Rabu, 20 Maret 2024

MAMI VERA TRANSPUAN PERTAMA CALEG DI NTT, AWAL KEHIDUPANNYA DI TOLAK MASYARAKAT

NusaNTaRa.Com  

byBambanGBiunG,         S  a  b  t  u,    1   0     F  e  b  r  u  a  r  i     2   0   2   4

Mami Vera Transpuan pertama yang Caleg di  NTT

Di saat sejumlah pemerintah daerah sedang menyiapkan dan membuat peraturan anti-LGBT,  di Kabupaten Sikka  NTT, seorang transpuan mendapat dukungan sebagai calon anggota legislatif daerah  adalah Vera Cruz melenggang dengan percaya diri sambil menjinjing tas kecil yang dipenuhi kartu dan stiker bergambar dirinya.   Sosok yang memiliki panggilan Mami Vera  menyapa  orang yang sedang berada di kebun,  sambil bercakap  dengan  bahasa setempat ia  membagikan kartu dan stiker kepada para pekerja yang tengah bersiap membersihkan gulma di kebun jagung,   " Saya nyaleg  ",  Ujar SiGaluH Mami Vera kepada orang yang ditemuinya.

Mami Vera terdaftar atas nama Melkiades Mas Mangdare. laki-laki 47 tahun diusung Partai Amanat Nasional (PAN) dengan Nomor Urut Lima  merupakan satu-satunya calon legislatif (caleg) transpuan di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, dalam Pemilu 2024,   untuk pemilihan DPRD Kabupaten Sikka.   Dalam kampanyenya dia tetap menjadi Vera Cruz, meski tanpa rambut dengan potongan bob yang tak sampai sebahu,    “  Tapi biar rambut pendek kan tetap berlipstik, tidak menjadi masalah  ”,  Ujar SiDin Vera Cruz   kepada BBC NusaNTaRa.Com di ruang tamu rumahnya.

Mami Vera seperti menjadikan lipstik merah sebagai identitasnya,  membuatnya berbeda dengan caleg-caleg lainnya.   Pukul 09.00 pagi, Mami Vera sudah siap dengan kemeja biru dan celana putihnya, setelan pakaian yang dia anggap merepresentasikan partai pengusungnya.   Setelah memakai sandal bermodel selop berwarna cokelat keabu-abuan dan mengunci pintu rumahnya, Mami Vera berangkat kampanye,    Mami sempat ragu di awal, mempertanyakan mengapa saya ? Ketakutan saya bahwa, ih saya diterima tidak ? Saya ikuti saja alurnya mau dibawa ke mana   ”,  Cakap Besar Mami Vera dengan Ahmadernya (Manisnya).

Segala kemudahan yang dia dapatkan ketika proses pendaftaran membuat dia yakin kalau  “ini adalah jalan Tuhan”.   Melkiades Mas Mangdare akan bertarung dengan caleg-caleg lainnya di daerah pemilihan (dapil) dua, yang mencakup enam kecamatan, yaitu Kecamatan Lela, Nele, Kewapante, Koting, Hewokloang, dan Kangae.

Mami Vera berjalan menghampiri beberapa pedagang sambil membagikan kartunya.   Kartu itu, kata dia, memudahkan orang-orang yang tidak bisa membaca, para lansia  dan difabel untuk memilihnya,  "  Tinggal menunjukkan kartu ini saja ke petugas, nanti dia bantu coblos  ",   Ujarnya menjelaskan.   Mami Vera bercakap-cakap sedikit dengan para pedagang,  menyampaikan maksud  berkampanye,     Partai apa  ?  Nomor urut berapa ?  ”,  Ujar salah satu pedagang dalam bahasa daerah,    Kok tidak ada baliho ?  ”,   Tanya  lainnya  dan    Baliho ada, sudah dipasang kemarin di depan rumah, di Geliting  ”,  jawab Mami Vera.

