Kamis, 14 April 2022

RITUAL PENGASINGAN WANITA DAN PENGGAL KEPALA UNTUK MAS KAWIN DALAM SUKU NAULU DI SERAM

NusaNTaRa.Com

byKariTaLa  L A,     R   a   b   u,    3   0       M  a  r  e  t       2  0  2  2 

Tradisi suku Naulu di Seram

Indonesia memiliki lebih dari seribu suku bangsa atau kelompok etnis yang memiliki perbedaan soal cara hidup, budaya  dan tradisi masing-masing.  Suku Naulu satu diantaranya  yang tinggal di kawasan pesisir selatan Pulau Seram, Maluku.   Masyarakat Naulu awalnya berasal dari Maluku Utara, tepatnya Pulau Halmahera, setelah perang Hotebanggoi, mereka bermigrasi ke wilayah selatan Pulau Seram dan berdiam di hulu Sungai Noa di Desa Sepa, Kecamatan Amahai.

Masyarakat Suku Naulu tersebar di Desa Sepa, Seram, tepatnya di daerah Yaisuru, Nua Nea, Bunara, Latan (Kampung Lama), Hahuwalan, Simalouw, Rohua, dan Rohua Waemanesi.   Suku Naulu dikenal dengan tradisi masa lalunya yang  menyeramkan, termasuk di antaranya mengasingkan para perempuan dan memenggal kepala untuk mas kawin.

Laki-laki  Naulu biasa mengenakan Patahari atau kaeng berang, kain merah yang diikat di kepala dan menjadi khas Suku Naulu.  Dari sudut etnis suku Naulu ada hubungannya dengan Manusela baik dalam  bahasa dan keyakinan Naurus,  suku Naulu juga diketahui mengikuti agama Hindu.  Dalam masyarakat Naulu  terdapat  12 klan atau marga   yaitu Pia, Matoke, Kamama, Sounawe Aepura, Sounawe Aenakahata, Sopalani, Perissa, Hury, Nahatue, Soumory, Leipary  dan Rumalait.

Naurus merupakan agama yang diturunkan  nenek moyang mereka dengan keyakinan  Tuhan pencipta alam semesta yang gaib dan maha agung disebut “Upuku Anahatana”.  Namun, warga Naulu terpaksa harus mencantumkan agama lain dalam identitas mereka dalam berurusan dengan birokrasi negara seperti pendidikan, pernikahan, pekerjaan  dan pembuatan KTP karena agama tersebut belum diakui negara.

Dalam kepercayaan Naurus, hubungan dengan Tuhan tidak dilakukan secara langsung, melainkan lewat perantara, mereka percaya dalam setiap aspek kehidupan ada roh atau upu yang mengontrol keseharian mereka.  Adapun para upu yang senantiasa menjaga alam semesta, yaitu Nue Nosite (penjaga laut), Wesia Upue (penjaga darat), Sionoi Aha (penjaga udara)  dan Seite Upue (penjaga hutan atau kebun).

Ketika berinteraksi dengan masyarakat luar, Suku Naulu senantiasa mengedepankan perasaan damai. Mereka memiliki prinsip yang dipegang teguh, yaitu selama berbuat baik maka tidak akan ada hal buruk yang datang.

Suku Naulu memiliki beberapa tradisi  salah satunya  Pataheri, yaitu ritual untuk para lelaki yang telah dianggap dewasa.  Selama ritual yang disebut upacara cidaku ini, laki-laki akan mengenakan kaeng berang di kepala dan cawat.  Ritual tersebut akan dimulai dengan puasa satu hari, sejak pukul tiga dini hari hingga enam sore. Selama puasa, kaeng berang diikat di leher karena diyakini akan menjauhkan diri dari gangguan setan.

Usai berpuasa, mereka akan berkumpul di numa onate atau rumah utama  dan diberikan pakaian adat karanunu onate. Mereka akan didampingi oleh seorang kapitan atau panglima perang menuju rumah orang tua kapitan untuk memohon doa agar diberikan keberanian dan terhindar dari bahaya.   Setelah berdoa, mereka kembali ke numa onate dan mengambil perlengkapan seperti parang, panah, tombak  dan satu tas berisi sirih pinang yang diberikan tetua adat menghadap utara.

Kemudian menuju  arah ke timur memimpin ritual di dalam hutan.  Ritual pataheri juga melibatkan pemenggalan kepala manusia untuk perayaan atas kedewasaannya. Tak hanya itu, memenggal kepala juga dilakukan dalam upacara adat, misalnya saat mendirikan rumah adat baru sebagai persembahan untuk para dewa atau nenek moyang.

Mereka percaya tradisi ini wajib dilakukan demi terhindar dari bahaya dan musibah. Selain itu, tradisi tersebut memiliki arti ponting  dan  dianggap menjadi simbol kebanggaan dan kekuasan bahkan, dijadikan mas kawin saat masyarakat Suku Naulu menikah.  Tradisi yang berasal dari masa lalu ini berawal dari raja Suku Naulu dalam memilih calon menantunya.  Sebagai bukti kejantanan, maka laki-laki harus membawa kepala mahusia sebagai mas kawin.  

Selain pataheri untuk laki-laki, ada  ritual pinamou untuk perempuan menuju dewasa,  mengasingkan perempuan yang baru mendapat menstruasi pertama dari masyarakat dan keluarga  karena darah haid dianggap tidak baik bagi lingkungan adat.  Mereka  akan dibawa ke posune selama sebelas hari  yaitu   rumah kecil yang terbuat dari daun rumbia. Luasnya sekitar 2x2 meter yang terletak di bagian belakang rumah atau pinggiran kampung.

Selama diasingkan, mereka akan dilayani oleh ibu atau saudara perempuan. Di dalam posune, mereka hanya akan dibekali dengan tempat tidur, sarung, piring dari daun sagu, dan batu tungku untuk memasak. Mereka harus makan makanan kering dan tidak boleh berkuah. Selama pinamou, para perempuan tidak boleh keluar dari posune, termasuk pulang ke rumah orang tuanya.

Saat pinamou selesai, akan dilakukan upacara adat dengan berkeliling kampung untuk menunjukkan pada warga desa bahwa perempuan tersebut sudah dewasa dan siap menikah.

Lelaki suku Naulu mengenakan Patahari "Kain merah Ikat Kepala"

Ritual budaya hidup untuk tentram,

Pataheri kaen merah ikat kepala suku Naulu di Seram.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DESA WAE REBO OLEH TIMEOUT TERMASUK SEBAGAI KOTA TERKECIL TERINDAH DI DUNIA.

NusaNTaRa.Com     byBambanGNunukaN,        S   e   l   a   s   a,     0    7       M     e     i        2    0    2    4     Rumah Adat Mb...