berasal dari Khemer atau Kamboja dimana orang kuat dinegeri tersebut  diterjemahkan sebagai manusia K'lang.  Di mana seperti kita ketahui  candi negeri Khemer mempunyai kemiripan  dengan Candi di Jawa.
Istilah Kalang di tanah Jawa pertama kali ditemukan pada prasasti Kamalagi (Kuburan Candi)  di desa tegalsari,  Kawadenan Tegalharjo (kecamatan cANDI mulyo) Kabupaten Magelang  yang bertarikh  (tahun) 743 saka atau 821 Masehi.  Prasasti Kamalagi  terukir dengan sisi depan 22 baris tulisan, dan sisi Belakanng 17 barisan tulisan,  beraksara jawa Kuna (Kawi) dan berbahasa Jawa Kuna,  mengisahkan penetapan sebuah wilayah Sima pada masa itu.

Di sisi depan tertulis  :  

1.   Selamatlah tahun Saka yang telah berlalu 2, 743, bulan waisakha  (April - Mei) 3.  Pada hari ke - 10 bagian bualan kelap.   4.  Tunlai, Wage 1),  anggara  )selasa).   Pada saat itu San Pamget    5.  Wuga bernama Pu Manneb  meresmikan status   sima (perdikan) sawah    6.  Di pihak dan sebuah kebun di Kalagi dan  7.   Suatu tempat tinggal bagi  Nayaka.  Sususnan keputusan itu  8.    Ditulis olah San Anawarjjita Jnaneswara dan Sang Kari   9.  Dharmacinta.   Adapun saksi - saksinya  adalah   :   Hyang Guru Mangali bernama Sang Siwa    10.   Murtti dari pertapaan  Hubrayan Dapunta Da-    11.  hana sebagai Hyang Guru, Hulu Wras  (Pejabat pertanian / Penjaga Lumbung Padi)  dari Suku bernama Si-     12.  n Sang Candrakumara.  seorang pemimpin dari Parama  Yang ikut    13.   Ketika itu ialah  kepala dari desa Kahurripan  yang bernama   Pu Nayaka  dan    14.  dan penduduk desa  bernama  Landung,  Ayah Maitri ; pa-  15.   Tih dari  Manin Sidi bernama Si Narda,  Ayah dari    16.   Lenkep ; Kalan  (Jabatan atau seorang dari suku Kalan)  dari Nunungnan bernama  Si Maghom,  ayah      17.   Manajang, Patih dari Limpar  bernama  Si Pager  ayah dari Maryani     18.    Dan Si Manan ayah dari  Rgagi,  Kalang  dari Kahyangan     19.   Bernama si Sumdek,  Ayah dari Kunuh ;  Kalang dari Sang Mapatih     20.    Sukun  bernama si Wanun  :  ikut  serta Warak [ warak   ialah Gusti bernama  Si     21.      Nangap Ayah si Intap:   Gusti dari  Selatan berbama si Pangun;  ayah dari     22   Kbel.  

Keluarga Suku KALANG Jawa.

Pada masa itu,  jalinan hubungan antara orang Kalang  dengan masyarakat Kerajaan  nampaknya berjalan baik,  ini  dibuktikan dengam adanya penyebutan Tuha Kalang  dalam prasasti  dan   Jabatan Tuha  (Ketua Suku)  kalang ini juga menerima  Pasek - Pasek  dalam peresmian tanah Sima.   Selain prasasti Kamalagi,  Prasasti Harinjin   di Siman,  Kepung Kediri  (804 M)  dan penggumulan di Ngaglik Sleman  (904 M)  juga telah  menyebutkan tentang keberadaa suku   Kalang ini di masyarakat     Harinjing  dengan menyebut Tuha Kalang  (Kepala Suju Kalang),  sementara penggumulan menyebut Pandhe Kalang  (Penebang Kayu suku kalang)

Seiring berlakunya sistem  sosial kasta Hindu masuk,  Wong Kalang mulai Yrtsisih  oleh karena ketidak jelasan nenek moyang mereka,  Mereka "dipaksa"  tinggal di hutan-hutan,  lereng-lereng gunung yang tinggi,  serta tanah -tanah tandus.   Tempat suku Kalang  bermukim dan membangun peradaban sekarang di kenal dengan " Alas kalang"  yang berada diantara Lasem dan Sungai Bengawan Solo,  sebelah  selatan Pamotan di perbukitan Kendeng utara yang membentang  dari Blora  sampai Malo  di  Bojonegoro  sampai  dan Jatirogo  Tuban.