Mami Vera bilang banyak orang belum mengetahui kalau dirinya ikut dalam kontestasi Pemilu 2024 sebagai caleg di DPRD Kabupaten Sikka, termasuk saudara-saudaranya. Tak heran banyak di antara mereka yang masih kaget.   Vera Cruz sengaja memulai kampanye dari lingkungan keluarga dan saudara-saudaranya sendiri,  menurut dia, mereka bisa membantunya berkampanye.    Saya kasih kartunya banyak ke mereka karena nanti mereka bilang akan membagikan lagi ke yang lain  ”,  Ujar Mami Vera menjelaskan. 

Selama perjalanan kampanyenya, pencalonan Mami Vera sebagai wakil rakyat tampaknya diterima baik oleh warga-warga di dapilnya,  tak  satu orang pun yang mempermasalahkan identitasnya sebagai transpuan.   Tidak ada kata-kata merendahkan yang terlontar dari mulut satu orang pun ketika Mami Vera dengan gincu merah menghiasi bibirnya melenggang di bawah terik matahari dengan setelan biru-putih untuk berkampanye,     Yang kami kenal waria sekarang itu hanya buka salon, tapi untuk yang sampai yang mau duduk di legislatif, baru pertama kali ini  ”,  Cakap SiDin Emanuel Isak, warga Desa Watuliwung.

Mami Vera Caleg DPRD Kabupaten Sikka

Menurut Emanuel, pencalonan Mami Vera bisa mengangkat citra komunitas transpuan menjadi lebih bagus, “Jadi orang tidak beranggapan kalau waria ini seperti yang mereka nilai”.    Andry, 30 tahun, warga Desa Watuliwung lainnya mengatakan komunitas transpuan yang hidup berdampingan dengan mereka memiliki “tata krama” dan selalu “bertegur sapa” dengan masyarakat sehingga pencalonan Mami Vera bisa diterima dengan mudah.   Senada, Umiyanti, warga Desa Watumilok yang baru lulus dari bangku kuliah, juga tidak menolak pencalonan transpuan sebagai wakil rakyat,      semua orang berhak menentukan jalan hidupnya  ”, Ujarnya menyetujui.

Mami Vera bilang banyak orang belum mengetahui kalau dirinya ikut dalam kontestasi Pemilu 2024 sebagai caleg di DPRD Kabupaten Sikka, termasuk saudara-saudaranya. Tak heran banyak di antara mereka yang masih kaget.   Vera Cruz sengaja memulai kampanye dari lingkungan keluarga dan saudara-saudaranya sendiri,  menurut dia, mereka bisa membantunya berkampanye.    Saya kasih kartunya banyak ke mereka karena nanti mereka bilang akan membagikan lagi ke yang lain  ”,  Ujar Mami Vera menjelaskan. 

Di Kabupaten Sikka, keberadaan komunitas transpuan mulai terlihat pada tahun 80-an dan baru mulai diterima di masyarakat setelah reformasi, kata dosen Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero, Khanis Suvianita, yang meneliti komunitas transpuan di Kabupaten Sikka.      Setelah reformasi, suasana kota berubah.   Penerimaan masyarakat, juga kelompok dari tokoh-tokoh agama menjadi terbuka.  Lalu gerakan hak asasi manusia di sana juga terlihat, gerakan yang didukung juga oleh para tokoh agama  ”,  Cakap SiGaluH Khanis  Suvianita.

Pada tahun 1980-an komunitas transpuan di Maumere sampai  “takut keluar rumah”.   Dalam wawancara bersama komunitas transpuan, Khanis Suvianita  mendapatkan pengakuan bahwa ada masanya para transpuan diteriaki, dihina, bahkan disiram air, dilempar pasir, hingga dilempar batu,    Tidak mudah pada waktu itu  ”,  Ujar SiGaluh  Khanis Suvianita.   Para transpuan menjadi sangat berhati-hati dalam bertindak karena mereka tidak mau penghinaan terhadap mereka juga memberikan dampak bagi keluarga.

