Jumat, 09 Agustus 2024

“ GEGER PECINAAN “, SEJARAH PEMBANTAIAN ORANG CHINA DI BATAVIA TAHUN 1740

NusaNTaRa.Com  

byMuhammaDNunukaN,       J    u    m    a    t,    1   4      J      u      n     i      2   0   2   4

Sketsa Peristiwa pembantaian Wong China oleh VOC di Batavia 
dinela sebagai "GEGER PECINAAN "

Kota Jakarta   sebagai  kota terbesar di Indonesia  sejak dahulu  jadi saksi bisu  berbagai peristiwa bersejarah bukan hanya pembangunan tapi juga saksi kepedihan.    Jakarta pernah dadi saksi era kebangkitan nasional,  keadaan itu membuat Jakarta didaulat sebagai lokasi Sumpah Pemuda hingga peristiwa terbesar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan kerusuhan sosial.   Jakarta  tak  hanya memuat   sejarah kemajuan tapi  juga sejarah kelam.   Bahkan  kota yang dulunya berjuluk Ratu dari Timur pernah jadi gelanggang pembantaian massal orang China  yang popular dengan istilah peristiwa Geger Pacinan.

Awal-awal  keberadaan bangsa  Belanda ketergantungan  mereka  terhadap orang China tak dapat diragukan.   Hubungan itu telah berjalan dengan manis sedari kongsi dagang Belanda, VOC membangun Batavia (sekarang: Jakarta) pada 1619  dan  VOC yang biasa disebut Kompeni merasa butuh bantuan orang China untuk membangun Batavia.   Keinginan itu beralasan. Orang Belanda tak bisa memanfaatkan tenaga kaum bumiputra karena takut akan risiko konfliknya besar  lalu  kompeni lalu beralih kepada kaum cinta damai dan tak suka perang, tapi suka uang  :   orang China.

Untuk itu kompeni menyediakan ‘karpet merah’ kepada orang China yang mau hidup di Batavia  serta  memberikan keistimewaan dan jaminan keamanan ke Orang China,  kompeni pun meminta mereka menggerakan roda ekonomi di Batavia.     Orang China menguasai bidang-bidang penting kegiatan ekonomi kota seperti perikanan, penguasaan kayu, pekerjaan bangunan, pertanian, perkebunan, pemasaran, kerajinan, dan perdagangan dalam negeri dan China. Bermacam-macam pajak yang dipungut oleh Kompeni atas penduduk Batavia terutama dilakukan penarikannya oleh orang-orang China  ”,   Ujar SiDin  Leonard Blusse, Sejarawan dalam buku Persekutuan Aneh : pemukim Cina, Wanita Peranakan, dan Belanda di Batavia VOC (1988).

Hubungan mulai terasa kurang srek

Kedekatan itu menghasilkan simbiosis mutualisme. Penghasilan orang China dipajakin. Tanaganya digunakan untuk membangun banyak bangunan, dari Kastil hingga Balai Kota Batavia. Orang China pun ketiban mujur jadi penduduk Batavia par excellence (tiada tandingannya).    Kompeni menggantungkan untung dari  bisnis perdagangan sudah jadi rahasia umum.   Pegawai-pegawainya pun ikut kecipratan untung.  Namun, geliat bisnis tak dapat ditebak karena bisnis selalu mengarahkan ke dunia hal :  Kadang lagi mujur untung, tapi kadang juga rugi.

Penjajah Belanda sendiri pernah merasakan rugi karena kalah bersaing berdagang gula dengan kongsi dagang asal Inggris, EIC pada 1730-an.  Kondisi itu berimbas pada stabilitas ekonomi di Batavia  sehingga  orang China yang banyak  'mendewakan'  bisnis gula gulung tikar hal ini diikuti krisis pada  pemilik kebun tebu, pabrik  dan buruh.   Merekapun  mulai memecat pekerjanya, orang China banyak jadi pengangguran  berlanjut  tak sedikit orang China yang kesulitan menghidupi diri sehari-hari,  ini dipersulit dan  diperkeruh oleh tanaga kerja asal China yang terus berdatangan ke tanah air.

Ilustrasi ;  Cover Buku  GEGER PECINAAN

Kompeni  jadi kewalahan.   Orang-orang China yang berdatangan menambah daftar pengangguran sehingga  banyak  laporan menyebut orang China kedapatan merampok orang Belanda.   Kompeni mencoba ambil jalan tengah mengatasi ini,  sehingga semua orang China harus memiliki surat izin tinggal.     Pada tanggal 12 Juni 1736, VOC kembali membuat peraturan yang memerintahkan kepada pejabat-pejabat China yang berada di Batavia. Peraturan itu adalah untuk mengadakan pendaftaran bagi semua warga China yang tidak memiliki surat ijin untuk dapat tinggal di Batavia  ”,    Ujar Cakap  Hembing Wijayakusuma dalam buku Pembantaian Massal 1740: Tragedi Berdarah Angke (2005).

