Sabtu, 16 Juni 2018

DEE DEE DAN MATHILDA SETELAH MOUNT EVEREST MENJADI PENAKLUK PUNCAK SEVEN SUMMIT

NusanTaRa.Com
byJonedPringgondandI, 3/6/2018
Dee Dee dan Mathilda di Puncak Mount Everest 2018


Dee Dee dan Mathilda dua  pendaki  wanita Indonesia  yang  berhasil menoreh  sejarah,  Kamis 17 mei 2018 karena berhasil menancapkan  bendera Merah Putih  di puncak gunung tertinggi di Dunia, Mount Everest (8.848 meter diatas permukaan laut/mdpl), sekaligus menempatkan mereka sebagai wanita pertama dari Indonesia yang berhasil menancapkan sang Merah Putih di Tujuh Puncak tertinggi di Tujuh Benua (Seven Summits).    Sebelumnya mereka telah menaklukkan 6 puncak gunung tertinggi yaitu Carstensz Pyramid  4.884 mdpl di Papua  pada 13 Agustus 2014,  Elbrus  5.642 mdpl di Rusia pada 15 mei 2015,  Kilimanjaro 5.895 mdpl di Tanzania pada 24 mei  2015, Aconcagua 6.962 mdpl di Argentina  pada  30 Januari  2016, Vinson Massif 4.892 mdpl di Antartika  pada 05 Januari 2017  dan  Denali 6.190 mdpl di Amerika Serikat pada  02 Juli  2017.

Fransiska Dimistri Inkirawang (Dee Dee)  dan  Mathilda Dwi Lestari  (Mathilda)  merupakan dua  mahasiswa hubungan internasional (HI) Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)  Bandung dalam kegiatan ekstrakulikuler  mereka berdua tergabung dalam organisasi mahasiswa pencinta alam kampus Unpar yang bernama Mahitala.   Misi pendakian  tujuh puncak tertinggi di tujuh benua itu diberi nama The Women of Indonesia’s  Seven Summits Expedition Mahitala-Unpar (WISSEMU)  yang mulai mereka lakoni sejak  Agustus 2014 hingga mei 2018 dengan dukungan kalangan kampus Unpar, keluarga dan pemerintah.


Deedee  dan  Mathilda tiba di Terminal II Bandara Soekarno Hatta dari Mount Everest,  Jumat (1/6) disambut langsung  Menpora Imam Nahrawi bersama jajarannya, Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono dan Rektor Unpar Bandung   Mangadar Situmorang dengan pengalungan bunga dan penghargaan masing-masing Rp 20 juta.    "  Saya ucapakan selamat atas prestasi yang diraih oleh kedua pendaki tim WISSEMU Unpar  Fransiska Dimitri Inkiriwang dan Mathilda Dwi Lestari yang telah berhasil mengibarkan merah putih setelah mencapai puncak Gunung Everest.    Mereka  sudah dapat  melebihi dari emas.   Semoga nanti atlet Indonesia di Asian Games bisa terinspirasi oleh kedua pahlawan kita ini  yang  sudah meninggalkan keluarga, teman dan kebahagiaan.   Mereka ini sudah mengorbankan semuanya, mereka hanya berpikir untuk memuat sejarah besar bagi negeri ini. Merah Putih ditancapkan di tujuh puncak gunung tertinggi dan tentu ini merupakan kebanggaan Indonesia dan dunia    ", Ujar SiDin Mangadar Situmorang rektor Unpar.   

Lebih dari 50 orang memenuhi  restoran Mang Engking di kompleks Soewarna, Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (1/6) dari kalangan  Forum Komunikasi Keluarga Besar Pencinta Alam Bandung Raya (FKKBPABR),  Selain menunggu jam buka bersama  mereka  juga ingin mendengar pengalaman Mathilda  dan  Dee Dee dalam pendakian menaklukkan  puncak Everest.   Pertemuan ini menjadi seru karena Dee Dee dan Mathilda secara bergantian menceritakan semua seluk beluk pendakian mereka  dan permasaalahan yang mereka temukan secara jelas.

Dari Indonesia  menuju  Kathmandu, Nepal  tiba  30 Maret 2018. Kemudian,  lanjut  terbang menuju Lhasa, Tibet, pada 10 April dan terus menuju Everest Base Camp (EBC) dengan menggunakan mobil, lama perjalanan mencapai lima hari. ”  Kami tiba di EBC pada 18 April. Syukur cuaca cerah  ”, Ujar SiGaluh  Dee Dee.   Di EBC mereka berdua menjalani pematangan materi selama enam hari dilanjutkan proses aklimatisasi  pada 26 April berlangsung sepekan hingga 03 mei 2018.   Proses aklimatisasi adalah suatu upaya untuk penyesuaian fisiologis atau adaptasi tubuh menghadapi kondisi alam baru,  proses aklimatisasi tertinggi pernah mencapai titik 7.400 mdpl.

