Rabu, 06 Maret 2024

CAME ON MENGIKUTI TREN BARU WISATA DI BALI, BERENANG BERSAMA LUMBA-LUMBA

NusaNTaRa.Com

byIrkaBPiranhA,        R   a   b   u,    0   6     M   a   r   e   t     2   0   2   4

Para Turis bersnokling bersama Jukung menyaksikan Lumba-lumba dan karang

Habitat Lumba – lumba diperairan Lovina, Kabupaten Buleleng, Bali menjadi objek wisata saat ini,  sebagaimana  dua  turis dari Perancis dan lima penimpang lain di akhir tahun 2023 lalu yang  menumpangi Perahu bermotor kesana.    Mereka mengenakan pakaian renang, alat snorkeling, kamera underwater, dan lainnya,   cakapnya mereka  tertarik atraksi  swim with dolphin atau dolphin swim. Tawaran wisata lumba-lumba di pesisir utara Bali ini  selama puluhan tahun  terakhir ini, atraksinya melihat lumba-lumba (dolphin watching) dari jukung tradisional bermotor yang dipacu mengikuti mamalia itu berenang.

Kehadiran lumba-lumba hampir di sepanjang tahun telah menjadikan perairan Lovina penuh daya tare. Bisa dipastikan, pengunjung pasti akan bersua dengan  lumba-lumba yang beraktivitas mencari makan terutama pagi hari, mulai matahari terbit sampai siang,  sering kali tak jauh dari  sokitar pantai antara 15-20 menit saat memacu perahu dari pantai.  Saat puluhan perahu sudah berkumpul di titik lumba-lumba, pengemudi perahu segera memberi isyarat turis yang ikut swim with dolphin  itu untuk bersiap turun ke gantungan tali dengan pegangan kayu di cadik bagian depan di sisi kiri dan kanan.

Kedua turis itu turun bersamaan di kedua sisi Cadik  perahu bagian depan,  mesin menderu  mengikuti alur lumba-lumba yang berenang lincah dihadapan.   Sang kapten terdengar memberi isyarat kemunculan lumba-lumba sehingga kedua turis harus bersiap dengan kameranya mengarah ke bawah laut untuk merekam gerakan lumba-lumba di bawah mereka.   “Look, in front, in front”,   seru kapten jukung yang saya tumpangi bersama turis Prancis itu menunjuk ke depan, agar mereka bersiap snorkeling lagi dengan kameranya.   Rombongan lumba-lumba nampak di permukaan, kemudian menyelam dangkal lagi. Punggungnya berkilatan, tersapu cahaya mentari yang sudah merangkak naik dari kaki langit.

Perjalanan naik jukung ini tanpa ngebut mengikuti lumba-lumba sudah menenangkan mata dimana  para turis bersiap pukul 05.30 sebelum matahari muncul. Jelang sampai titik habitat mamalia lucu itu, berkas cahaya matahari biasanya sudah memendar jingga, sampai bulat sempurna.   Keseruan menengo lumba-lumba dari Jukung dan menikmati matahari  kini jadi kurang,  seperti media sosial mendorong turis untuk membuat konten lebih heboh dari yang sudah ada,  seperti video-video di media social menjadi obrolan atraksi Dolphin watching  yang menarik seperti  gambar  menunjukkan laju lumba-lumba dan si turis di atasnya, inilah kebanggaan mereka.

Dolphin watching saja harganya kini sekitar Rp75-100 ribu untuk domestik (tergantung jumlah penumpang di jukung), maka jika ingin ditambah atraksi swim with dolphin, harus menambahkan sekitar Rp50 ribu per orang.   Antusiasme atraksi swim with dolphin ini nampaknya besar, bahkan ada turis yang membawa kamera profesional underwater layaknya pembuat film documenter,  Tarmidi banget seriusnya.

Perahu terus melaju mengikuti  dolphin swim ,  harus kuat memegang kayu atau tali tambang di penyambung cadik dan  biasane kemampuan  berpegangan paling lama 15 menit,  kemudian diminta naik ke perahu untuk istirahat, tapi bisa beberapa kali turun naik sampai mendapatkan gambar yang diidamkan.  Tak jarang ada yang melepaskan pegangan dan tertinggal, terapung di belakang. Tapi kemudian dicari oleh kapten jukung. Atraksi yang cukup berisiko terkena benturan perahu atau hempasan arus.

Zul salah siji kapten jukung mengakui belum ada panduan standar, hanya mengandalkan pengetahuan umum, jangan memotong alur berenang si lumba-lumba.   Ia mengakui  mensyaratkan jukung sangat dekat dengan lumba-lumba karena turis hendak memotret atau memvideokan dirinya seolah berenang dengan mereka di bawah laut.   “Banyak yang tidak tahu caranya. Bayangkan ada 400-500 perahu, ada yang cuma lihat uangnya, tidak punya skill  melaut, itu yang bikin runyam  ”,  Keluh SiDin Zul dengan Soppengernya (Jumawanya). 

Para turis melihat berbagai jenis lumba-lumba di perairan Lovina,
Buleleng, Bali

Putu Liza Mustika, peneliti mamalia dan pernah melakukan serangkaian penelitian di Lovina memberi catatan berdasar referensi sejumlah jurnal terkait wisata jenis ini.   Ia merangkum dampaknya seperti kesatuan kelompok lumba-lumba bisa terganggu dan menyebabkan mereka bisa berpindah tempat,   “  Jika waktu untuk istirahat dan makan berkurang, maka hewan akan kurang fit dan mudah terkena penyakit  ”,  Ujar  SiGaluh Putu Liza Mustika menerangkam.