Karena menolak untuk di Hindukan dan demi untuk mempertahankan eksisiten kebudayaannya,  orang Kalang memilih tinggal di hutan dengan tetap memepertahankan kepercayaan asli warisan leluhur masa prasejarah dengan melakukan pemujaan kepada arwah Nenek moyang yang dipercayai bersemayam dipuncak gunung .   Salah satunya Ritual Kalang ketika  ketika ada yang meninggal dunia adalah   "Obong Kalang"  dengan membakar Boneka Kayu  (Puspa Gambar) ketika meninggal dunia.  Adapun ciri khas makan suku Kalang   yaitu pusara mereka  selalu menghadap ke Sungai.

Namu demikian relasi orang Kalang dengan menguasai setempat berjalan baik,  pihak Otorotas kerajaan Majapahit  pada waktu itu memanfaatkan tenaga mereka untuk proyek proyek pisik berskala besaar,  antara lain sebagai penebang pohon (tukang kayu),  pembuatan kapal perang (Jung) juru angkut batu untuk pembuatan Candi dan juga terkadang prajurit tempur di medan peperangan .   Karena dikenal akan kesaktiannya ,  mereka juga ditugaskan untuk menjaga hutan  agar tidak kemasukan penyusup  yang membahayakan kerajaan.

Kesaktain dankemampuan mistis suku Kalang di manfaatkan oleh Laksamana Majapahit kala itu Mpi Nala  dalam menaklukkan kerajaan dari Suku Dayak Nan Serunai.   Ktika Kerajaan Majapahit sudah hampir dipukul Mundur oleh orang-orang Dayak  dari kerajaan Nan Seruni.  Mpu Nala menerjun orang -orang Kalang sebagai  pasukan pemungkas.   Sang Raja Nan Serunai Nang Bangaran  Raja Anyan  (Datu Tatuyan  Walau Naharaja Papagkat Amas)  yang bersembunyi di sumur tua yang ditutup sembilan buah gong berlapis mantera tingkat tinggi pun mampu terendus keberadaannya oleh penciuman  orang - orang suku Kalang  Raja Anyan kemudian ditangkap dan eksekusi  mati dengan  Tambak oleh EMPU NALA.  

Nama suku Kalang sendiri di era pemerintahan Hayam Wuruk ditemukan dalamPrasasti Tambang  tahun 1354.  yang isinya mengatur kedudukan desa - desa dipinggir sungai Brantas dan Sungai Bengawansolo  yang menjadi  tempat penyeberangan.    Suku Kalang diketahui membangun peradaban dilembah BengawanSolo dan  berprofesi  dalam jasa penyeberangan.    Seiring dengan perkembangan zaman pasca runtuhnya kerajaan Hindu - Buddha terakhir di tanah Jawa dan tidak  berlakunya "Sistem Kasta"  orang Kalang sudah banyak berbaur dengah masyarakat lainnya,  baik dalam pergaulan sosial maupun pernikahan.   Suku  Kalang sudah diterima dengan baik di Indonesia,  demikian pula sebalikna dengan  suku  Kalang dapat juga menerima orang -orang dari luar sukuna.

Dalam catatan Belanda,  nama  suku Kalang  muncul pertama pada 1675,  isina mencuritakan keberadaan Suku Kalang di wilayah Rembang dan wilayah Pati .   Berpropesi  sebagai penebeng Pohon sementara di buku Speelman 1678  menulis diskripsi lebih jelas,   Suku Kalang bekerja menebang dan mengangkut Kayu,  membuat gorab dan kapal perang.   Masih menurut catatan Hindia Belanda  diketahui Suku Kalang bekerja mengangkut Barang -barang  milik tentara Hurdt yang pergi berperang menyerang Trunojaya di Kediri  kisaran 1679.    Setelah Belanda menguasai pesisir Jawa  1743, tiga tahun setelah itu VOC mengakui status khas Suku Kalang  sebagai  een  apart volk  (kelompok tersendiri).

Implikasinya,  tidak seperti Suku Jawa,  umumnya suku Kalang dikenakan pajak badan oleh pemerintah Belanda  yang  mana sebelumnya mereka dibebankan kepada Raja Jawa,  karena posisi Suku Kalang dianggap sebagai Suku Asing.   Kemudian zaman Daendels berkuasa yang mewakili  kekuasaan Prancis maka  kewajipan Pajak dihapuskan.   Selanjutnya Daendels yang dianggap punya jasa dalam membangun Jalan Darat Anyer - Panarukan,  memberikan hak padaa suku Kalang untuk menebang pohon,  sebagai bahan baku pembuatan Gerobak Jawa yaitu Cikar dan Podati.  \

Winter SR 1839 juga mencatat sejak 17 dan 18,  Kebiasaan Nomadem suku Kalang berangsur - angsur hilang dan mulai menetap dengan berkelompok dalam satu kampung atau dalam  wilayah saling berdekatan suku Kalang disebut Pekalangan.  Yang menarik dalam catatan suku Kalang adalah terjadinya Transformasi sosial dengan munculnya etos kewiraswastaan (entropeneur) mirip dengan etnis minoritas Tionghwa dan Arab.  Walaupun ada yang memiliki profesi sebagai Petani,  tetapi sangata jarang, alih- alih menjadi abdi dalam Raja atau memilih status pangreh praja.   Suku Kalang lebih  memilih berdikari dari pada  menghamba kepada Keraton.

