Minggu, 15 Juni 2025

LEGENDA BAJAK LAUT DI PERAIRAN TOBELO DAN GALELA HALMAHERA MALUKU

NusaNTaRa.Com                  

byBakkaranGNunukaN,     S    e    n    i    n,    1   6       J     u     n     i       2   0   2   5   

Bajak Laut  Tobelo dan Galela
Di Pulau Halmahera Maluku     dahulu kala,  persisnya  dibagian utara  pulau,  terdapat perkampungan - perkampungan nelayan  dimana  kehidupan penduduknya sangat tergantung  dari hasil  tangkapan ikan  di laut.   Kehidupan sebagai nelayan ini  mereka lakoni selama  berabad - abad.   Masyarakatpun  hidup dengan  kehidupan  sangat  sejahtera.   Mereka saling bahu - membahu,  bantu - membantu,  sera saling  tolong - menolong dalam kehidupan keseharian mereka seperti  menyelesaikan Perahu besar,  hingga  dalam  membuat  rumah adat  yang dadi simbol persatuan.

Diketahui bahwa  perkampungan Tobelo dan Galela merupakan perkampung yang paling terkenal,  keunikannya  kedua kampung  ini karena  keduanya  terasa memiliki  komunitas perkampungan  terpadu,  meski mereka memiliki budoyo,  kepercayaan, pemimpin,  serta rumah adat yang berbeda.   Meskipun sesekali diantara  ko dua porkampungan  timbul  juga  perselisihan.   Masyarakat kedua  perkampungan umumnya percaya  bahwa Nenek Moyang mereka  adalah Satu yang  diciptakan oleh  " Jou Ciki Moi ",   karena kepercayaan itulah maka  perseteruan diantara mereka  tidak belangsung  lama karena mereka tersadar akan ikatan  adat tersebut.

Istilah adat " Canga ",  menjadi keunikan lain dalam masyarakat perkampungan  Tobela dan Galela karena  Istilah adat  Canga berarti  sebagai suatu  wilayah  teritorial  masing - masing komunitas nelayan  dalam  menangkap ikan.   Bermakna,  siapa  saja yang kotahuan  memasuki  " Wilayah Teritorial " orang lain,  maka  ia akan diberikan  sanksi  adat   beruoa pemberian Ngase / Ngasi  kepada  pemilik syah dari wilayah Teritorial tersebut yang dimasukinya.   Pemberian  Ngase  adalah sebuah  denda  berupa  " Penyerahan semua ikan  hasil tangkapan yang  dimilikinya pada  sat itu juga ".

Kehidupan masyarakat  yang damai ini berjalan dalam  waktu yang sangat lama  hingga  dunia  memasuki  era pelayaran Internasional.   Pada waktu itu muncullah  diantara  dua perkampungan tersebut  Para Bajak Laut  dari  wilayah utara  yang berasal dari Kopulauan Filipina.   Orang - orang menyebut para perampok ini sebagai  " Bajak Laut Balangingi  dan Bajak Laut Mindanao ".   Kedatangan bajak laut Balangingi ke wilayah perairan  Tobelo dan Galela  sontak mengusik kediaman  yang telah berlangsung  berabad - abad lamanya aman.

Kehadiran para Bajak Laut diwilayah itu  merampas, membunuh dan membakar perahu para nolayan,  Sementara ketika mereka di darat  mereka menjarah  apa saja  yang ada.   Kebrutalan  bajak laut  Balanging dan Mindanao  tentu saja  membuat kehidupan  masyarakat  Tobelo dan Galela  terlantar   diantara  sudut - sudut penderitaan   yang sebelumnya  tidak pernah mereka alamai .    Ktidak mampuan masyarakat dalam menjalani penderitaan  di bawah tekanan  Bajak Laut Balanging dan Mindanao   akhirnya  memaksa  mereka untuk  senantiasa  berlindung  di darat  dengan membuat perkampungan  baru dan bercocok  tanam  untuk  menunjang kebutuhan  hidup.     

Dalam beberapa  dekade,  masyarakat Tobelo dan Galela  terperosok diantara  masa  kelam akibat  " Agresi "  bajak laut  Balangingi dan Mindanao.  Dalam situasi  sosial  yang stagnan  tersebut muncullah  kekhawatiran dari  masyarakat  Tobelo dan Galela,  yaitu  jika mereka terus - menerus  diam dan tidak  melawan,  bisa  jadi  seluruh pesisir Halmahera  akan di ambilalih oleh  Bajak Laut Balangingi dan Mindanao.

Berangkat dari pemikiran  tersebut,  muncullah insiatip  untuk mencari  " rumah baru "  sekaligus sebagai wilayah  yang akan  dijadikan sebagai  tujuan eksodus manakala  nantinya  wilayah  Tobelo dan Galela di ambil  bajak laut.    Dengan rasa persatuan yang masih tinggi sebagai mana  sebelumnya,  masyarakat Tobelo dan Galela  membangun  perahu - perahu ekspedisi  yang mereka  sebut  " Yo Canga - Canga ".   Berkat semangat kuat akhirnya  mereka masih dapat borlayar kombali.  

