Jumat, 03 Mei 2019

C4 KLINIK TRANSGENDER DILI, LGBT TIMOR LESTE LEBIH KEREN BERBANDING DI INDONESIA.

NusanTaRa.Com
byLaDollaHBantA, 05 April 2019

Romiyaty Barreto  petugas C4


Semua tampak lumrah saja ketika saya melihat sebuah klinik di Dili tak ada yang beda dengan klinik-klinik yang lainnya, sampai kami menyadari bahwa ada yang unik dalam pelayanan mereka yaitu bahwa semua petugas klinik tersebut  adalah Transgender perempuan atau Waria maco.    Hampir semua petugas yang melayani disitu mulai dari staff, dokter, perawat, relawaan, hingga penyuluh kesehatannya adalah Wanita Maco.  Pertanyaannya  bagaimana  potret  nasib  LGBT di Timor Leste, sebuah negara baru yang merdeka dari Indonesia kurang dari 20 tahun lalu?.

Pagi yang hangat di Dili, ibukota Timor Leste. Di   Sebuah tempat yang menjorok jauh ke dalam kawasan ruko sederhana di kawasan Kolmera, tak sampai sepelemparan batu dari Pasar Tais -kain tradisional Timor Leste,  di dalamnya terdapat dua  ruangan  berukuran sekitar 40 m2, Zina Bello, 29 tahun, memulai kesibukan bersama Romiyati Barreto, 38 tahun, dan Pepy, 38 tahun.   Kegiatan sehari-hari mereka di klinik C4   (Codiva Clinic and Community Center)  Zina  penyuluh kesehatan di klinik,  Romi  pengelola keseharian adapun  Pepy, seorang relawan yang mengurus administrasi.

Zina tampil rapi layaknya seorang petugas kesehatan, Romi berbusana cantik, dan Pepy muncul dalam penampilan santai.  Saat itu mereka kedatangan pasien bernama  Rihanna seorang waria berusia 26 tahun dengan berpakaian lelaki.   "  Saya datang untuk pemeriksaan darah (tes HIV) dan megecek kesehatan saya menyangkut aktivitas seksual saya sehari-hari  ", Ujar SiDinGaluh Rihanna  yang berbicara dalam bahasa Tetun.    Zina Bello  seorang juru rawat, penyuluh kesehatan  yang masih menyimpan keinginan untuk menjadi dokter,   namun bagi banyak kalangan LGBT di Timor Leste  ia sudah dipanggil sebagai Dokter Zina -karena pengetahuan dan pengalamannya ihwal HIV dan AIDS.


 Cuille Suares, Melani Putri  dan Pepy 
"  Pertama-tama yang dibicarakan, kehidupan seksualnya, dan terutama, sejauh apa dia tahu tentang kondom  ", Ujar SiDinGaluh Zina.    Lalu ia menjelaskan mengenai HIV/AIDS, tentang penularan,  pencegahannya dan tentang penyakit menular seksual lain.   "  Mereka harus mengerti, HIV itu tidak bisa diketahui secara penampilan fisik. Harus melalui pemeriksaan darah  ", Ujar SiDinGaluh  Zina menambahkan.

Bagi Zina tes HIV berlangsung sepenuhnya sukarela, tanpa paksaan,   jika hasil tes HIV itu positif, pasien akan dirujuk ke rumah sakit, dan diberikan penyuluhan serius dan menerus.  Kalau hasilnya negatif, penyuluhan tetap akan diberikan: tentang pentingnya kondom dalam kehidupan seksual mereka,  "  Kondom itu nomor satu, sebagai seks aman untuk mencegah HIV  ", Ujar SiDinGaluh Zina Bello.  Tak sampai setengah jam, tes HIV sudah memberikan hasil bagi Rihanna : negatif. Ia bersorak lega, dan girang.

Klinik C4 itu memang menjadi rujukan utama bagi kalangan transgender dan gay di Timor Leste, karena penyuluhnya di sana dokter, menurut julukan popular para pasiennya  adalah seorang transgender.   "  Ada banyak klinik lain menawarkan layanan yang sama. Tapi mereka ragu. Karena kurang bisa terbuka pada dokter-dokter itu. Mereka kurang nyaman untuk membicarakan sesuatu yang dirahasiakan. Tapi dengan saya, mereka merasa nyaman  ", Ujar SiDinGaluh Zina.   "  Di sini mereka merasa bebas, leluasa, karena ditangani oleh saya, sesama transgender, orang dari komunitas mereka sendiri. Jadi sebagai sesama transgender, bisa saling berbagi, saling tahu satu sama lain  ", C4 ini klinik transgender pertama di Timor Leste.

