Selasa, 01 April 2014

PEMBUAT GULA MERAH DESA URU DI KAKI LATIMOJONG




Keindahan dusun Uru di desa Mangkawani Kocamatan Maiwa terasa dengan suhunya yang relatip lebih dingin dan latarnya yang  berada di kaki gunung Sagona sebagai salah satu kaki gunung Latimojong yang tertinggi di Sulawesi Selatan.   Sebagian besar warganya hidup dari bertani  dan  menjadi pembuat gula merah/Gula Aren  yang di perbuat dari Nira pohon Enau/Aren  (Endru/bhs lokal dan Arenga pinnata / bhs latin),  ketika berada di kampung kamummu dusun Uru yang banyak warganya menjadi pembuat gula merah disekitar  tempat itu terlihat ada 6 Pondok pembuat Gula (Parung bhs lokal)  yang masih terletak ditengah kebunnya yang banyak ditumbuhi Kopi, coklat, mangga, Rambutan, Langsat, Durian  dan bibit Aren yang baru ditanam setinggi   1,5 m dengan jarak 10 m.

Gula merah terbuat dari Nira pohon Aren/Enau yang di sadap dari tangkai bunga Jantan yang keluar dari pohonnya,  bunga ini dimulai keluar dari bagian atas pohon kemudian bunga berikutnya akan tumbuh dibagian bawahnya begitu seterusnya bisa mencapai  6 – 9 kali berbunga dalam satu pohon, setiap tangkai dapat disadap selama  1 – 3 bulan,   disadap setiap hari dan setiap hari dapat menghasilkan 6 – 20 liter Nira. (Satu petani dapat mencapai 60 ltr/perhari dgn beberapa pohon)    Pohon Enau dapat berproduksi Nira setelah berusia 5 tahun hingga 30 tahun, pohon ini selain menghasilkan Nira juga di ambil buahnya untuk dijadika  Kolangkaling  Ijuk dan lidi dijadikan Sapu dan batang sebagai bahan bangunan.   Untuk pembuatan Gula merah memerlukan tahapan sebagai berikut  :

1.       Penyadapan  :   - Bila sudah ada Bunga Jantan yang matang maka pohon Enau tersebut dibersihkan sekitarnya dari rerumputan agar memudahkan selama proses penyadapan nanti.   – Kemudian diadakan upacara sakral untuk mohon berkah dan syukuran.   – Dibuat tangga setinggi tangkai bunga yang akan disadap biasanya berupa sebilah Bambu atau kayu yang memiliki banyak pijakan kemudian diikatkan kepohon.    -  Penyadapan dilakukan dengan memangkas tangkai bunga jantan tersebut  lalu memukul tangkai tersebut dengan Godam dari kayu bulat agak besar hingga keluar Niranya, biasanya berlangsung selama 1 – 4 hari (Marambi/bhs lokal).    

 – Jika Nira yang keluar sudah cukup besar baru dipasangi Tabung bambu berukuran  1 – 1,5 m (Timbo/bhs lokal) atau derejen plastik 10 ltr untuk menampung Nira tersebut.   – Dalam sehari pemasangan dan pengambilan tabung dilakukan dua kali, pertama di pasang pagi hari jam 05.30 dan di ambil Jam 16.30 sambil menyantol  Timbo kedua yang akan di ambil pagi harinya jam 05.30.   Timbo/Tabung bambu yang diambil pagi hari atau sore langsung di bawa ke Parung atau Pondok pembuat Gula untuk dimasak dengan memikulnya, biasanya sekali pikul sang Passari (Pembuat gula) membawa 12 Timbo masing-masing  6 dimuka dan dibelakang pikulan,  agar Nira tidak tumpah saat dipikul dan kwalitas Niranya baik Timbo tersebut ditutupi dengan memasukkan tumbuhan yang diambil di hutan (Pa’Buli/bhs lokal).


