Senin, 22 Januari 2024

PETANI PADI PULAU BURU KURANGI MUSIM TANAM DAN GUNAKAN VARIETAS TAHAN CUACA, ADAPTASI IKLIM

NusaNTaRa.Com      

bySolanaNEnembE,        S  a  b  t  u,    3   0     D  e  s  e  m  b  e  r     2   0   2   3

Anggi Setiawan, petani padi asal Desa Waetele, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, Maluku.
Untuk menyisiati iklim yang berubah, petani mencari varietas yang lebih tahan cuaca.

Budi Santoso Ketua Kelompok Tani Sari Murni Desa Waekarta, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, Maluku wajahnya  Sumringah,  kebahagiannya karena panen gabah meningkat drastik,   lahan 25 hektar dari 18 orang anggota kelompoknya  mereka dapat  menghasilkan 3–4 ton gabah/hektar.   Para petani Desa Waekarta amat beruntung saat masuki musim tanam padi kedua, air masih tersedia, sebelum dampak El-Nino melanda Kabupaten Buru,  “  Alhamdulillah, hasil panen musim tanam kedua bisa menutup biaya operasional. Kalau panen merosot lagi musim ini, mungkin petani sudah tidak bisa garap sawah lagi  ”,   Ujar SiDin Budi Santoso dengan Ahmadernya (Manisnya) saat ditemu bual   NusaNTaRa.Com,  Jumat   (03/11/2023).

Meski di tengah ancaman kemarau panjang,   hasil panen sawah para petani Desa Waekarta  mereka masih dapat  bersyukur dan berhasil atas kecukupan air dan minimnya hama tanaman mereka.   Pada musim tanam pertama 2023, mayoritas petani Waekarta hasil panennya merosot tajam  kehidupan merekapun  mengalami kesulitan.   Tahun-tahun sebelumnya, 2021-2022 adalah mimpi buruk bagi para petani sawah,  banyak tanaman padi yang rusak total (puso), kala Pulau Buru dan daerah Kepulauan Maluku dilanda La-Nina.

Cuaca ketika itu tak menentu, bisa tiba-tiba hujan dan panas,  tanaman padi mereka pun masif terserang  hama.  Lahan sawah seluas 272,00 hektar di desa masih  jauh dari target menghasilkan padi  sehingga banyak para petani  terpaksa berhutang menutupi kerugian, demi bisa menggarap sawah.  Salah satunya Witarsa, dia mengaku saat itu tak kembali modal     Sekali musim tanam butuh Rp7,5 juta, di 2021–2022 saya rugi. Hasil panen di bawah 50 persen  ”,   Ujar SiDin Witarsa dengan Boneernya (Rasa takut Dada).  Ketua Gapoktan Desa Waekerta Heriyanto pun mengiyakan  serta menyebutkan kalau petani ketika itu dibebankan ikut arahan Program IP-400 dari pemerintah.

Lewat program tersebut, dalam setahun siklus tanam padi dilakukan 4 kali dengan menggunakan benih padi umur pendek atau Genjah/Super Genjah dengan sistem tabur langsung di sawah. Varietas yang digunakan adalah Cakrabuana, Mekongga  dan Cigeulis.   Namun program itu tidak menghitung adanya perubahan cuaca yang tak menentu  dan ketika musim tanam berlangsung, lebih banyak terjadi hujan ketimbang panas,   ditambah dalam dua minggu selepas panen, lahan langsung dipersiapkan masuk musim tanam kembali. Tanah tak diberi istirahat cukup, kestabilan unsur hara terganggu  dan siklus hama belum sepenuhnya putus.

Walhasil panen kala itu merosot tajam. Tanaman padi terserang wereng cokelat, blas  dan walang sangit.   Meski berkali-kali semprotan hama dilakukan hasilnya nihil  because  hujan yang terus menerus melunturkan obat-obatan kimia itu,     Pokoknya, hama datang silih berganti.  Petani sangat dirugikan oleh program IP-400. Mayoritas sawah puso   ”,   Ungkap SiDin Heriyanto.   Untuk menutupi kerugian, sebagian petani terpaksa bekerja sebagai kuli bangunan atau menanam palawija menutup kerugian  karena  sebagian uang hasil kerja itu dipakai untuk modal menggarap sawah dan membayar hutang di bank.

