Jumat, 08 Maret 2019

TUANG GURU BAJANG KATA KAFIR TAK ELOK UNTUK SEBUTAN NON-MUSLIM.

NusanTaRa.Com
byBambanGNunukaN, 04/03/2019



Kata KAFIR yang terkait dengan pemahaman agama Islam kembali ramai  menjadi perbincangan sejumlah tokoh di tanah air setelah musyawarah ulama NU yang dilaksanakan di Jawa Barat mengeluarkan fatwa melarang menggunakan kata KAFIR untuk orang yang tidak beragama Islam dalam kehidupan keseharian.    TGB Muhammad Zainul Majdi seorang ulama sekaligus Gubernur Nusa Tenggaraa Barat juga turut memberikan penjelasan tentang makna kata kafir dalam ajaran Islam  serta memberikan contoh langsung di Kota Suci Mekkah, Arab Saudi.

Calon Wakil Presiden (cawapres) 01  KH Ma’ruf Amin turut meramaikan kehebohan istilah tersebut  dengan menyebutkan bahwa,  dirinya setuju rekomendasi Nahfdlatul Ulama atau NU yang meminta tidak menggunakan kata Kafir untuk non-Muslim.     Ya mungkin supaya kita menjaga keutuhan, sehingga tidak menggunakan kata-kata yang seperti menjauhkan, mendeskriminasikan gitu  ”, Ujar SiDin Maruf Amin di kediamannya Menteng, Jakarta Pusat.   Bahkan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah melalui akun Twitternya juga tuurut memberikan cuitannya  seputar @kata Kafir tersebut.   "  Saya ulang lagi, #KataKafir itu gak ada dalam konstitusi dan UU, itu ada dalam kitab suci agama...gak akan gangguin sampeyan...... ", Ujar SiDin Fahri Hamzah untuk menanggapi pertanyaan netizen (warganet).

Untuk menjelaskan kata tersebut, ulama yang juga Gubernur Nusa Tenggara Barat dua perioda, Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi menjelaskan secara lengkap makna  @kata kafir melalui akun Instagramnya, Minggu (03/03/2019).   Menurut Zainul Majdi, dalam hal akidah, berdasarkan kesepakatan para ulama, kata kafir berlaku untuk siapa pun yang tidak percaya dan ingkar kepada Allah SWT dan rasul-Nya serta pokok-pokok syarat namun dalam hal muamalah, kata TGB,   "  Rasul yang mulia mengajarkan umatnya untuk membangun hubungan saling menghormati dengan siapapun  ".

TGB Zainul Majdi pun sampai menunjukkan foto di Arab Saudi untuk menjelaskan penggunaan kata non-Muslim bukan kata kafir saat akan memasuki kota suci Mekkah, Arab Saudi, (Gambar dibawah).


Maka, saat hijrah, Rasul shallallahu alayhi wasallam menyepakati piagam bernegara bersama seluruh komponen di Madinah.    Dalam piagam itu ada hak dan kewajiban yang sama serta  @kata kafir tidak digunakan dalam piagam itu untuk menyebut kelompok-kelompok Yahudi yang ikut dalam kesepakatan itu,   karena piagam Madinah bukan tentang prinsip akidah tapi tentang membangun ruang hidup bersama untuk semua warga madinah.

Bagaimana dengan kita di Indonesia yang hidup di negara-bangsa, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dihuni oleh persaudaraan multi etnis agar tetap aman dan rukun.   Maka salah satu bentuk persaudaraan yang wajib dijaga dengan sesungguh hati dan sekuat-kuatnya oleh setiap rakyat adalah persaudaraan sebangsa, ukhuwah wathaniyah yang harus berpijak pada semangat persatuan dan persaudaraan.   Akan lebih mulia bila menyebut orang yang beragama lain dengan sebutan non muslim dan  akan  lebih sesuai dengan semangat kita berbangsa.

Foto diatas adalah penanda saat akan memasuki Tanah Suci Kota Mekkah. Disitu tertulis : ‎لغير المسلمين
bukan للكافرين   dan   tertulis pula   :
" for non muslims " bukan
" for disbelievers " atau " for kafir ". Bahkan di Arab Saudi pun, sebutan "non muslim" dipakai.

KH. Ma’ruf Amin menanggapi rekomendasi Bahtsul Masail Maudluiyah Nahdlatul Ulama (NU) agar tidak menggunakan kata kafir bagi non-Muslim di Indonesia untuk menjaga keutuhan NKRI. “  Ya mungkin supaya kita menjaga keutuhan, sehingga tidak menggunakan kata-kata yang seperti menjauhkan, mendeskriminasikan gitu.   Mungkin punya kesepatakan untuk tidak menggunakan istilah itu  ”, Ujar SiDin  Kiai Ma’ruf di kediamannya  Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/3/2019).

KH  Said Aqil Siroj (Ketua PB NU) mengatakan, berdasarkan hasil Bahtsul Matsail istilah kafir tak dikenal dalam sistem kewarganegaraan pada suatu negara bangsa,  sehingga tak ada istilah kafir bagi warga negara non-Muslim dan  setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di mata konstitusi.  Istilah kafir berlaku ketika Nabi Muhammad di Makkah untuk menyebut orang-orang penyembah berhala yang tidak memiliki kitab suci, yang tidak memiliki agama yang benar.   Tapi, setelah Nabi Muhammad hijrah ke Kota Madinah, tak ada istilah kafir untuk warga negara Madinah yang non-Muslim yang terdiri  dari tiga suku non-Muslim di sana, tapi tak disebut kafir.  



Bertemu memberikan salam, 
TGB kata Kafir tak elok untuk Non-Muslim. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BRIGJEN TNI MIRZA PATRIA JAYA SE, KUNJUNGAN KERJA MONITORING DI SOBATIK KALIMANTAN UTARA

NusaNTaRa.Com byFarhaMTukirmaN,           S   e   l   a   s   a,    2   3      A    p    r    i    l     2   0   2   4 Rombongan  Brigjen TN...