Mami Vera menceritakan bagaimana dia menghadapi warga yang “mendiskriminasi” mereka.   Dulu, komunitas transpuan kerap pendapat  “hinaan”  dan  "ejekan",   Mami Vera menghadapinya dengan memberikan pengertian, alih-alih memancing keributan,     Saya menjelaskan ke dia bahwa saya juga bagian dari kehidupanmu, bagian dari keluargamu, kita juga sama-sama orang Maumere, kita mau ke mana-mana, masih keluarga semua. Jadi, terimalah saya  ”,  Ujar SiDin Mami Vera dengan Plabomoranya (Hebatnya).

Ternyata keterampilan yang telah dikuasai para transpuan itu bisa memenuhi kebutuhan masyarakat di Sikka, bahkan disebut "tak tergantikan" dan suara kelompok LGBT UNTUK Pemilu 2024  “ Kami tidak akan lagi mau termakan janji palsu politisi  “ . Akhirnya kehadiran dan peran mereka bisa diterima di tengah kehidupan sosial masyarakat.   Menurut Khanis Suvianita, kemauan mereka untuk terlibat aktif dalam lingkungan juga menjadi salah satu pendorong mereka bisa diterima di masyarakat.

Kegiatan-kegiatan nyata mereka di tingkat RT. Saat ada tetangga yang menggelar pesta, mereka hadir membantu. Begitu juga ketika ada kedukaan. Mereka juga aktif dalam kegiatan-kegiatan di gereja.     Ketika ada persoalan di dalam masyarakat mereka datang. Itu yang membuat masyarakat setempat itu juga melihat kontribusi mereka    dan     Masyarakat di sana [Sikka] itu kan tidak sekadar melihat identitas gender seseorang. Ketika orang memiliki keterampilan, maka keterampilan itu sangat dihargai. Jadi apakah mereka itu perempuan, laki-laki, atau waria, itu mereka pasti punya tempat  ”,  Ujar SiDin Khanis  Suvianita.

“ Dulu kecilnya mereka, ada penolakan dari keluarganya.  Jadi itu Mami hadir dan minta, ini anak saya. Sekarang mereka sudah punya usaha sendiri, jadi kembali ke rumah masing-masing dan orang tua dan keluarga besar sudah menerima mereka ”, ungkapnya.  Mami Vera menjabat sebagai Ketua Perwakas sejak 2017 sampai sekarang. Seharusnya masa jabatannya hanya berlaku lima tahun, tetapi saat pandemi komunitas transpuan itu tidak menggelar pemilihan ketua baru sehingga Mami Vera harus melanjutkan masa baktinya.  Dia bersyukur, di umur Perwakas yang sudah 25 tahun, mimpi dia dan teman-temannya untuk membuat komunitas transpuan diterima di tengah masyarakat sudah terwujud.

Mami Vera juga sering diminta sebagai pemandu acara atau master of ceremony (MC) di beberapa acara gereja atau pesta.   Tidak jarang juga dia diminta menyanyi  dia juga diminta untuk memasak, seperti di acara kedukaan tetangganya beberapa hari sebelum kami menemuinya.   Mami Vera yang selalu menyebut dirinya “sederhana”  tidak memiliki modal banyak untuk menjadi caleg.  Pengadaan baliho saja, dibantu oleh partai dan kartu-kartu pamungkasnya itu juga difasilitasi partai,     Saya kalau mau menggadaikan sertifikat tanah buat dapat Rp500 juta untuk kampanye sebenarnya bisa, tapi saya tidak mau. Nanti saya malah fokus memikirkan bagaimana uang itu kembali, daripada memikirkan rakyat ”,  ujarnya.

Mami Vera berjalan di Pasar membagi Kartu Nama dan Poster

 

Mami Vera Transpuan pertama  Caleg di NTT .

Kenyataan sikap  bermanfaat diterima masyarakat.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DESA WAE REBO OLEH TIMEOUT TERMASUK SEBAGAI KOTA TERKECIL TERINDAH DI DUNIA.

NusaNTaRa.Com     byBambanGNunukaN,        S   e   l   a   s   a,     0    7       M     e     i        2    0    2    4     Rumah Adat Mb...