Selasa, 21 Januari 2020

WARGA KOKOS DI SELATAN PULAU JAWA MENUNTUT SEBAGAI INDIGENEOUS AUSTRALIA

NusanTaRa.Com
byRyaNSyaHPutrA, 25/04/2019  



ALEXANDER HARE seorang pedagan dari Inggris tahun 1826 membawa sekelompok orang dari Malaysia, Indonesia,  Afrika Selatan dan New Guinea ke sebuah kepulauan yang terletak di sekitar 1300 km di barat daya Jakarta.   Dia membawa mereka ke Kepulauan Kokos atau Cocos (Keeling) Islands di Australia sebagai pekerja paksa dan/atau budak disertai dengan narapidana, namun setahun kemudian wilayah kepulauan tersebut diambil alih oleh  seorang saingan usahanya Clunies Ross dari Scodlandia.    

Perjalanan sejarah akhirnya menjadikan Kepulauan Kokos bagian dari Australia hingga kini dan Penduduknya dikenal sebagai Cocos Malays atau Orang Kokos masuk warga negara Australia.  Dalam kekuasaan Dinasti Clunies Ross  selama 150 tahun  membuat Warga Kokos memiliki budaya dan dialek yang unik  seperti kesenian yang mengadopsi tarian dan musik Skotlandia, saat ini mereka sedang berjuang untuk diakui sebagai “ Warga Asli “ atau Indigenous oleh pemerintah Australia.   Sebuah dokumenter menampilkan anak dari “ Raja ” terakhir Pulau Kokos dan beberapa warga benua Australia (mainland) yang mendukung upaya Orang Kokos untuk mendapatkan status Indigenous.

Defenisi tentang Siapa dan Apa itu “ Orang Asli “ tidak ada yang dapat diterima secara universal sehingga berbeda dalam penetapannya.   Biasanya kelompok lokal  merupakan minoritas yang kebudayaannya berhadapan dengan mayoritas dalam sebuah Negara,  status Warga Asli merupakan upaya untuk melindungi hak-hak mereka,  termasuk dalam hak-hak mempertahankan lingkungan hidup dan kepentingan suara politik.    
  
Beberapa kenyataan penuntutan sebagai “ Warga Asli ” berhasil berdasarkan status seperti  “ penghuni pertama “ (kelompok “First Nations” di Amerika) ada juga yang berdasarkan keadaan mereka sebagai penghuni yang hidup terus menerus di daerah itu (contohnya, keturunan orang-orang Kepulauan Pitcairn di Pulau Norfolk).  Kelompok lokal atau kecil yang menuntut status “Orang Asli” biasanya diharuskan menyediakan bukti memiliki bahasa dan tradisi budaya yang unik dan bertahan lama.  

Banyak penuntutan identitas sebagai “ Warga Asli ”  yang muncul di tempat-tempat yang pernah atau sedang dijajah.  Legitimasi sebagai status “ Orang Asli ” dapat membantu sebuah kelompok untuk memperkuat terhadap tuntutan mereka, terutama ketika berhubungan dengan pemerintah dan industri ekstraktif (industri kehutanan, penambangan, dll), sebagai mana Warga Kokos ingin diakui sebagai Orang Asli di Negeri Australia sesuai sejarah mereka. 

Di bawah kekuasaan Clunies Ross, Orang Kokos bekerja memanen kelapa dan kerja lainnya untuk mendapat bayaran mata uang buatan. Mata uang ini dapat dipakai untuk membeli nasi, tepung, gula dan lain-lain di toko milik perusahaan Clunies Ross.  Untuk menambah pendapatan mereka menangkap ikan dan burung-burung serta memelihara ayam.  Dinasti Clunies Ross tidak turut campur urusan agama sehingga Orang Kokos mempertahankan budaya Islam Melayu yang bermakna mereka komunitas Muslim tertua di Australia.

Budaya dan bahasa Orang Kokos juga menyebar dari pulau tersebut. Emigrasi besar-besaran pada tahun 1940an membuat terjadinya sebuah komunitas Orang Kokos di Sabah, Malaysia, yang sekarang diakui sebagai salah satu kelompok etnis Malaysia.   Orang Kokos juga telah beremigrasi ke Pulau Christmas, Singapura dan beberapa lokasi di Australia Barat dan pernah menjadi perhatian Internasional sehingga PB melakukan investigasi atas dugaan adanya perbudakan di sana.

Sejak transfer kedaulatan Inggris ke Australia pada tahun 1955, pemerintah Australia semakin menyoroti situasi ketidakadilan di “ kerajaan ” Kokos, dan membeli sebagian besar kepulauan tersebut secara paksa dari dinasti Clunies Ross pada 1978.   Dalam sebuah pemungutan suara yang diawasi PBB pada tahun 1984, mayoritas penghuni kepulauan tersebut memilih integrasi dengan Australia. Dengan pemungutan suara ini Orang Kokos berhasil mengikat nasibnya dengan negara Australia untuk kepentingan Kokos sendiri.

Istilah “ Indigenous “ (orang asli) semakin digunakan untuk membahas kejahatan kolonialisme di Australia sejak tahun 1990an.  Penilaian rendah terhadap kelompok Indigeneous di Australia juga dihadapi penghuni pertama Benua Australia “ Australo-Melanesians “ yang tiba disana 50.000 tahun lalu.   Keturunan mereka dirampas hak-haknya dan kehilangan tempat tinggal mereka sejak 1788 oleh kolonialis Eropa,  serta beberapa sebutan yang merendahkan, istilah “native”, “Aborigine”, dan “Aboriginal” muncul untuk menggambarkan kelompok ini.

Beberapa orang menolak istilah ini serta memilih istilah seperti “ Koori ” atau “ Nyungar ”, yang merupakan istilah dari bahasa mereka sendiri untuk merunjuk pada diri mereka.  Kini banyak yang mengidentifikasi diri sebagai “ Orang Asli ” (Indigenous),  istilah ini dianggap lebih menghubungkan aspirasi diri dengan perjuangan global  “ Orang Asli ”. Sesungguhnya istilah “Orang Asli” lebih dari sekadar alat politis; bagi mereka itu adalah suatu identitas.

Orang Kokos dapat memperkuat tuntutan sebagai “ Orang Asli ” Australia dengan merujuk pada beberapa fakta. Pulau-pulau tersebut tidak dihuni manusia sebelum kedatangan Orang Kokos dan penguasa mereka dari Eropa.   Lebih dari itu, Orang Kokos mempertahankan tradisi budaya yang panjang; ada yang merasa dikolonisasi; dan ada yang merasa dilupakan oleh negara Australia.

Beberapa kelompok lain di wilayah Australia berhasil menuntut sebagai Orang Asli melalui prinsip-prinsip ini –penghuni pertama, kolonisasi, tradisi yang berlanjut, dan peminggiran (marjinalisasi).     Cara hidup dan adat istiadat penghuni Melayu dalam wilayah [Australia] dapat, berdasarkan peraturan dalam wilayah [Australia] dari waktu ke waktu, diizinkan terus hidup  ”. 
Reff, NGI, 25Juni2018.

Tarian Scodland dalam rentak Kokos
 
Batang pisang hanyut ke muara,

Warga Kokos Indigenous  " di Australia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DESA WAE REBO OLEH TIMEOUT TERMASUK SEBAGAI KOTA TERKECIL TERINDAH DI DUNIA.

NusaNTaRa.Com     byBambanGNunukaN,        S   e   l   a   s   a,     0    7       M     e     i        2    0    2    4     Rumah Adat Mb...