Jika di Desa Waekarta para petani menikmati hasil panen padinya, hal sebaliknya terjadi di Desa Parbulu, Kecamatan Waelata. Kecamatan ini meliputi desa-desa seperti Waelo, Waetina, Waeflan, Waeleman, Parbulu, Debowae, Dava, Basalale dan Waehata.  Total area sawah adalah seluas 3.835,80 hektar, dengan sawah produktif 1.956,00 hektar dan yang tidak produktif 1.879,80 hektar,   musim tanam kedua 2023, banyak petani yang gagal panen karena padinya banyak yang terserang hama.   Anggi Setiawan, seorang warga setempat, sebut kegagalan ini disebabkan para petani menanam padi tidak serentak,     Ada para petani yang menabur benih padi duluan,    ada juga melewati musim tanam  ”,  Ujar Anggi Setiawan jelas,  semua itu menyebabkan siklus hama tidak putus  dan hama mudah berpindah.

Toto Sudaryanto, Penyuluh Balai Pertanian Kecamatan Lolongguba, Dinas Pertanian Kabupaten Buru menjelaskan ‘kenekatan’ petani ini disebabkan persoalan keterbatasan ketersediaan air,     Persoalan air membuat musim tanam tak serentak  ”,   Ujarnya menambahkan.  Kini saat anomali cuaca El-Nino datang sebagai dampak krisis iklim, sebagian petani di Kecamatan Lolongguba pun terpaksa menunda musim tanam ketiga. Mereka masih memantau perkembangan cuaca.

Kemarau yang masih panjang dan belum adanya tanda-tanda masuk ke musim hujan membuat para petani menahan diri. Pertimbangan lainnya, air irigasi tidak cukup. Imbas sosialnya, ini bisa memicu keributan diantara para petani saling memperebutkan air yang ada,     Belajar dari tahun sebelumnya [2021-2022], hujan tapi panas lagi. Keadaan ini berpengaruh pada tanaman dan hasil panen  ”,   jelas Pamuji, Ketua Gapoktan Desa Wanareja.   Salah siji yang masih menahan diri adalah Sudrajat, warga Desa Waetele. Sudah sebulan lebih dia tidak turun bersawah. Dia memilih tidak melanjutkan tanam padi di musim ketiga, karena khawatir malah merugi. Dia memilih kerja kebun yang lain.

I Nyoman Widiarta dari Pusat Riset tanaman Pangan BRIN merekomendasikan Inpari 13, Inpari Cakrabuana Agritan, Inpari 17 dan Inpari 18 yang emisi metannya lebih rendah 25 persen dari jenis Ciherang,     Sisa hasil panen [jerami] tidak dibakar, dan lakukan dekomposisi dengan bantuan mikroba methanotrophs untuk mengurangi emisi metan.  Petani juga perlu lakukan pengendalian berbasis pada pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT)  ”,   Ujar SiDin Widiarta menjelaskan.   Sedang untuk daya adaptasi terhadap dampak perubahan iklim, Widiarta menyebut petani dapat menerapkan sistem kalender tanam untuk mengurangi risiko gagal panen. Kalender tanam ini diperbarui berdasarkan ramalan musim yang dikeluarkan BMKG.

Fenomena kemarau basah saat terjadinya La Nina jelasnya, menyebabkan air cukup tersedia untuk meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) padi, sehingga lahan tadah hujan menjadi lebih produktif.  Namun, air yang melimpah akibat La-Nina dapat pula menyebabkan banjir yang merendam tanaman padi. Dampaknya, tanaman kelebihan air yang berakibat hasil panen berkurang.   Sebaliknya saat El-Nino kekurangan air menyebabkan berkurangnya areal tanam atau panen. Tanaman pun bisa puso akibat kekeringan dan hasil panen menjadi lebih rendah,    Kekeringan berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman  ”,  Ujarnya menambahkan.

Petani Desa Waekasar mengangkat gabah yang telah
dimasukan dalam karung usai panen

 

Ketersedian air, Hama dan varietas ukuran sukses hasil padi.

Varietas  dan musim tanam tepat  jaminan sukses tanaman Padi.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DESA WAE REBO OLEH TIMEOUT TERMASUK SEBAGAI KOTA TERKECIL TERINDAH DI DUNIA.

NusaNTaRa.Com     byBambanGNunukaN,        S   e   l   a   s   a,     0    7       M     e     i        2    0    2    4     Rumah Adat Mb...