Minggu, 20 Juli 2014

BURUNG ENGGANG SEMAKIN LANGKA, PERTANDA LINGKUNGAN HUTAN RUSAK




















Burung ini termasuk salah satu jenis yang penampakannya terkesan Anggun dan Berwibawa meski ia jarang terbang tinggi mengangkasa melainkan terbang didalam kerimbunan hutan saja dari satu pohon kepohon yang lainnya atau biasa disebut Arboreal.  Di Kalimantan orang menyebutnya dengan burung Enggang atau  lebih dikenal dalam bahasa Indonesia  sebagai  Rangkong.   Merupakan jenis burung dari famili Bucerotidae yang memiliki ciri-ciri tubuh untuk dewasa sebagai berikut :  panjang ukuran tubuh berkisar  1  meter,   paruh panjang dan besar  berwarna kuning atau krem  yang keras serupa tulang bahkan  beberapa diantaranya memiliki tanduk (casque) yang terletak di atas paruhnya dan memiliki warna bulu putih,  Hitam dan sedikit kuning.    Kawanan burung ini banyak hidup didaerah tropis selain Indonesia juga di Asia lain dan Afrika.



Berdasarkan data MacKinnon, J (2010) Terdapat sepuluh jenis burung enggang  di Sumatera (S) dan Kalimantan (K),   tiga jenis terdapat di Jawa (J) dan Bali (B)  serta beberapa jenis lainnya  terdapat di Sulawesi dan Papua seperti   Enggang Klihingan ( Anorrhinus  galeritus/Bushy-crested Hornbill/S.K),  Enggang Jambul  ( Aceros   comatus/White-crowned Hornbill/S.K),   Julang Jambul Hitam ( Aceros corrugatus/Wrinkled Hornbill/S.K),   Julang Emas (  Aceros  undulatus/Wreathed Hornbill/S.K.J.B),   Julang Dompet ( Aceros  subruficollis/Plain-pouched Hornbill/S.K),   Kangkareng Hitam (  Anthracoceros   malayanus/Asian Black Hornbill/S.K),   Kangkareng Perut Putih (  Anthracoceros albirostris/Oriental Pied Hornbill/S.K.J.B),   Rangkong Badak (  Buceros rhinoceros/Rhinoceros Hornbill/S.K.J),  Rangkong Papan (  Buceros  bicornis/Great Hornbill/S)  dan   Rangkong Gading  (  Buceros  vigil/Helmeted Hornbill)



Burung Enggang  hanya bisa dijumpai pada daerah hutan alami dengan kondisi yang masih natural dengan sumber pakan yang melimpah seperti  ketersedian buah-buahan dan serangga  dan jauh dari usikan manusia yang dapat mengganggu kehidupan mereka.   Selain itu dalam perkembangbiakannya  yang terbilang  lamban sekali perkawinan hanya menghasilkan 3-4 telur atau anakan, burung ini membuat sarang buat tempat meletakkan telurnya dan membesarkan anaknya pada sebuah pohon yang  tinggi dan biasanya pada lobang pohon tersebut. Tempat demikian atau pohon seperti ini tentunya hanya munggkin ditemukan pada hutan yang masih Alami dan jauh dari pemukiman atau keramaian karena bila dekat  keramaian pohon dan buah demikian tentunya sudah di tebang dan diambil manusia.     

Preferensi  habitat  hidupnya yang demikian tentunya oleh sebagian pakar diambil sebagai parameter Bio Indikator lingkungan hutan apakah masih baik kondisi lingkungan hutan tersebut atau tidak artinya bila dalam hutan tersebut masih ada burung Enggang yang tinggal atau masih sering singgah disitu otomatis bahwa Hutan tersebut masih baik alias masih alami, karena bila Lingkungan hutan tersebut jelek maka akan mustahil kita menemukan burung tersebut hidup dilingkungan tersebut.



Seorang pekebun di Nunukan bernama Kadir Janggo mengatakan bahwa dulu waktu kebunnya banyak ditumbuhi  tanaman buah-buahan seperti Ellai, Rambutan, Mangga dll di belakangnya tidak jauh dari hutan asli serta  masih jauh dari keramaian atau sekitar 2 km dari perkampungan, bila masuk musim buah-buahan terutama musim buah Ellai bulan April – Juli ia sering menemukan sekawanan Burung  Enggang  (2-5 ekor) bertengger dipohon buahnya dan ketika ia kesana burung tersebut berterbangan sambil mengeluarkan suara yang cukup keras “ kwaauuu  kwaauuu “, dan ia sering menemukan pohon Ellai yang ditinggalkannya tersebut terdapat buah Ellai  itu berlobang bekas makanannya.   Sekarang ini perkampungan hanya 200 m dari kebun dan disekitar kebunnya sudah tidak adalagi hutan ia sudah tidak pernah lagi menemukan burung tersebut sekitar 15 tahun terakhir ini, ujarnya.


Burung Enggang yang oleh sebagian Puak suku Dayak di Kalimantan dianggap sebagai burung yang mempunyai  nilai sakral oleh sebagian pakar dan tokoh masyarakat dianggap sudah sulit ditemukan bahkan dianggap beberapa jenis diantaranya mulai punah, terutama di Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan selain karena Habitatnya yang sangat selektip juga karena dalam perkembang biakannya yang lambat dimana dalam 2-4 tahun hanya berkembang biak sebanyak 2-4 ekor saja serta saat masih bayi atau telur sering dimangsa oleh monyet dan ular dikala induknya pergi meninggalkan sarang.







Burung Enggang si Burung  Dewa kayangan,

Si Enggang tiada, menandakan hutan rusak dan tak menenangkan. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PARI GERGAJI GIGI KECIL DAPAT SURVIVE DENGAN BAWAAN PARTHENOGENESIS BILA TERTEKAN

NusaNTaRa.Com byIrkaBPiranhA,         S     e    n    i     n,        0    6      M    e    i      2    0    2    4   Pari Gergaji Gigi Ke...