Senin, 12 November 2018

UPACARA NILAPATI-MALIGIA-PUNGGEL BUAT PATRIOT KSATRIA SEJATI TRAH DALEM

NusanTaRa.Com
bySuartha Ign, 09/11/2018



SEJARAH mencatat, Belanda mulai menancapkan pengaruh di Nusantara th 1602 M,  sedangkan leluhur kami  I Gusti Made Tegeh (Raja Badung VII) yg kesah/hijrah pertama kali ke Denbukit (Buleleng Barat) karena goro-goro Uwug Badung mamunggawa  atas restu Raja Buleleng Ki Gusti Hanglurah Panji Sakti II dan Raja Mengwi yakni sejak th 1720 M.   membangun Puri Jero Lingsir di Pengastulan tempat sekarang lanjut di seberang jalan sebelah barat purinya membangun Pura Badung meru tumpang sebelas sebagai Pura Kawitan Dalem.

Istilah jabatan Punggawa zaman itu  tetap terpakai hingga kemerdekaan untuk suatu wilayah kekuasaan   disebut Distrik yang kemudian diganti dengan sebutan Camat untuk wilayah Kecamatan.   Punggawa berasal  dari kata  angga  yang berarti terkemuka terdepan, pinih arep dan awa artinya keturunan, warih > mendapat awalan pa > pa-angga-awa >> punggawa : jabatan turun-temurun di masa kerajaan.
.
Leluhur kami I Gusti N Rawos (Meling) gugur semasa Perang Jagaraga (1846-1849) bersama gugurnya sang istri Patih I Gusti Ketut Jelantik yakni Jero Jempiring.   Dalam keadaan situasi darurat Perang  kala itu  oleh Raja Buleleng diangkatlah (sementara) putra beliau yang juga namanya sama I Gusti  Wayan Rawos (Cekrok/tidak tercatat) yang diarahkan untuk turut  menyingkir ke Kr.asem nyineb di Desa Sibetan.  Dalam pelarian tersebut hingga beliau menikah di sana dan setelah mempunya 2 anak beliau kembali ke Pegastulan.

Sang isrti kedua yang dari Sibetan itu kemudian mengadakan keluarga Guru Made Sarta > Gede Wenten alias Royong, membikin merajan di bedauh/barat.   I Gusti Patih Jelantik kemudian dikenal dengan  sebutan Jelantik Gingsir karena menyingkir dan terbunuh di wilayah Kasem,   sedangkan istrinya gugur saat sang istri yakni Jero Jempiring memimpin pasukan laskar Buleleng menghadang laju tentara Belanda. Perang Jagaraga berkecamuk heroik.

Jero Jempiring bersama Punggawa Rawos Meling gugur sebagai kusuma bangsa melawan invasi militer Belanda yg kejam namun hingga kini layon / mayat mereka tidak ditemukan mungkin dibuang oleh Belanda.  Mereka gugur  dengan bersimbah darah diterjang timah panas musuh di seputaran Pura Dalem Jagaraga.  Sukma/jiwa Punggawa Rawos Meling kini minta    Kajang Dalem    karena mungkin dulu waktu tegangnya masa perang tidak sempat diupacarai secara sempurna.

Maligia atau Memukur merupakan upacara tahap kedua setelah ngaben atau pelebon yang memiliki makna untuk menyucikan suksma sarira. Hakikat dari upacara Maligia itu adalah menyucikan badan halus (suksma sarira) dari kotoran berbagai keinginan. Keinginan-keinginan itu disucikan agar menjadi satu, yakni bersatu kepada Tuhan.  Ditambahkan, jika dalam upacara ngaben bertujuan untuk menyucikan wadah manusia atau badan kasar (stula sarira) yang terdiri atas unsur panca mahabuta, maka waktu Maligia menyucikan suksma sarira atau badan halus.

Dipaparkan Maligia merupakan tingkatan madyaning utama dalam upacara nyekah atau memukur. Sedangkan untuk utamaning utama adalah upacara ngaluwer, menurut catatan belum ada yang mampu melaksanakan ngaluwer, karena upacara ngaluwer harus dilaksanakan dengan tulus ikhlas. Apapun permintaan orang pada saat upacara harus dipenuhi.

Bulan Desember 2018 yang akan datang ini Ida Sang Suwargi beserta leluhur kami yang  lainnya akan kami upacarai Nilapati/Maligia Jangkep serangkaian Piodalan Ageng Merajan Jero Lingsir Pengastulan.   Astungkara Hyang Widhi memberkati.
drFBSuartha Ign.  


Sukma bersemayam di Nirwana,
Nilapati-Maligai acara menyucikan Sukma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BRIGJEN TNI MIRZA PATRIA JAYA SE, KUNJUNGAN KERJA MONITORING DI SOBATIK KALIMANTAN UTARA

NusaNTaRa.Com byFarhaMTukirmaN,           S   e   l   a   s   a,    2   3      A    p    r    i    l     2   0   2   4 Rombongan  Brigjen TN...