Kisah Wong Kalang muncul di Mataram pada zaman pemerintahan Sultan Agung terkenal sangat ulet dan gigih,  hingga ketika Sultan Agung menentang Batavia banyak wong Kalang di ikutkan.   Selain terkenal sebagai ahli Ukir dan Pertukangan kayu, dikalangan prajurit atau pasukan perang,  wong Kalang biasanya dipilih  sebagai pasukan infanteri.  Alasan ini cukup  beralasan karena Wong Kalang terkenal sangat tangguh dalam menghadapi medan tersulit sekalipun.  Adapun cikal bakal Wong Kalang di Kota Gede bermula pasca serangan Mataram ke Blambangan dengan ,membawa wong Kalang, Gajah nati dan Pinggir.    Wong Kalang ditempat seberang Sungai Gajah Wong TegalGendu.   

 Ketika Sultan Agung ingin menghias kedatonnya di daerah Kerto , beliau memanfaatkan seorang ahli jasa , ahli ukir dari Suku Kalang yang bernama  Jaka Sasono dari kalangan rendah.   Saat menjalankan tugasnya menghias Kedathon Kerto dengan pahatan dan ukiran.   Keahlian itulah Jaka Sasono menjalin hubungan dengan  putri  Raja Mataram yang bernama Ambar Lurung.   Percintaan keduanya rupanya terlanjur dalam dan tak bisah dipisahka sehingga   Jaka Sasono pun akhirnya menghadap Sultan Agung  untui melamar Ambar Lurung.

Diluar dugaan,  lamaran lelaki itu ternyata diterima Sultan Agung dengan syarat Joko Sasono harus masuk Islam  dan  Jaka Sasono pun menerima syarat itu dan merekapun akhirnya menikah.   Joko Sasono yang tetap menyadari dirinya berasal dari Kasta rendah menolak tinggal di Istana serta  mereka berdua memilih menetap di daerah Petanahan Kebumen, Jawa Tengah.   Selanjutnya anak keturunan Joko Sasono  Ambar Lurung ini menyebar keberbagai  wilayah di Jawa Tengah,  Gombong salah satu keturunan Jaka Sasono,  dari Gombong ini kemudian kembali ke kota Gede dan membuat sejarah baru disana.   Adalah Kimartowongso  orang Kalang pertama yang menjejakkan kakinya di Kota Gede.  Tempat asal dari leluhurnya  Joko Sasono dan Dewi Ambar Lurung.

Ki Merto Wongso datang ke KotaGede  dalam rangka mengembangkan usahanya,  yakni usaha pengadaan,  usaha ini semakin besar dibawah pengelolaan berikutnya  yakni Mulyo Suwarno yang kala itu mendapat lisensi  dari Keraton Surakarta  terhadap suku Kalang  di Kota Gede.   Alhasil dalam waktu singkat lelompok Kalang berhasil mengembangkan Jaringan,  dimana,  rumah gadai memberi keuntungan besar.   Catatan Claude Guillot menyatakan, pekerjaan suku Kalang lainnya adalah pedagang yang bukan menjadi monopoli kaum lelaki,  tetapi  juga dari kaum perempuan  sebagaimana istri Mulyo suwarna,  Fatimah (putri Demang  Brodjosemito).   Bukan hanya berjualan kebutuhan harian seperti Sembako, namun lebih luas lagi,  Kain Batik,  Emas dan Berlian.

KotaGede kala itu sebagaimana diungkapka  Van Mook,  1926,  merupakan sentral pasar Berlian terbesar  di Hindia Belanda  dan itu  dikuasai keluarga  suku Kalang.   Hasilnya dapat diterka ,  Pasangan Mulyo Suwarno  dan Fatimah menjadi sangat kaya  dan berstatus sosial tinggi.  Putra mereka adalah Prawiro Suwarno yang lahir 1873 meneruskan usaha kedua orang tuanya.  Diwaktu remaja ia biasa keluar  masuk istana Yogya secara bebas  dan bermain - main dengan sang Pangeran yang kelak dinobatkan sebagai Sultan HamengKubuwono  ke - VIII.      