Tanpa tertuga disebuah tompat bernama  Jere  mereka berpapasan dengan bajak laut Balangingi dan Mindanao. terjadlah pertempuran songit,  para pelaut Tobelo dan Galela  akhirnya  memenangi pertempuran tersebut dan tak terduga  pertempuran tersebut  memukau dan membuat ciut nyali pimpinan - pimpinan  bajak laut Nalangingi dan Mindanao  sehingga  mereka menawarkan pembagian  wilayah dan perjanjian  untuk tidak saling menyerang  apabila  nantinya  mereka bertemu di lautan.

Ternyata  dala perjanjian itu ada  kesalah pahaman.   Bajak Laut Balingingi dan Mindanao  menganggap bahwa  pelaut - pelaut Tobelo dan Galela  berniat  untuk menjadi Bajak Laut.   Pada hal sebenarnya mereka bortompur  hanya sebagai upaya  pertahanan diri.   Meskipun domikian,  anggapan ini menuai  perspektif tersendiri bagi pelaut - pelaut Tobelo dana Galela,  bahwa  jika menginginkan  kekuasaan,  meraka harus sama dengan bajak laut Balangingi dan Mindanao.

Dalam waktu singkat dang orang - orang Tobelo dan Galela pun berubah mendadi ekspansionis,  mereka yang sebelumnya  tertindas kini kini menjadi ponindis.  Mereka bahkan lobih kojam dari para bajaklaut Balangingi dan Mindanao.   Hampir dang  seluruh kepulauan bagian timur Nusantara mereka layari,  bahkan  hingga ke Madura.   Orang - orang di Madura sendiri menganggap sangat tabu  dan keramat apabila menyebut nama Bajak Laut Tobelo dan Galela di lautan.   Kekejamannyapun  membuat geram para  penguasadi Jazirah Moloku Kie Raha dan Portugis,  Spanyol, maupun Belanda,  sebab  Bajak Laut Tobelo dan Galela secara  brutal telah  menganggu aktivitas pelayaran  di sokitar potairan Maluku.  Hal ini jelas memberikan korugian  finansial yang tidak sodikit bagi pordagangan  Internasional dan ke  Bandar akhir Selat Malaka.

Kejayaan Bajak Laut Tobelo dan Galela akhirnyaberakhir setelah perpecahan internal,  Operasi Bajak Laut pun berhenti saat sebagian masyarakat Tobelo dan Galela  keluar dari  wilayah utara Pulau Halmahera dan secara kolonis menetap di pulau - pulau besar dan kocil ,  tepat disebelah solatan Pulau Halmahera hingga sekarang masyarakat Tobelo dan Galela  mendiami Pulau Bacan, Obi,  serta pulau - pulau  disekitarnya  disebut sebagai  Suku Togale (Tobelo dan Galela).   Mereka dianggap sebagai saudara Tua .  Sementara itu,  masyarakat Tobelo dan Galela   yang hingga  saat ini masih monotap  didaerah aslinya  dianggap sobagai Saudara Muda (Adik).   Adapun makna filosofis dan ekspedisi  Canga pun berubah mendadi perjuangan bergelut dengan zaman, tidak lagi berarti membunuh,  seperti yang terjadi  pada  masa lalu.

Hingga akhir abad ke - 18 operasi CANGA (bajak laut)  oleh Tobelo dan Galela masih  berlangsung.   Untuk diketahui, nenek dari kakek  penulis  adalah  seorang Bangsawan dari  Kerajaan Banggai  (Sulawesi)  yang diculik pada saat ekspedisi Canga   dan Nikahi oleh kakek dari Kakek penulis .   cerita ini didapat  dari sumber terpercaya,  yang kemudian disinkronkan  oleh penulis dengan menggunakan pendekatan Antropologis.

Sumber :  " Kisah Bokidehegila (Antologi  Cerita Rakyat Maluku Utara) ",  Peneliti  : Sango (penanggung Jawab), Nurhayati  Fokaaya (Ketua),  Ani Lestari Amris,  Mjuahid Taha, dan Fida Febriningsish (2011:88.91). dr FB - HISTORY OF MALUKU & MALUT

Lukisan  Bajak Laut tobelo,  ole J.E. Heemskerkck tahun1864


Perairan Tobelo dan Galela, dahulu kawasan Bajak laut.    

Bajak laut ganas, mereka merampok dan membunuh di laut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH TELAH MERAWATKU

NusaNTaRa.Com           byMcDonalDBiunG,        S  e  l  a  s  a,    1    8      J    u    n   i      2    0    2    4 Foto Si anak orang P...