Minggu, 08 Oktober 2017

FESTIVAL BUDAYA LEMBAH BALIEM PAPUA, MENCATAT REKOR DUNIA

NusanTaRa.Com 


Bhineka Tunggak Ika satu semboyan Negara Indonesia, membuat kita kaya akan Budaya, Suku, Agama, Bahasa dan sebagainya yang tergambar dalam alam dan kehidupan keseharian bangsa Indonesia dan membuat kita jadi Kuat.   Keragaman tersebut dapat tergambar dalam setiap budaya daerah masing-masing yang biasanya dapat kita saksikan dalam berbagai Festival yang diselenggarakan daerah-daerah menjadi suatu tontonan yang menarik, menghibur dan mudah dipahami setiap pengunjung, seperti yang terdapat di Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) di Baliem, Distrik Welesi, Kab. Wamena Prov. Papua.
Festival Budaya Lembah Baaliem  untuk tahun 2017 telah diselenggarakan pada Selasa (8/8/2017), penyelenggaraan perayaan anual baru-baru ini telah memecahkan satu rekor Indonesia maupun rekor dunia yaitu  untuk pelemparan lebih dari “ 1.359 Sege “  dan selama penyelenggaraan Lembah Baliem sebanyak  28 kali  acara pelemparan Sege baru  kali ini  digelar.  Sege merupakan salah satu senjata perang atau sejenis tombak yang bermaterial kayu hutan berjenis apa saja dengan panjang sekitar 2,5 meter dan harus lurus, yang banyak digunakan sku papua di Lembah Baliem seperti suku Yuli, Dani, Lani dll.

Lembah Baliem  berada di lembah pegunungan Jayawijaya pada ketinggian 1.600 m dpl.  Suhu bisa mencapai 10-15 derajat celcius,   dikelilingi pegunungan dengan pemandangannya yang indah dan masih alami. Dikenal sebagai  Grand Baliem Valley merupakan tempat tinggal suku Dani di Desa Wosilimo 27 km dari Wamena  Papua,  selain Suku Dani terdapat beberapa suku lainnya hidup bertetangga di lembah ini yakni Suku Yali dan suku Lani. 

Lembah Baliem berukuran Panjang sekitar 80 km dan sebesar atau lebar 20 km dengan populasi sekitar 120.000 jiwa dengan Populasi pertanian yang cukup besar.   Lembah Baliem pertama kali ditemukan oleh sebuah Ekspedisi ketiga Zoologi Richard Archbold untuk New Guines pada tanggal 21 Juni  1938 pada penerbangan udara disebelah selatan Reconnaissance dari Hollandia (Jayapura) yang kemudian oleh kalangan ekspedisi disebut “ Grand Valley “.   Secara bertahap kemudian lembah teersebut didatangi manusia dan secara terbatas sebagai objek wisata serta pembukaan Festival Bidaya Lembah Baliem secara resmi dibka sejak tahun 1989.


Festival Budaya Lembah Baliem menjadi seru mana kala acara perang-perangan berlangsung yang melibatkan peserta laki-laki dari warga setempat dan wisatawan dalam maupun luar negeri yang datang berkuunjung, keadaan itu menggambarkan perang antara suku yang ada di Lembah Baliem.   Suasana di sekitar tempat penyelenggaraan FBLB seperti bukit-bukit di sekitar Walesi, Wamena  Kabupaten Jayawijay  langsung  menjadi riuh oleh sorakan ribuan orang yang turut serta,  ditambah sekitar 50 ribu wisatawan yang ikut menyaksikan saat “ SEGE ” dilempar bersamaan.

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Jayawijaya, Alpius Wetipo, berharap dengan adanya pencatatan  rekor baru tersebut  sege semakin dikenal masyarakat  Indonesia dan  wisatawan asing.   Sege biasanya diberi cat warna hitam,  di beberapa suku  ada yang menghias sege dengan warna putih atau merah, kadang juga diberi racun untuk membunuh buruan.  Di FBLB semua tombak dicat hitam dengan ujung yang tak begitu runcing dan tanpa racun, hal lain yang menarik dari aksi memecahkan rekor melempar  Sege  bahwa semua pelempar harus Lki-laki sementara perempau menunggu dluar lapangan, ”  Biasanya memang sege ini digunakan untuk laki-laki. Perempuan mengurusi dapur  ” Ujar SiDin Alpius.


Festival Budaya Lembah Baliem Annual di Distrik Welesi, Wamena tahun ini  akan berlangsung selama empat hari, terhitung sejak tanggal 8 hingga 11 Agustus 2017. Berlangsungnya festival ini diharapkan sebagai upaya melestarikan, sekaligus memperkenalkan budaya Papua kepada masyarakat Indonesia dan dunia.   Keistimewaan  festival bermula dengan skenario  perang-perangan antara suku yang mendiami lembah yang telah berlangsung sejak dahulu kala sebagai simbol kesuburan dan kesejahteraan lembah Baliem,  Atraksi ini tidak menjadikan balas dendam atau permusuhan tetapi justru bermakna positif yaitu    Yogotak Hubuluk Motog Hanoro    yang berarti Harapan Akan Hari Esok yang Harus Lebih Baik dari Hari Ini.
byKariTaLa LA, 18/8/2017
 Burung Cenderawasih bersenandung di Rimba,
 Sege senjata Tombak kayu untuk Putra Bumi Papua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEDDY SUJADI DRUMMER GODBLESS DENGAN KARYANYA TUA-TUA KELADI DI POPULERKAN ANGGUN C SASMI

NusaNTaRa.Com   byAsnISamandaK,          S   a   b   t   u,    0   6      A   p   r   i   l      2   0   2   4 Ian Antono dan Teddy Sujadi...