NusaNTaRa.Com
byLaDollaHBantA, M i n g g u, 2 7 O k t o b e r 2 0 2 4
Dicky Zulkarnaen memerankan Si Pitung (1970) . In Search of Si Pitung : The History of an Indonesian Legenda " karya Margreet Van Till. Legends Si Pitung : Robin Hood ditakuti Belanda, dicintai wong Betawi
Kisah Si Pitung sudah melegenda sejak lama di Jakarta bahkan telah beberapa kali di Filmkan sebagai jagoan dan pahlawan Wong Betawi, bahkan sosok jago silat (maen pukulan) Betawi itu dianggap serupa Robin Hood dari Inggris. Dikisahkan Ia merampok kaum penjajah dan lintah darat lalu hasil rampokannya dibagikan kepada mereka yang tak berpunya karena kisah itu didongengkan secara turun-temuru dan unsur melebih-lebihkan cerita, jelas ada, sehingga orang pun jadi tak dapat membedakan mana dongeng, mana fakta, apakah ? Pitung sebagai perampok atau sebagai pejuang ?. Begini kisahnya.
Tradisi
lisan terkait Si Pitung telah menyebar dari mulut ke mulut meski
berlebiah-lebihan tapi realita keberadaan sosok heroic itu memang ada. Cerita terkait kehebatan Jawara Rawa Belong
tak jarang diselimuti kabut tebal, suatu
cerita rakyat yang berkembang menyebut Si Pitung adalah pembela kaum
tani dan mereka yang teraniaya. Alih-alih penjahat. Kisah
Pitung bermula dari sosoknya yang hidup di lingkungan keluarga Betawi di Rawa
Belong, seorang peria kelahiran Pangumben, Rawa Belong itu sudah
sedari kecil dibiasakan belajar perkara ilmu agama dan main pukulan. Sore
mengaji, malamnya berlatih maen pukulan
atau silat.
Tradisi
Betawi itu jadi alasan Pitung geram kala melihat penindasan. Ia tak peduli dengan siapa saja yang
melakukan penindasan pasti akan
dilawan, apakah kaum bumiputra (tuan tanah) ataupun orang Belanda.
Kegeraman itu diperkuat dengan
pengalamannya kehilangan uang. Pitung sakit hati. “ Menurut
satu cerita rakyat, Pitung terpaksa melakukan perampokan setelah uang yang dia
terima dari hasil penjualan kambing ayahnya di pasar di Pasar Tanah Abang, dicuri. Usahanya untuk mendapatkan kembali uang dari
si pencuri membangun reputasinya sebagai seorang jago ”,
Ujar SiDin Sejarawan Bondan Kanumoyoso dalam buku Ommelanden (2023).
Kejagoan disini merujuk kepada seseorang yang
menggunakan ilmu maen pukulan untuk menegakkan kebajikan. Ia sangat membenci penjajahan karena
baginya penjajah dan tuan tanah lintah darat hanya tahu memeras kaum
bumiputra dan harus diberi pelajaran agar lenyap dari tanah leluhurnya, Betawi. Kekesalannya itu berbuah ide merampok
kekayaan tuan tanah dan penjajah Belanda,
karena Pitung yakin harta benda
yang dirampoknya adalah hak rakyat kecil. Ia
sering membagikan hasil rampokannya kepada mereka yang tak berpunya, nah
hasil kebaikannya itu membuat imej Pitung dikenal sebagai Robin
Hood dari Betawi.
Aksi Pitung
1892-1983
Rumah kediaman Si Pitung |
Aksi
perampokan Pitung yang paling besar diketahui hadir di dua rumah orang kaya.
Rumah dari Nyonya de C dan rumah Haji Sapiudin – seorang keturunan Bugis dari
Marunda. “ Pada malam antara 30-31 Juli 1892, Si Pitung
bersama lima orang dari gerombolannya (Abdul Rahman, Moedjeran, Merais, Dji-ih,
dan Gering) dipersenjatai pistol menyusup masuk ke rumah haji. Seorang bandit diantaranya mengancam pemilik rumah dengan
senjata api. Tembakan dilepaskan seorang rekannya supaya penghuni kampung tidak
mendekat ”, Ujar SiDin sejarawan Margreet van Till dalam
buku Batavia Kala Malam : Polisi, Bandit,
dan Senjata Api (2018).
Perampokan
itu berhasil. Pitung dan gerombolannya
berhasil menggondol banyak harta benda, konon harta benda itu sebagiannya dibagikan kepada
warga yang tak berpunya. Kabar aksi perampokan Pitung mulai menyebar membawa
kepanikan. Orang Belanda panik, orang
Betawi justru bersorak gembira, sembari
mereka meyakini Pitung sebagai ikon perlawanan terhadap
penjajahan. Orang Betawi tak terlalu
peduli dengan status Pitung dianggap orang Belanda sebagai bandit dan penjahat.
Aksi Pitung
pun sempat dilumpuhkan. Pitung dan gerombolannya sempat merasakan dinginnya sel
dari Penjara Meester Cornelis (sekarang :
Jatinegara). Namun,
penjara itu tak mampu mengekang aksi Pitung jadi manusia bebas. Ia mampu melarikan diri dari penjara dan Pitung terus buat onar. Beberapa kali dianggap telah membunuh
penyelidik dari aparat keamanan. Schout
Hinne yang digadang-gadang sosok polisi terbaik Batavia ikut terlibat melakukan
pengejaran dan berhasil. Pitung baru bisa dilumpuhkan pada Oktober 1983.
Simbol
Perlawanan
Pitung
Boleh meninggal dunia, tapi imbas dari aksi-aksinya terus meneror orang
Belanda. Ambil contoh kesaksian
penasehat urusan bumiputra pemerintah Hindia-Belanda Snouck Hurgronje pada
1902. Kesaksian itu dibuat saat Pitung sudah meninggal beberapa tahun yang
lalu. “
Di Betawi dan Maester Cornelis, enam sampai delapan tahun yang lalu
ketidaknyamanan jauh lebih besar daripada sekarang. Residen Von Schmidt
kehilangan akal karena harus mengadakan
operasi yang sia-sia melawan Pitung dan teman-temannya, serta karena banyaknya
peristiwa perampokan di jalan dan pembobolan rumah yang kurang ajar ”,
Ungkap Snouck Horgronje dengan Cakap besarnya, dikutip buku Nasihat-Nasihat C. Hurgronje
Semasa Kepegawaiannya di Hindia-Belanda 1889-1936 Jilid IV (1991).
Imej Pitung di mata Belanda tak jauh dari seorang bandit, penjahat atau perampok. Namun, tidak di mata orang Betawi. Budayawan Betawi, Ridwan Saidi menganggap Pitung sebagai simbol perlawanan. Aksi Pitung merampok dapat menimbulkan rasa kepanikan luar biasa di antara penjajah. “ Bagi orang Betawi, yang penting Pitung telah melakukan perlawanan terhadap penjajah. Ia telah membuat panik kekuasaan kolonial. Ia merepotkan polisi Belanda. Rakyat memperoleh kepuasan menyaksikan bagaimana Pitung berhasil mengecoh polisi Belanda ”, Cakap SiDin Ridwan Saidi dalam buku Profil Orang Betawi : Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya (2001).
Sebuah Film Si Pitung dibintangi Dizky Zulkarnaen
Si Pitung Jawara Anak Betawi, melibas ketidak adilan.
Merampok Belanda dan anteknya untuk orang Betawi miskin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar