Sabtu, 12 Maret 2016

EKONOMI BIRU DAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

NusanTaRa.Com
Dari perspektif tujuan kita berbangsa dan bernegara, yakni mewujudkan Indonesia yang maju, adil-makmur, dan berdaulat; maka pembangunan perikanan saat ini berada di persimpangan jalan (at the cross road). Di satu sisi kita berkewajiban untuk meningkatkan intensitas pembangunan perikanan untuk memerangi pengangguran dan kemiskinan, meningkatkan nilai ekspor, pertumbuhan ekonomi dan daya saing nasional. Di lain sisi, sudah banyak stok ikan di beberapa wilayah perairan yang telah overfishing. Pencemaran, dan degaradsi fisik ekosistem pesisir (mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan estuaria) sebagai tempat pemijahan, asuhan, dan pembesaran 85% biota laut tropis telah terjadi di wilayah-wilayah pesisir yang padat penduduk atau intensitas pembangunan (industrialisasi) nya tinggi. 

Sehingga, seharusnya kita menurunkan intensitas pembangunan perikanan.    Pertanyaannya kemudian apakah kita harus melakukan moratorium dan larangan terhadap semua aktivitas perikanan, khususnya perikanan tangkap?. Semua pengusaha besar di bidang perikanan tangkap dianggap bersalah dan dimatikan, di tengah pengangguran dan kemiskinan yang sejak awal 2015 sampai sekarang kian membludak?.

Mengelola sektor pembangunan itu tidak seperti mengelola perusahaan yang tujuannya hanya memaksimalkan keuntungan. Atau mengelola LSM lingkungan ekstrim kanan (deep environmentalist) yang tujuan tunggalnya hanya pelestarian lingkungan, meskipun rakyat banyak yang nganggur, miskin, dan tidak mampu membayar biaya perawatan kesehatan dan pendidikan anak-anaknya. Setiap sektor pembangunan ekonomi, tak terkecuali sektor KP (Kelautan dan Perikanan) dituntut untuk mengimplementasikan paradigma pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development). Yakni suatu konsep pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia, meningkatkan atau memelihara pertumbuhan ekonomi inklusif supaya seluruh penduduk bisa bekerja dan hidup sejahtera, dan ramah lingkungan secara seimbang dan berkelanjutan.

Pembangunan perikanan berkelanjutan bisa kita wujudkan dengan menggunakan pendekatan Ekonomi Biru (Blue Economy) yang pertama diperkenalkan oleh Gunter Pauli pada 2010, dan kini sudah membuahkan hasil di banyak negara termasuk Canada, AS, Eropa Barat, beberapa negara Amerika Latin, China, Korea, dan Australia. Ekonomi biru merupakan model ekonomi baru untuk mendorong pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan kerangka pikir seperti cara kerja ekosistem alam dan mengutamakan kesejahteraan manusia, serta secara simultan menjaga kelestarian lingkungan.   Konsep ekonomi biru sangat relevan untuk diterapkan di sektor KP melalui pengembangan bisnis inovatif dan kreatif berdasarkan prinsip efisiensi alam. Ekonomi biru mengharuskan laju pemanfaatan SDA sesuai dengan batas kelestariannya (renewable capacity) nya, hemat tanpa ada limbah yang terbuang, dan juga menciptakan kesempatan wirausaha dan lapangan kerja secara berkelanjutan.

Wujud nyata implementasi Ekonomi Biru untuk sektor KP Indonesia seyogyanya dalam bentuk kebijakan dan program berikut.    

Pertama, adalah pengaturan laju penangkapan ikan di setiap WPP dan unit wilayah pengelolaan perairan propinsi supaya tidak melebihi potensi produksi lestari (MSY) nya. Wilayah perairan yang sudah overfishing harus segera dikurangi (bukan moratorium) upaya tangkap (jumlah kapal ikan) nya. Sementara yang masih underfishing agar ditambah kapal ikannya sesuai MSY. Sebaiknya kita memilih teknik manajemen perikanan tangkap berupa zonasi penangkapan untuk teknologi penangkapan (kapal dan alat tangkap) sesuai dengan jenis stok ikan dan keberadaan daerah pemijahan ikan. Pelarangan masa penangkapan pada bulan-bulan tertentu, bukan untuk selamanya.

Kedua, semua unit usaha perikanan budidaya yang ada sekarang harus ditingkatkan produktivitas, efisiensi, dan sustainability nya dengan cara menerapkan Best Aquaculture Practices dan inovasi dengan penuh disiplin. Kembangkan usaha-usaha budidaya untuk sepesies baru (ikan, krustasea, moluska, algae, tanaman, dan biota lainnya) dan buka usaha-usaha budidaya perikanan di wilayah-wilayah perairan yang baru. 

Ketiga, perkuat dan kembangkan teknologi industri penanganan dan pengolahan hasil, baik di perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. 

Keempat, kembangkan industri bioteknologi dan nanoteknologi perairan. 

Kelima, kuatkan dan kembangkan pasar domestik dan ekspor, sehingga para nelayan dan pembudidaya di seluruh Nusantara mampu memasarkan hasilnya dengan harga sesuai nilai keekonomiannya (menguntungkan) setiap saat. 

Keenam, usahakan semaksimal dan secepat mungkin penggunaan teknologi yang tanpa limbah dan tanpa emisi karbon. 

Ketujuh, buka seluas mungkin akses nelayan, pembudidaya, dan pengusaha KP lainnya kepada sumber modal (kredit bank) dan sarana produksi perikanan berkualitas dengan harga relatif murah. 

Kedelapan, perbaiki dan bangun baru infrstruktur dasar dan perikanan, transportasi, konektivitas, dan logistik. 

Kesembilan, tingkatkan kapasitas SDM KP melalui prorgam DIKLATLUH secara tepat, benar, dan berkesinambungan. 

Kesepuluh, perkuat dan kembangkan R &D supaya daya saing sektor KP meningkat untuk menjadi pemenang di era MEA dan rejim perdagangan bebas lainnya. Terakhir, pastikan iklim investasi dan kemudahan berbisnis sektor KP kondusif.

Pada prinsipnya, supaya perikanan Indonesia menjadi pemenang dalam pasar tunggal ASEAN (MEA), pemerintah harus melakukan dua hal: (1) meningkatkan daya saing perikanan nasional, dan (2) melindungi perikanan nasional dari kecurangan dagang (unfair trade) dari 9 negara ASEAN lainnya. Terkait daya saing nasional, pemerintah harus membantu setiap usaha perikanan (UMKM, swasta besar, dan BUMN) untuk mampu menghasilkan produk dan jasa perikanan yang berdaya saing (comperitive). Ciri produk yang berdaya saing adalah kualitasnya unggul (top quality), harganya relatif murah, dan volume produksinya teratur dan berkesinambungan sesuai kebutuhan konsumen (pasar). 

Agar mampu menghasilkan produk perikanan yang kompetitif, setiap pengusaha perikanan: (1) unit usahanya memenuhi skala ekonomi; (2) menerapkan manajemen rantai suplai terpadu dari hulu (produksi), pengolahan dan pengemasan produk, sampai hilir (pasar); (3) menggunakan teknologi mutakhir yang tepat; dan (4) usahanya harus ramah lingkungan dan sosial. Pemerintah mesti menciptakan bidang permainan (playing field) bisnis dan iklim investasi yang lebih atau sama kondusif nya seperti di negara-negara ASEAN lain yang lebih maju ketimbang kita. Itu antara lain meliputi penyediaan infrastruktur, transportasi dan logistik, energi, kredit perbankan yang relatif murah dan lunak, sumber daya manusia (manpower), perpajakan, keamanan berusaha, dan konsistensi kebijakan pemerintah. Singkatnya, pemerintah harus membuat pengusaha perikanan lebih mudah, murah, cepat, efisien, produktif, dan aman dalam berusaha. Kapasitas SDM perikanan nasional juga harus terus menerus ditingkatkan melalui program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan secara sistematis dan berkesinambungan.

Pemerintah juga harus melindungi perikanan nasional dari kemungkinan negara-negara lain melakukan praktik perdagangan bebas yang curang seperti subsidi terselubung dan praktik dumping. Praktik IUU (Illegal, Unregulated, and Unreported) fishing, terutama oleh nelayan asing harus benar-benar ditumpas habis.
 
byProf.Dr.Ir.RokhminDahuri/KetuaMasyarakatAkuakulturIndonesia


Perikanan Biru Industrialisasi Perikanan berlingkungan,
Meningkatkan Potensi dari berbagai sektor perikanan dan berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KISAH JANDA PANGERAN CINA YANG BERUBAH MENJADI BATU. LEGENDS GUNUNG KINABALU DI SABAH

NusaNTaRa.Com     byGreaTBritteN,       J    u    m    a    t,     0    3      M    e    i       2    0    2    4   Gunung KINABALU gunung...