Terlepas dari berbagai kegiatan yang ditekuni kaum Transgender Timor Leste, mereka juga melaksanakan kegiatan lain seperti Salon, Rias Pengantin, Perdagangan dan sebagainya.   Disamping itu mereka juga dari Komunitas Lesbian Gay Biseksual dan Transgender atau LGBT Timor Leste kerap menggelar aksi di ibukota Dili dalam acara yang disebut Free To Be Me 2018 atau Bebas Menjadi Saya,  sebagaimana di ungkap Soleta Nunes.   Aksi seperti ini tergolong jarang  di negara yang memisahkan diri dari Indonesia lewat referendum tahun 1999 lalu yang tentunya sebagai kelembagaan social yang lagi gencar mencari dan mematangkan jati diri mereka,  ditengah masyarakat yang mayoritas penduduknya merupakan umat Katolik.

Pegiat komunitas LGBT, Mariano da Silva Nunes, mengatakan Free To Be Me,  ingin menunjukan kepada seluruh masyarakat Timor Leste bahwa kaum LGBT merupakan sesama manusia yang mempunyai hak hidup.   "  Hidup sebagai seorang LGBT, memang sulit untuk menghadapi lingkungannya, karena masyarakat menpunyai pikirin yang bermacam-macam terhadap kita, tetapi kami berusaha untuk berbuat yang baik  ”, Ujar SiDinGaluh   Mariano atau Lala dan mengatakan bahwa komunitas yang dipimpinnya telah mempunyai anggota 700 orang.

Klinik C4 didirikan tahun 2017  bagian dari CODIVA kepanjangan dari Coalition for diversity and action atau  koalisi untuk aksi keberagaman.  CODIVA sudah terlebih dahulu berdiri sejak 2015 untuk memperjuangkan kesetaraan hak LGBT di Timor Leste.   Kesetaraan hak bagi LGBT dijamin konstitusi Timor Leste, pandangan tradisional di masyarakat Katolik yang kuat masih tidak sepenuhnya menerima LGBT secara positif.

Romiaty Barreto, pengelola klinik ini mengatakan, ia sendiri mengalami diskriminasi semacam itu beberapa tahun lalu, semasa ia masih bekerja sebagai seorang guru SMP.   "  Saat itu, saya belum berpakaian sebagai perempuan. Tapi banyak rekan guru yang sering mengejek, mengapa perilaku saya seperti perempuan. Saya akhirnya tidak tahan, dan berhenti  ", Ujar SiDinGaluh  Romiaty  Barreto yang kemudian bertekad bekerja dibidang yang membantu komunitas LGBT dalam keseharian mereka.

Klinik C4 didirikan tahun 2017  bagian dari CODIVA kepanjangan dari Coalition for diversity and action atau  koalisi untuk aksi keberagaman.  CODIVA sudah terlebih dahulu berdiri sejak 2015 untuk memperjuangkan kesetaraan hak LGBT di Timor Leste.   Kesetaraan hak bagi LGBT dijamin konstitusi Timor Leste, pandangan tradisional di masyarakat Katolik yang kuat masih tidak sepenuhnya menerima LGBT secara positif.

Menurutnya pandangan masyarakat dan kalangan LGBT bahwa  situasi komunitas LGBT sekarang di Timor Leste sudah jauh lebih baik dibanding beberapa tahun lalu.   "  Dulu sering diejek orang. Sekarang pun masih ada juga, tapi sudah jauh lebih sedikit  ",  dan  sekarang, komunitas transgender juga sudah lebih berani untuk mengenakan pakaian sebagai transgender perempuan, kalau dulu, masih takut-takut bahkan mengatakan bahwa keadaan itu lebih baik berbanding yang dialami kalangan LGBT di banyak Negara termasuk di Indonesia.

"  Di sini, tidak ada persekusi, atau ramai-ramai yang yang membubarkan kami. Paling-paling, masih ada yang mengejek penampilan kami. Tapi saya kasih pengertian, dan biasanya mereka menerima  " dan  Ia bersyukur karena keberadaan mereka diakui oleh negara  bahkan banyak di antara kalangan transgender, termasuk Romiyati sendiri, dilibatkan dalam berbagai program Kementerian Kesehatan.   "  Kami dilibatkan bukan hanya untuk berbagi pengalaman atau ikut penyuluhan HIV/AIDS. Tapi juga untuk mempromosikan hak-hak sebagai LGBT yang setara dengan orang lain  ", Ujar SiDinGaluh Romiyati.


Melani Putri
Dorce memancing ikan Belut,

Kaum Transgender Timor Leste lebih bermartabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DESA WAE REBO OLEH TIMEOUT TERMASUK SEBAGAI KOTA TERKECIL TERINDAH DI DUNIA.

NusaNTaRa.Com     byBambanGNunukaN,        S   e   l   a   s   a,     0    7       M     e     i        2    0    2    4     Rumah Adat Mb...