Dikutip dari Marine Mammal Science, 29(4): E484–E497 (October 2013) oleh the Society for Marine Mammalogy, selama dua dekade terakhir, mengamati satwa liar telah berkembang dari pengalaman langka menjadi aktivitas pariwisata arus utama.  Spesies yang menjadi sasaran berkisar dari serangga, burung, reptil, dan ikan hingga berbagai macam mamalia darat dan laut, termasuk cetacean.  Pariwisata Cetacea (seperti paus, hiu dan pesut. lumba-lumba masuk Ordo Cetacea), khususnya, telah berkembang menjadi industri global selama puluhan tahun. Diperkirakan menghasilkan pengeluaran tahunan biaya sekitar US$2,1 miliar, dengan 3.300 operator menawarkan pengalaman terkait Cetacean (O’Connor dkk. 2009).

Peningkatan ini jumlah wisata cetacea telah menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan dampaknya terhadap target hewan dan populasi (Spradlin et al. 2001),  seperti dampak gangguan yang dilakukan oleh kapal pengamat paus dan lumba-lumba adalah perubahan lingkungan hewan sasaran, termasuk penurunan proporsi waktu menghabiskan waktu untuk makan, istirahat, dan bersosialisasi (Lusseau 2003a dan Steckenreuter dkk. 2012).

Selain itu, hewan juga bisa mengubah kekompakan kelompok atau mengubah jangkauan mereka untuk menghindari area di mana perahu beroperasi. Lumba-lumba hidung botol di Sarasota, Florida, serta di Shark Bay, Australia Barat, menunjukkan penyebaran kelompok yang lebih ketat di sekitar kapal (Nowacek dkk. 2001, Bejder dkk. 2006b). Bejder dkk. (2006a) juga mengemukakan bahwa lumba-lumba hidung botol di Shark Bay mungkin telah mengubah wilayah jelajahnya sebagai respons terhadap paparan jangka panjang kapal wisata komersial. Kecepatan kapal, manuver, dan sudut pendekatan dengan tingkat tinggi umumnya mengakibatkan peningkatan gangguan pada hewan.

Perilaku seperti makan, istirahat dan bersosialisasi sangat penting untuk keberhasilan reproduksi suatu populasi (Bronson 1985), dan gangguan terhadap perilaku ini mungkin dapat menyebabkan tingkat reproduksi yang lebih rendah dan penurunan populasi dalam jangka menengah dan panjang. Menyusui anak lumba-lumba, misalnya, sering dilakukan terjadi ketika hewan sedang beristirahat. Lumba-lumba hidung botol tetap berdekatan satu sama lain ketika ada kapal untuk meningkatkan deteksi dan kewaspadaan predator. Hal ini bisa menjadi tanda bahwa mereka sedang stres atau merasakan bahaya (Johnson dan Norris 1986).

Made Arnika, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Buleleng pada sebuah diskusi sebelumnya memaparan ikhwal berkembangnya kawasan wisata perairan di Buleleng termasuk dolphin watching di Lovina.    Perda RTRW Bali No.16/2009 mengamanatkan bahwa beberapa perairan Buleleng termasuk dalam rencana peruntukan kawasan konservasi (Pasal 45-Kawasan Konservasi Perairan-Tembok-Tejakula, Pejarakan-Pemuteran dan Pasal 48 Kawasan Lindung Lainnya-Kawasan Terumbu Karang Bondalem-Pacung, Patas-Celukanbawang, Kalisada Umeanyar, Kaliasem-Tukadmungga).

Kemudian Agustus 2011, Bupati Buleleng menandatangani SK Nomor 523/630/HK/2011 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Buleleng dengan luas lebih dari 14 ribu Ha. Luas wilayah perairan yang dicadangkan: Taman Wisata Perairan Buleleng Timur seluas 6.661,68 Ha (di seluruh perairan pantai Kecamatan Tejakula sampai batas sejauh 1,5 mil dari pantai), Taman Wisata Perairan Buleleng Tengah seluas 6.727,91 Ha (di sebagian perairan Kecamatan Buleleng, Banjar, Seririt tepatnya dari Desa Anturan-Sulanyah), Taman Wisata Perairan Buleleng Barat (di Desa Pemuteran) seluas 651,24 Ha.

KKP Buleleng Timur di perairan se-Kecamatan Tejakula ini awalnya merupakan Daerah Perlindungan Berbasis Masyarakat (Pacung, Julah, Bondalem, Tejakula, Penuktukan dan Sambirenteng). Terkenal dengan nelayan pencari ikan hias dan aktivitas transplantasi karang.   Sementara itu bentuk pengelolaan wisata lumba-lumba di Lovina masih berbasis kelompok jukung. Dengan pendampingan sejumlah peneliti, para kapten kapal minta melakukan empat hal: 1) matikan mesin (atau jika tidak praktis, angkat baling baling), 2) jaga jarak dari lumba-lumba, dan 3) jangan potong jalan lumba-lumba, dan 4) jangan memberi makan.

Para Turis diantar Jukung mengikuti Gerombolan Lumba-lumba


Wisata Berenang bersama-sama Lumba-lumba, asik.

Di perairan Lovina Bali keberadaan Lumba-lumba terusik.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PARI GERGAJI GIGI KECIL DAPAT SURVIVE DENGAN BAWAAN PARTHENOGENESIS BILA TERTEKAN

NusaNTaRa.Com byIrkaBPiranhA,         S     e    n    i     n,        0    6      M    e    i      2    0    2    4   Pari Gergaji Gigi Ke...