Minggu, 28 Agustus 2022

SEJARAH DAN ASAL USUL NAMA KABUPATEN BANYUWANGI

NusaNTaRa.Com

byJoneDPringgoNDandI,    S  a  b  t  u,    2   7      A  g  u  s  t  u  s     2  0  2  2 

Kabupaten Banyuwangi  atau  daerah tingkat II di  Provinsi Jawa Timur  Jawa Timur ini merupakan Kabupaten terluas di Provinsi tersebut dengan  luas wilayah sekitar 5.782,50 km2.   Kabupaten yang berada di Ujung Timur P Jawa ini memiliki batas wilayah Bagian Utara berbatasan   dengan Kabupaten Situbondo,  bagian timur berbatasan dengan Selat Bali,  bagian selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia  dam   bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Bondowoso.   Kabupaten Banyuwangi  berupa  dataran tinggi berupa  pegunungan  yang menjadi penghasil   produk Perkebunan  dan dataran rendah dengan  potensi produk pertanian serta biota laut.

Asal-usul Nama Banyuwangi

Kabupaten Banyuwangi   dulune  dipimpin  seorang rojo  “Prabu Sulahkromo”,  beliau memiliki  seorang patih  yang gagah, berani, dan bijaksana bernama Patih Sidopekso.   Patih Sidopekso memiliki seorang istri yang cantik dan baik hati  bernama   “Sri Tanjung”,  legenda ini bermula  ketika  Prabu Sulahkromo jatuh hati kepada Sri Tanjung  dam sang  prabupun berusaha untuk menaklukkan hati Sri Tanjung dengan berbagai cara.

Suatu ketika  Patih Sidopekso menjalankan sebuah tugas dengan   yang diberikan  Prabu Sulahkromo,  namun sepeninggalnya  Prabu Sulahkromo melancarkan aksinya untuk merayu Sri Tanjung.   Namun, Sri Tanjung tetap teguh pada pendiriannya sebagai istri yang selalu berbakti kepada suami membuat Prabu Sulahkromo merasa marah lantaran cintanya ditolak mentah-mentah.    Prabu Sulahkromo  kemudian mempitnah Sri Tanjung dengan bercerita  pada suamine  bahwa  Sri Tanjung  telah mendatangi dan merayunya.  Tanpa berpikir panjang, Patih Sidopekso langsung menemui Sri Tanjung dengan penuh amarah dan tuduhan yang tidak beralasan.

Menanggapi  pitnah itu,  Sri Tanjung yang lugu dan jujur tidak membuat hati Patih Sidopekso luluh  malah  Patih Sidopekso justru semakin marah dan mengancam akan membunuh istrinya,   kemudian  menyeret Sri Tanjung ke tepi sungai yang keruh dan kumuh.  Sebelum dibunuh oleh suaminya, Sri Tanjung punya permintaan terakhir  yaitu  meminta agar jasadnya diceburkan ke dalam sungai keruh tersebut,  dan  jika darahnya membuat air sungai berbau busuk, maka Sri Tanjung telah berbuat kesalahan tapi  jika air sungai berbau harum  maka Sri Tanjung tidak bersalah.

Patih Sidopekso lalu menikam dada Sri Tanjung dengan keris  membuatnya   mengembuskan napas terakhir seketika. Patih Sidopekso segera menceburkan mayat Sri Tanjung ke sungai  dan lama-kelamaan   sungai keruh menjadi jernih dan berbau wangi.  Patih Sidopekso terhuyung dan jatuh. Tanpa sadar, ia mengucapkan kata banyu dan wangi yang berarti air wangi.  Dengan begitu, nama Banyuwangi tercipta sebagai bukti cinta seorang istri pada suaminya.

Sejarah Kabupaten Banyuwangi

Kabupaten Banyuwangi tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Kerajaan Blambangan.  Sejak masa pemerintahan Pangeran Tawang Alun (1655-1691) sampai Kerajaan Blambangan berada di bawah perlindungan Bali (1763-1767), VOC belum tertarik untuk memasuki dan mengelola wilayah Blambangan.   Hingga  Raja Mataram Pakubuwana II menyerahkan  Blambangan kepada VOC  tahun 1743. Namun, VOC masih menganggap wilayah Blambangan sebagai barang simpanan yang akan dikelola jika sudah diperlukan.

Pada tahun  1767 Inggris menjalin hubungan dagang dengan rakyat Blambangan dan mendirikan kantor dagang di bandar kecil Banyuwangi (Tirtaganda dan Tirtaarum). Mengetahui hal itu, VOC langsung bergerak untuk merebut dan mengamankan seluruh wilayah Blambangan.   Setelah berhasil merebut kembali wilayah Blambangan, VOC menunjuk Wilis yang merupakan saudara tiri dan mantan patih dari Pangeran Danuningrat, untuk memimpin wilayah Blambangan.   Wilis memanfaatkan posisinya sebagai penguasa untuk menghimpun kekuatan  untuk menyerang VOC. Pemberontakan Wilis pun berlangsung selama setahun pada 1768.

Sepeninggal Wilis, VOC semakin berlaku sewenang-wenang kepada rakyat Blambangan  bahan pangan mereka dirampas, petani dipaksa menyerahkan hasil panen kepada Belanda, hingga kaum muda yang dipaksa bekerja tanpa upah.   Rakyat Blambangan kemudian berusaha menyelamatkan diri dengan pergi ke daerah bernama Bayu yang terletak di lereng Gunung Raung (sekarang Kecamatan Songgon, Banyuwangi).   Neng Rono,  rakyat Blambangan bertemu dengan salah satu pengikut Wilis yang bernama Jagapati.

Rakyat Blambangan dipimpin Jagapati  sepakat untuk  perang puputan atau perang habis-habisan,  mereka  maju ke medan tempur dengan membawa golok, keris, pedang, tombak, dan senjata api yang merupakan hasil rampasan dari tentara VOC.  Perang yang dikenal dengan nama Puputan Bayu itu berlangsung sejak awal Agustus 1771. Puncak peperangan terjadi pada 18 Desember 1771. Tanggal tersebut kemudian dijadikan sebagai hari lahir Kabupaten Banyuwangi.

VOC mengerahkan 10 ribu personel dilengkapi senjata yang canggih pada masa itu,  serangan rakyat Blambangan yang mendadak membuat pasukan VOC terdesak,   kemudian mundur dan lari meninggalkan semua perlengkapan perang sehingga  peperangan dimenangkan  pasukan Jagapati. Pemimpin VOC yang bernama Vaandrig Schaar dan Comet Tinne tewas di medan pertempuran.

                              

 

 

Kebenaran akhirnya selalu menjadi pemenang,

Banyuwangi  satu legend dari kisah Sri Tanjung.    



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PARI GERGAJI GIGI KECIL DAPAT SURVIVE DENGAN BAWAAN PARTHENOGENESIS BILA TERTEKAN

NusaNTaRa.Com byIrkaBPiranhA,         S     e    n    i     n,        0    6      M    e    i      2    0    2    4   Pari Gergaji Gigi Ke...