Ditengah canda Dee Dee mengatakan bahwa   di kalangan pencinta alam  ada ungkapan bahwa mendaki ke puncak Everest sama dengan makan kue black forest,    Tidak bisa langsung.  Dinikmati satu potong, satu potong, satu potong  ”, Ujar  Dara kelahiran Jakarta, 4 Oktober 1993,  bermakna  bahwa di setiap sesi mendaki ke puncak Everest, perlu ada istirahat  supaya tidak stres, karena perjalanan menuju puncak sangat jauh.

Vinson Massif di Antartika
Setelah  kesiapan fisik dan mental siap mereka naik ke Advance Base Camp (ABC)   berada di titik ketinggian 6.400 mdpl dan merasakan sebuah Anomali kata Mathilda.  Umumnya pendaki memanfaatkan waktu istirahat dengan tidur agar  tubuh tetap  segar dan siap melanjutkan pendakian.     Tetapi ini beda. Bangun tidur malah pusing. Seperti habis digebukin.   Pokoknya, habis tidur malah babak belur  ”, Ujar SiGaluh  kelahiran Jakarta, 26 September 1993.  Kondisi tersebut terjadi karena mereka tidur di titik yang memiliki kandungan oksigen rendah.

Dari ABC  menuju  puncak para pendaki harus  melewati camp 1 atau yang biasa dikenal dengan sebutan North Col di ketinggian 7.000 mdpl,  kemudian  ke camp 2 (7.800 mdpl) dan menuju camp 3 (8.224 mdpl) baru menuju puncak Everest di ketinggian 8.484 mdpl.   Di setiap Camp  mereka harus  beristirah  ditenda kecil dengan  dilengkapi tabung oksigen agar tak kekurangan oksigen lagi,  sehingga selama jalan dan tidur  tabung   Oksigen tak pernah lepas dari hidung. 

The Trueth Journey  to Everest di mulai dari Camp 3,  Saat itu, sekitar pukul 21.00 waktu setempat agak gelap,  mereka dibangunkan dua pemandu yang berasal dari etnis Sherpa  bernama Pemba Tenzing dan Pasang Tendi,  medan yang mereka lalui malam itu berupa tebing.   Meski sudah dilengkapi dengan oksigen, tidak berarti mereka sama dengan di daratan biasa kata Mathilda.     Saya sempat mengira akan kolaps. Tetapi, ternyata oksigennya mampet  ”, Ujar SiGaluh Dee Dee.   Pagi harinya perjalanan menuju puncak Everest akhirnya berakhir  dipuncak Gunung Everest  bersama para pendaki lain dari penjuru dunia.     Pendakian lancar. Tapi, bukan berarti mudah. Untungnya, cuaca cerah dan dapat pendamping pendakian  yang andal  ”, Ujar SiGaluh  Mathilda.

Dee Dee ketika telah menaklukkan Gunung Vinson Massif di Antartika dahulu, mengatakan  dirinya sangat bersyukur bisa kembali ke tanah air,  Sebab perjuangan di Antartika tidaklah mudah,   pada  konferensi pers di Aula Gedung BRI 1, Jakarta, Selasa sore 24 Januari 2017.    Kami harus menghadapi cuaca yang ekstrim, dengan suhu dibawah minus 30 derajat celsius. Dan harus melakukan load carry ke High Camp sebelum melakukan summit attempt  ”, Ujar SiGaluh Dee dee.  Kedua pendakian ini memerlukan kesiapan atas perlakuan suhu yang cukup tinggi perbedaannya dan suhu sangat rendah hingga minus 30 derajat C.

Motivasi mereka untuk menjalankan misi seven summits tersebut ?.    Mathilda mengatakan, sejatinya misi itu berawal  ketika mereka ke puncak Gunung Carstensz Pyramid,  kemudian  mereka melihat ada peluang untuk melakukan seven summits serta  belum adanya pendaki Seven Summit wanita asal Indonesia.   Kemudian, tim WISSEMU langsung dibentuk sekaligus menyusun perencanaan penaklukkan tuuju puncak dunia tersebut.


Puncak Everest menggapai Langit,
Dee Dee dan Mathilda wanita Indonesia penakluk Seven Summit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PULAU BUNGIN SUMBAWA DI TENGAH LAUTAN JADI PULAU TERPADAT DI DUNIA

NusaNTaRa.Com byLaDollaHBantA,         R    a    b    u,       2    0         A    p    r    i    l        2    0    2    4 Pulau Bungin d...