Melihat perkembangan usaha Prawiro Suwarno yang semakin besar, pemeintah Hindia Belanda merasa tidak suka.   Kemudian membuat aturan yang membuat bisnis pegadaian orang Kalang ini hancur,  Prawiro Suwarno yang mengalami kebangkrutan akhirnya ganti usaha  dengan berjualan saturan.   Kegigihannya dalam menjalankan usaha menarik hati seorangBelanda  dan kemudian memberikan modal untuk menjalakan usaha  Dagang Intan Berlian.

Ki Prawiro Suwarno mampu menunjukkan kemampuan bisnisnya.   Tidak lama kemudian diapun akhirnya mendadi Raja Berlian yang terkenal  sampai se Asta Tenggara dan mendadi orang terkaya di Kota Gede bak raja Midas.   Mitsuo Nakamura menyebutkan,  hikayat lokal KotaGede,  bahwa perang Dunia ke-I,  keluarga Suku Kalang malah mendapatkan keuntungan besar melalui bisnisnya.   Kekayaan yang dimiliki malah tidak terhitung  jumlahnya,  semua tersimpam dilemari Besi  yang tebal.    Bahkan ada ccerita yang mungatakan  terdapat hiasaan di salah satu rumahnya berbentuk setandan pisang  dan terbuat dari emas.

Karena kekayaan inilah rumah -rumah yang dibangunnya  memiliki  arsitektur  perpaduan Eropah dan Jawa.   Arsitektur ini dipilih seolah untuk menegaskan,  meskipun orang Kalang dari Jawa tapi Kastanya sekelas dengan wong Eropah.   Waktu itu Prawiro Suwarno berencana menutup lantai ruang pendopo,  dengan uang koin dari perak,   Entah apa maksud mungkin karena kelebihan duit.   Bila rencana itu terlaksana maka secara otomatis,  Wajah Ratu Wilhelmina yang gambarnya berada di uang tersebut akan terinjak - injak kaum pribumi.

Mendengar hal ini Residen Belanda yang berada di Yogyakarta,  menjadi jengkel namun tidak ada alasan Yuridis untuk melarangnya.    Untuk menghalangi niat tersebut pihak Residen menyusun siasat dengan memberi saran untuk memasang uang Perak secara tegak bukan mendatar.

Mitsuo Nakamura mengatakan bahwa besaran kekayaan Suku Kalang,  sampai saat ini dapat terlihat dengan mudah.   Di Kota Gede tersebar lusinan rumah besar,  milik suku Kalang mirip Istana  di bangun sekitar dasa warsa  abad ke - 20.   Salah satunya gedung yang  dibangun di bagian timur sungai  Gajah sebuah bangunan yang dibangun dengan dua Garasi,  dapat menampung delepan unit mobil dan kandang Kuda yang diperkirakan dapat menampung 29 ekor.  Bangunan lain omah Kalang lainnya masih ada sampai sekarang, dan masjh bisa kita lihat  di Jkn. Tegal Gendu  berjajar Anshor Silver,  Narti Silver  kebarat hingga ke Radio MBS yang sekarang berubah menjadi Restourant mewah dan Rumah Art Galery.

Di masa revolusi kemerdekaan lagi - lagi Suku Kalang jatuh menderita,  mereka menjadi sasaran - sasaran penjarahan atau massal setiap kali ada kerusuhan, sama yang dialami Suku Tionghwa.   Saat ibu kota pindah ke Yogyakarta,  Sultan Hamenku Buwono  IX juga  meminta golongan Suku Kalang  menyumbang dana besar bagi perjuangan  Republik.   Hj. Noeriyah yang meneruskan usaha orang tuanya Prawiro Suwarno  dan berteman baik dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX  mengirim gerobak pedati yang mengangkut beberapa peti dan berlian ke Istana Presiden di Gedung Agung Yogyakarta.

Di zaman revolusi Kemerdekaan,  kejaan Orang Kalang di kota Gede  waktu itu terhenti akibat adanya aksi penjarahan adanya kesenjangan ekonomi  antara orang Kalang dan Penduduk asli.   Setiap ada kerusuhan rumah ada kekeyaan mereka yang dijarah  dan dikuasai oleh penduduk asli Kota Gede.  Kini semuana tinggal tenanam.. 

Kediaman Suku Kalang di Jawa


Suku Kalang wong Jawa Banyak membangun Candi - Candi.

Suku Kalang dari Semenanjung dibawa pedagang-pedagang India.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UNIVERSITAS INDONESIA SATU - SATUNYA MASUK DALAM 1.000 UNIVERSITAS DUNIA TERBAIK VERSI THE WUR 2025

NusaNTaRa.Com           byJoneDPringgoNDandI,        S   e   l   a    s   a,    1   2     N  o  v  e  m  b  e  r     2   0   2   4 Kampus Un...