         Produksi  :  Timbo atau tabung bambu yang berisi Nira yang tiba di Pondok/Parung segera dituang kedalam Kuali baja berdiameter  50 – 90 Cm yang terletak di atas tungku atau Tanur terbuat dari susunan batu gunung diolesi Lumpur atau tanah liat setinggi 70 Cm dan ketebalan 20 Cm,  dibagian bawahnya ada Lobang tempat memasukkan kayu bakar.   – Ketika akan mendidih masukkan Lingkaran penyanggah untuk mencegah meluapnya Nira tersebut,  sambil mengaduk dengan Gayung yang terbuat dari Tempurung buah Bila/Maja yang berlubang-lubang  bertangkai kayu.   – Bila masakan sudah berwarna merah agak mengental,  dimasukkan Buah Kemiri yang telah dihaluskan agar kepadatan gula dan rasanya baik sambil mengaduk sesekali dengan adukan kayu agak panjang dan lebar tajam ujungnya.   

 -  Setelah  masak sekitar  5 – 10 jam tergantung  banyaknya Nira yang di masak, wajan di angkat diletakkan ditanah yang agak berlubang bulat seperti pantat wajan, saat ini adonan sudah berwarna merah dan seperti karet biasa disebut Gula Gait (So’ri  bhs lokal) di aduk lagi dengan pengaduk kayu bundar agar kental dan gulanya bagus, pengadukan dengan cara berputar-putar di wajan.   – Setelah siap ambil Cetakan Gula, di daerah Uru berbentuk kotak kayu panjang bersekat-sekat hingga 35 kotak dan penyekatnya mudah dibuka pasang  (didaerah lain biasanya tempurung kelapa dan Bambu)  letakkan di atas wajan,  dengan gayung dari tempurung kelapa kotak-kotak  kayu tersebut diisi larutan gula tadi hingga pull.   Selanjutnya cetakan yang berisi didinginkan di tempat khusus di dalam Parung tersebut.

3.       Pasca Produksi  :    - Gula yang telah mengeras dalam cetakan kayu setelah didiamkan selama 2 jam,  Gula sudah siap dikeluarkan dengan membuka penyekat kotak-kotak dalam cetakan yang berukuran  4,5 x 6 x 13 Cm atau bila ditimbang seberat  0,34 kg.    – Dalam sekali masak dapat menghasilkan 40 kg atau 130 batang gula dengan jumlah Nira 120 liter (umumnya 70 batang).  – Gula yang telah siap di bungkus dengan daun pohon yang berbentuk  LOVE  sejenis jati (Pohon Waru bhs lokal), setiap bungkusan menggunakan dua daun Waru berisi dua batang.   – Setiap lima bungkusan tadi dijadikan satu diikat dengan tali Rotan.  – Hasil tadi didiamkan di dalam tempat penyimpanan diatas bumbungan atap Parung yang pada saat sore hari akan dibawa pulang kerumah untuk dijual seharga Rp 35.000 per ikat (sepuluh batang/5 bungkus).  
      
La Baco Uru,  Tokoh Petani Gula di Kampung Uru berkata,  “  Dulu Parung  terbuat dari atap Ijuk sehingga lebih dingin sekarang sudah pakai Seng.   Parung  Terbagi atas,  tempat menyandarkan atau menyimpan Timbo/tabung bambu/Derijen dan peralatan usaha lainnya,  dibagian tengah tempat memasak gula Dapur berdiameter  50 Cm bagian atas dan 80 Cm bagian bawah dan yang banyak Sadapannya bisa sampai  4 tanur/tungku,  Sisi satunya lagi buat tempat istirahat berupa Beranda berdinding,  Tempat mendinginkan Gula yang baru diCetak dan Bagian bumbungan atap tempat menyimpan Barang atau Mini Store “.
By BakriSupian





Enau tumbuh di hutan lereng Gunung,
Rasa manis jangan melupakan  bahaya penyakit yang datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANDI RENDI RUSTANDI ANAK BURUH DAN PENJUAL GORENGAN SERING TERUSIR BEKERJA DI LEMBAGA RISET BESAR JEPANG

NusaNTaRa.Com byAsnISamandaK,             S    a    b    t    u,      3     0        M     a     r     e     t        2     0     2     4   ...