Barang siapa yang tak memiliki izin, maka akan diasingkan Belanda ke luar negeri.   Mereka  berencana  akan  dibawa ke Sri lanka atau Afrika Selatan.   Namun, Kompeni berlaku seenak jidat hadir.   Mereka bertindak seraya hakim dalam menentukan yang layak dibawa keluar Batavia.   Pejabat Kompeni tak peduli dengan surat izin,  satu-satunya yang mereka peduli adalah siapa yang membayar lebih bahkan desas-desus beredar,  orang China yang dibawa pergi justru dibunuh Kompeni di tengah lautan dengan cara ditenggelamkan.      Suatu cerita beredar di antara orang China bahwa ini cuma trik pemerintah untuk menguasai para korban  dan bahwa sesudah itu orang-orang China malang itu akan dilemparkan ke luar kapal di tengah laut  ”,   Ujar SiDin Bernard H.M. Vlekke  (Nusantara,  2008).

Pembantaian Orang China

Orang China yang tinggal di luar Kota Batavia -Ommelanden - percaya dengan desas-desus yang menyebar. Mereka mengganggap orang Belanda tak tahu diuntung. Rapat diperkebunan tebu mulai dilakukan.   Orang China yang dikenal tak suka perang justru terbakar amarah untuk melakukan pemberontakan. Mereka menghimpun kekuatan dan mulai menyiapkan senjata.  Pemberontak pun digelar pada 8 Oktober 1740.

Para pemberontak  (China) menyerang pos-pos terdepan Kompeni dengan senjata ala kadarnya,  bergelimpanganlah korban jiwa  pihak Belanda.   Kompeni berang.   Mereka mulai menggeledah rumah dan tempat usaha orang China di dalam Batavia pada 9 Oktober 1740. Pemeriksaan itu dilakukan untuk mencari penyokong pemberontakan dan senjata.     Mereka tak menemukan keterlibatan orang China di kerusuhan.  Tiada senjata, tiada pula penyokong pemberontakan.  Petaka yang tak diinginkan muncul, pemicunya  sebuah rumah di Batavia terbakar.   Konon  perintah  Gubernur Jenderal untuk membunuh  orang China  di Batavia dan Ommelanden (daerah luar Batavia).   Amarah orang Belanda  tak terkendali. Mereka mulai memenuhi jalanan dengan berbagai senjata tajam di tangan.

Mereka mulai menyasar rumah orang China dan merampok harta bendanya  dan orang China pun dibunuh.    “Para kelasi, pegawai kantor, tentara, tukang galangan kapal, budak belian –semua orang berlarian ke jalan, masuk ke rumah, warung serta toko China serta membunuh :   pria, wanita, bahkan anak-anak  ”,  Ujar SiDin Adolf Heuken dengan Ahmadernya (Manisnya)  dalam buku Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta (2016).    Jalanan Batavia dipenuhi mayat dengan darah yang berceceran dari  Belanda yang  menyasar semua   orang China.  Biadabnya lagi, rumah sakit China juga ikut disasar.

Eksekusi terhadap orang China  berlanjut  ke orang China tergolong narapidana,  mereka tak ada yang selamat  dibunuh  di penjara Balaikota  dan mayat  dibuang ke sungai.   Saking banyaknya mayat, orang-orang bisa menyeberangi kanal tanpa kaki basah terkena air,  kondisi ini wajar karena  orang-orang China yang terbunuh mencapai 10 ribu jiwa.   Peristiwa itu kemudian dikenal dengan nama Geger Pacinan.   Suatu peristiwa yang diyakini sebagai konflik rasial pertama terhadap etnis China di Batavia. Pembantaian itu juga seperti senjata makan tuan. Ketiadaan orang China di Batavia membuat ekonomi lumpuh. Kompeni jadi kebagian apes.

Pemukiman Pecinaan di Batavia 


Orang China  mitra Belanda  dalam penjajahannya.

Belanda membunuh China karena pemberontakannya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BANJIR BESAR MELANDA NEGERI MYANMAR TELAH MENELAN KORBAN 226 KORBAN

NusaNTaRa.Com       byPunGKadA,       J  u  m  a  t,    2   0     S   e   p   t   e   m   b   e   r     2   0   2   4 Banjir di Myanmar mene...