Jumat, 18 Juni 2021

RANCANGAN PPN SEMBAKO UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN NEGARA TIDAK MERUGIKAN PETANI DAN PEDAGANG KECIL

NusaNTaRa.Com

byAsnISamandaK,   R  a  b  u,   1 6     J   u   n   i      2  0  2  1

Sempat terjadi kehebohan terkait pemberian pajak bahan pokok hingga ke Gedung DPR,  ternyata bahan pokok yang akan dikenai pajak itu, bukan kebutuhan pokok yang kita makan sehari hari, melainkan bahan pokok import  seperti  beras premium dari India,  Vietnam,  daging premium Wagyu,  daging  New Zealand yang biasa dimakan orang - orang  kaya itu.   Kalau bener  begini  sih  positif aja,  karena akan melindungi  petani dan produksi pertanian local untuk dapat tetap hadir dalam pasarannya.

Baru-baru ini pemerintah ingin menggenjot  pendapatan negara dari PPN  yang  tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).  Bahan kebutuhan pokok yang dikenakan PPN antara lain, beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging,  telur,  susu,  buah-buahan,  sayur-sayuran,  ubi-ubian, bumbu-bumbuan  dan gula konsumsi,   sebelumnya, barang-barang tersebut tidak dikenakan PPN karena menyangkut hajat hidup orang banyak  seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017.   

Dalam sebuah utas di Twitter,  Staf Ahli Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo memberikan penjelasan mengenai PPN  bahwa  aturan ini masih sebatas rancangan yang dipersiapkan di masa pandemic, tapi iapun menekankan kembali  langkah ini sebagai upaya menata ulang agar sistem  " PPN kita lebih adil dan fair ".   "  Yang dikonsumsi masyarakat banyak (menengah bawah) mustinya dikenai tarif lebih rendah, bukan 10%. Sebaliknya, yang hanya dikonsumsi kelompok atas bisa dikenai PPN lebih tinggi. Ini adil bukan? Yang mampu menyubsidi yang kurang mampu. Filosofis pajak kena: gotong royong  ",  Ujar tulisan Prastowo.

Tapi ya begitulah isu kalau sudah digoreng PKS di dewan,  apapun nggak ada yang benar  dan  Ujung - ujungnya nanti kayak dana haji, digoreng, heboh, ditunjukin datanya, tidak ada penyimpangan, akhirnya klarifikasi dan minta maaf.   Pagi tadi saya ke pasar Santa di Kebayoran belanja sayur-sayur dan buah Indonesia segar dan bumbu-bumbuan, sambil ngobrol dengan beberapa pedagang di sana.   Bu Rahayu pedagang buah bercerita akibat pandemi Covid-19 pembeli di pasar agak menurun,  namun mereka bertahan dan tetap bekerja tak menyerah  meski kondisi semakin sulit.

Bu Runingsih pedagang sayur yang meneruskan usaha ibunya yang sudah 15 tahun, bahkan mulai melayani pembeli secara online   dan  mengantar barang belanja menggunakan jasa ojek online.  Ia bercerita  menerima Bantuan produktif usaha mikro (BPUM) Rp 2,4 juta dan Rp 1,2 juta dari Pemerintah yang bermanfaat untuk menambah modal  bahan jualannya.  Anaknya yang masih SMP juara kelas dan mendapat beasiswa dari pemerintah.  Hebat bu !

Ibu pedagang bumbu menyampaikan kekhawatirannya membaca berita tentang pajak sembako yang dikhawatirkan menaikkan harga jual dan akan berdampak pada daya beli pelanggan berkurang.   Saya jelaskan pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang di jual di pasar tradisional yang menjadi kebutuhan masyarakat umum melainkan produk import  yang memiliki harga eksklusip  yang banyak dinikmati kalangan tertentu atau mampu.  

Pajak tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, namun disusun untuk melaksanakan azas keadilan. Misalnya beras produksi petani kita seperti Cianjur, rojolele, pandan wangi, dll yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional tidak dipungut pajak (PPN),  melainkan  beras premium impor seperti beras basmati, beras shirataki yang  harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak.    Demikian juga daging sapi premium seperti daging sapi Kobe, Wagyu yang harganya 10-15 kali lipat harga daging sapi biasa, seharusnya perlakukan pajak berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat banyak. Itu asas keadilan dalam perpajakan dimana yang lemah dibantu dan dikuatkan dan yang kuat membantu dan berkontribusi.

Dalam menghadapi dampak Covid yang berat, saat ini Pemerintah justru memberikan banyak insentif pajak untuk memulihkan ekonomi. Pajak UMKM, pajak karyawan (PPH 21) dibebaskan dan ditanggung pemerintahan. Pemerintah membantu rakyat melalui bantuan sosial, bantuan modal UMKM seperti yang telah diterima pedagang sayur di Pasar Santa tersebut, diskon listrik rumah tangga kelas bawah, internet gratis bagi siswa, mahasiswa dan guru..

Dari hal ini ia mengatakan,  "  Pemerintah tak akan membabi buta. Konyol kalau pemulihan ekonomi yg diperjuangkan mati-matian justru dibunuh sendiri. Mustahil !  ",   Yustinus Prastowo staf ahli Menteri Kuangan.  dr.FB BUTON RAYA, Laode  Lalano, 15/06/2021

Petani  kecil menangis  kalah bersaing,

Tarip PPN untuk sembako yang imporan doang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BRIGJEN TNI MIRZA PATRIA JAYA SE, KUNJUNGAN KERJA MONITORING DI SOBATIK KALIMANTAN UTARA

NusaNTaRa.Com byFarhaMTukirmaN,           S   e   l   a   s   a,    2   3      A    p    r    i    l     2   0   2   4 Rombongan  Brigjen TN...