Jumat, 08 Februari 2019

PERKEMBANGAN DAN PERJUANGAN KAHARINGAN SEBAGAI AGAMA BUMI SUKU DAYAK

NusanTaRa.Com
byFarhaMTukirmaN,  7/2/2019


Dalam gambar, Deputi Fungsi-Fungsi Khusus Borneo Dayak Forum, Cornelius Kimha, dan Perwakilan Tetap Penduduk Pribumi Suku Dayak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) New York, Amerika Serikat, Andrew Ambrose Atama Katama, menerima buku Kitab Suci Agama Kaharingan, Panaturan dari Ketua Maki Kalimantan, Suel, di Palangka Raya, Sabtu malam, 2 Februari 2019.




Adat istidat Dayak dan hukum adat Suku Dayak Uud Danum, dari Suku Dayak Ngaju dan Suku Dayak Baritu di Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia yang melahirkan Agama Kaharingan, untuk menjadi agama bumi hanya soal waktu.   Kaharingan satu kepercayaan tradisional suku Dayak   bermakna tumbuh atau hidup, dalam istilah danum kaharingan (Air kehidupan), maksudnya agama suku atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Ranying Hatalla Langit).   

Kaharingan mempunyai tempat ibadah yang dinamakan Balai Basarah atau Balai Kaharingan. Kitab suci agama mereka adalah Panaturan dan buku-buku agama lain, seperti Talatah Basarah (Kumpulan Doa), Tawur (petunjuk tatacara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras), dan sebagainya.  Meski sampai hari ini perkembangannya masih dibawah kaedah agama hindu sebagai instruksi pemerintah tahun dahulu.

  Kita perkuat infrastrukturnya, sebagai implementasi manusia Suku Dayak beradat, yaitu berdamai dan serasi dengan sesama, leluhur dan alam sekitar  ”, Ujar SiDin Cornelius Kimha, Deputi Fungsi-Fungsi Khusus Borneo Dayak Forum pada pertemuan dengan komunitas Agama Kaharingan di Palangka Raya, Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah, Sabtu malam, 2 Februari 2019.

Pertemuan dipimpin Ketua Majelis Agama Kaharingan Indonesia (Maki) Kalimantan, Suel  dan dihadiri Perwakilan Tetap Penduduk Pribumi Suku Dayak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) New York, Amerika Serikat  Andrew Ambrose Atama Katama.   Pertemuan diselingi ritual nyadiri, sebuah doa Agama Kaharingan, agar masyarakat terlepas dari berbagai hal yang tidak diinginkan, seperti ritual tolak bala.

 Kaharingan, merupakan salah satu agama asli Suku Dayak di Pulau Borneo yang masuk kategori agama bumi, karena implementasi ritualnya akrab dengan alam.   Kaharingan  agama asli Suku Dayak ini,  meyakini, hutan, gunung, bukit, sebagai tempat sakral, tempat bersemayam roh leluhur, sehingga dalam periode tertentu digelar ritual agama asli, sebagai sarana berkomunikasi dengan roh leluhur, penguasa alam sekitar.

Sebagai salah satu agama asli  atau kepercayaan suku bangsa di Indonesia, termasuk keberadaan Agama Kaharingan,  sebagaimana  dikukuhkan keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Selasa, 7 Nopember 2017, tentang pengakuan terhadap aliran kepercayaan yang dimaknai pula sebagai  pengakuan terhadap keberadaan agama asli yang ada di  Indonesia.    Dalam putusan MK-RI, tanggal 7 Nopember 2017 disebutkan, Agama Kaharingan sebagai salah satu aliran kepercayaan (agama asli) di Indonesia.

Dikatakan Cornelius Kimha, bicara revitalisasi Kebudayaan Suku Dayak, maka bicara masalah eksistensi agama asli Suku Dayak, sebagai landasan filosifih dan ideologi Suku Dayak dalam beretika berperilaku.   Sedangkan agama impor yang dianut Suku Dayak sebagai sarana keyakinan iman yang sewaktu-waktu bisa berubah, tapi agama asli Dayak berurat berakar dari legenda suci Dayak, adat istiadat Dayak dan hukum adat Dayak akan dibawa orang Dayak sampai akhir hayat.

Pemerintah Indonesia mewajibkan penduduk dan warganegara untuk menganut salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia.   Sehingga kepercayaan Kaharingan dan religi suku yang lainnya seperti Tollotang (Hindu Tollotang) pada suku Bugis, dimasukkan dalam kategori agama Hindu sejak 20 April 1980.   Kaharingan ini pertama kali diperkenalkan oleh Tjilik Riwut tahun 1944, saat ia menjabat Residen Sampit yang berkedudukan di Banjarmasin.  Tahun 1945, pendudukan Jepang mengajukan Kaharingan sebagai penyebutan agama Dayak dan masa Orde Baru, para penganutnya berintegrasi dengan Hindu, menjadi Hindu Kaharingan.

Agama impor yang dianut dengan agama asli Suku Dayak, sama sekali bukan langkah orang Dayak untuk mencampur adukkan ajaran agama, karena keduanya punya konteks yang berbeda dan saling melengkapi, supaya Suku Dayak memiliki kepribadian yang utuh sebagai orang Dayak, ungkap Kimha.

Suel menambahkan, Maki yang dipimpinnya di Provinsi Kalimantan Tengah sama sekali tidak akan pernah mencampuri sikap pragmatis pihak lain, karena terkait hak azasi masyarakat Dayak itu sendiri.     Ini negara demokrasi. Tapi jangan pula terlalu mudah curiga pihak lain, apabila bersama-sama berjuang untuk eksistensi agama asli Suku Dayak  ”, Ujar SiDin Suel.

Andrew Ambrose Atama Katama, mengatakan, mempertahankan keberadaan agama asli Suku Dayak, memang bagian yang tidak terpisahkan dari Program Revitalisasi Kebudayaan Suku Dayak.

Balai Basarah, Rumah ibadat Agama Kaharingan
Hutan Gunung wahana bumi,
Kaharingan citra dayak tuntunan ilahi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BRIGJEN TNI MIRZA PATRIA JAYA SE, KUNJUNGAN KERJA MONITORING DI SOBATIK KALIMANTAN UTARA

NusaNTaRa.Com byFarhaMTukirmaN,           S   e   l   a   s   a,    2   3      A    p    r    i    l     2   0   2   4 Rombongan  Brigjen TN...