Jumat, 11 Juni 2021

INDONESIA MENOLAK RESOLUSI PBB TERKAIT HAM DI 3 NEGARA AGAR SEJALAN WSO 2005

NusaNTaRa.Com

ByBambanGBiunG,         K   a   m   i   s    2  0         M     e     i         2  0   2   1

Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International dan PVRI

Yang Mulia Usman Hamid,  Direktur Eksekutif Amnesty  International dan yang juga Ketua Dewan Pengurus lembaga kajian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI)  sangat  geram  dengan penolakan Indonesia atas resolusi PBB terkait pelaksanaan tanggung-jawab untuk melindungi atas kejahatan HAM di Palestina, Myanmar dan Suriah.   Seperti diketahui bahwa di ketiga daerah ini terjadi kerusuhan dan peperangan yang  menimbulkan kesengsaraan dan penganiayaan bagi masyarakat,  serta mengancam bagi kehidupan  sebagai manusia di muka bumi.

  Kami menyayangkan sikap Indonesia yang menyatakan  “TIDAK”  saat pemungutan suara di Sidang Umum PBB terkait resolusi pelaksanaan Tanggungjawab Untuk Melindungi (Responsibility To Protect / R2P) atas situasi kejahatan yang tergolong amat serius di Palestina, Myanmar dan Suriah, terutama kejahatan terhadap kemanusiaan. Padahal jenis kejahatan ini merupakan pelanggaran HAM yang berat dan melanggar hukum Indonesia, yaitu UU No. 26/2000  ”,  Ujar SiDin Usman.

Menurut Usman Hamid, sikap itu memperlihatkan rendahnya tingkat komitmen Indonesia dalam memajukan dan melindungi HAM di dunia  dan  dalam voting di PBB, Indonesia sejajar dengan 14 negara lain yang memiliki reputasi rendah di bidang HAM.     Indonesia diapresiasi karena memberikan perhatian atas situasi kemanusiaan di sana (Palestina,  Myanmar   dan  Suriah)  ",  Ujar SiDin Usman Hamid. Tetapi sayangnya, kata Usman, Indonesia justru tidak mau memberikan suara YA untuk menghentikan pelanggaran HAM di ketiga Negara yang dianggap parah.    

  Indonesia diapresiasi karena memberikan perhatian atas situasi kemanusiaan di sana. Tetapi sayangnya tidak mau memberikan suara YA untuk menghentikan pelanggaran HAM di Palestina, Myanmar dan Suriah melalui voting tersebut. Penolakan resolusi ini mencerminkan komitmen domestik Indonesia yang terlihat separuh hati dalam memperbaiki keadaan HAM di negeri sendiri seperti yang kita saksikan di Papua dan penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat  ”,   Ujar  SiDin Usman Hamid, dalam keterangannya.

The Responsibility to Protect (R2P) adalah komitmen masyarakat dunia yang disetujui oleh semua negara anggota PBB pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dunia 2005 lalu. Komitmen itu untuk menangani serta mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang sangat serius di bawah hukum internasional, yaitu genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Penolakan resolusi ini, kata Usman Hamid, mencerminkan komitmen domestik Indonesia yang terlihat separuh hati dalam memperbaiki keadaan HAM di negeri sendiri,   "  Seperti yang kita saksikan di Papua dan penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat   ”,  Ujar SiDin Usman Hamid.   Ditempat terpisah, Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri, Febrian Alphyanto, menyampaikan bahwa Indonesia memang menolak resolusi PBB,  namun apa yang mereka tolak bukanlah substansi dari R2P itu sendiri.   Apa yang ditolak Indonesia adalah pembahasan R2P dalam ruang atau event terpisah.

Menurut Febrian, sudah terlalu sering pembahasan R2P dilakukan dalam kegiatan terpisah atau bahkan agenda tambahan  dan  itu, sudah terjadi sejak konsep dasar R2P dibahas pada World Summit 2005,  oleh karenanya, sudah tidak perlu lagi ada resolusi untuk memisahkan agenda pembahasan R2P.    "  Kesalahpahaman ini sepertinya timbul karena informasi yang tidak cukup banyak soal isu resolusi. Jadi, saya tegaskan, apa yang ditolak Indonesia bukan isu substantifnya, tetapi proseduralnya...Kami sudah mendukung R2P sejak 2005 hingga 2020. Perlindungan terhadap korban kejahatan kemanusiaan, genosida, itu sudah jelas   ",   Ujar SiDin Febrian.

Muhammad Taufan, delegasi RI di PBB mengutarakan tiga alasan mengapa Indonesia memilih TIDAK atau menolak resolusi PBB terkait pelaksanaan Tanggungjawab Untuk Melindungi (Responsibility To Protect) atas kejahatan HAM di Palestina, Myanmar dan Suriah.   Pertama keputusan itu adalah Responsibility To Protect tidak membutuhkan sebuah agenda tahunan tetap.   Kedua, setiap posisi atau gagasan untuk memperkaya diskusi dari konsep ini tidak boleh menggagalkan batasan yang telah ditetapkan dalam World Summit Outcome 2005 bermakna   upaya  hendaknya tidak melonggarkan, memperluas atau menciptakan ambang batas dari yang sudah ditentukan,  sehingga dibutuhkannya kehati-hatian yang besar dalam hal ini.

Ketiga, Taufan berharap posisi Indonesia memilih menolak resolusi PBB terkait pelaksanaan Responsibility To Protect atas kejahatan HAM di Palestina, Myanmar dan Suriah, tidak disalah artikan sebagai sikap melawan Responsibility To Protect. Sebab pada 2005, Indonesia bergabung dengan konsensus yang mengadopsi konsep Responsibility To Protect seperti tertuang dalam resolusi 60/1.   Dalam kontek semacam itu, memperkuat kerangka pencegahan di tingkat nasional adalah hal terpenting.    

Pelanggaran HAM melahirkan kesengsaraan,

Keterlibatan Indonesia di dunia  HAM  menurun.






NusaNTaRa.Com       Advertisisment

Melayani  Pemasangan  Iklan

Sila  Dail  Talian    0812 5856 599

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DESA WAE REBO OLEH TIMEOUT TERMASUK SEBAGAI KOTA TERKECIL TERINDAH DI DUNIA.

NusaNTaRa.Com     byBambanGNunukaN,        S   e   l   a   s   a,     0    7       M     e     i        2    0    2    4     Rumah Adat Mb...