Senin, 15 Oktober 2012

SAMPE’ AKUSTIK TRADISIONIL MASUK REKOR DUNIA DAN MURI.







Sampe termasuk alat musik petik (akustik) tradisional berbagai suku Dayak  terdiri dari badan yang lebar panjang mencapai 1 meter, tangkai  yang pedek dan Senar dari dawai  2 hingga 4 buah yang biasa di mainkan saat ada upacara adat  dan pesta panen, bentuk Sampe’ untuk setiap suku-suku dayak agak berbeda-beda namun cirri-ciri umumnya tidak jauh berbeda dari kriteria diatas.   Memainkan Sampe’ berbeda dengan Gitar yang telah memiliki kunci nada sementara Sampe’ dawai yang dipetik dengan cara menekan dawai gitar tersebut pada titik tertentu sehingga dirasakan nada yang dihasilkan sesuai dengan irama yang di inginkan,   jadi mutu permainannya sangat ditentukan oleh kemampuan Perasaan si pemetik Sampe’ tersebut. Suku Dayak yang memiliki kesenian memainkan Sampe’ yang tinggi adalah Dayak Kayan dan Kenyah yang mendiami  sepanjang sungai Kayan Kalimantan Timur bagian Utara.

Pada pesta Birau 2012 yang dilaksanakan di Tanjung Selor yang merupakan  daerah  kediaman Suku Dayak Kayan dan Kenyah,  salah satu kegiatannya mempersembahkan permainan musik Sampe’ oleh seniman daerah  Bulungan  telah berhasil memecahkan rekor Indonesia (MURI) dan Rekor Dunia sebagai Persembahan Musik Sampe’ dengan peserta terbanyak yaitu 250 orang pemetik Sampe’ dan pertama kali dilaksanakan baik di Indonesia maupun dunia.   Manager MURI Sri Widyati menyerahkan piagam penghargaan kepada penggas yaitu  Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bulungan dan Komunitas Muda Peduli Dayak Bulungan dan dalam buku MURI rekor music Sampe’ ini masuk  rekor urutan yang ke-5.630.

Pesta Birau atau pekan seni dan Budaya yang dilaksanakan pada tanggal 10 oktober 2012 di Tanjung Selor Kabupaten Bulungan tersebut dalam rangka memperingati hari jadi Kabupaten Bulungan ke 52 dan Kota tanjung Selor ke 222 yang dibuka oleh Gubernur Kalimantan Timur Bapak Awang Faroek Ishak di hadiri Menteri Pemberdayaan wanita RI Ibu Linda Amalia Sari Gumelar serta Bupati Bulungan Budiman Aripin dan seluruh pejabat SKPD daerah.   Birau diisi dengan berbagai kegiatan yang dikhususkan mengangkat budaya lokal daerah untuk memperkuat kemajuan daerah seperti ajang pameran produk daerah, Persembahan Sampe’, Pertandingan Sumpit, Bergasing, menaiki perahu Bebandung, seni hiburan dan banyak lagi lainnya.

Sejarah keberadaan Sampe' sebagai satu budaya suku dayak yang mendiami Pulau Kalimantan seiring dengan sejarah keberadaan mereka yang termasuk rumpun Mongolid-Austronesia yang bermigrasi dari daerah Yunan sekitar 2500 tahun SM,  yang tba d nusantara,  Sebagian Legenda menceritakan bahwa Dahulu kala ada seorang raja dengan seratus pasukan pengawalnya berlayar di Sungai Kayan ketika tiba disuatu Giram yang deras perahu mereka terbalik, Sang Raja tersebut terdampar di sebuah Batu besar di sekitar sungai  saat antara sadar dan tidak ia mendengar sebuah nada yang indah dari dalam sungai tersebut dan bayangan suatu benda, sekembalinya ke kampung karena selalu teringat bunyian merdu tersebut ia dengan petunjuk dewa ia mnciptakan alat bebunyian tersebut yang di sebut " SAMPE' ".  Ada beberapa alat musik tradisional di Indonesia yang mempunyai kemiripan dengan Sampe' baik bodi gitar, sistem Senar dan bunyiannya seperti Kecapi di Sunda Jawa Barat, di Sumatra dan di Bugis Sulawesi Selatan.

Birau sendiri merupakan kata serapan suku Bulungan yang berarti Pesta Besar (agung), atau ramai-ramai sehinggs tak mengherankan  bila pelaksanaan Birau akan diartikan hari penuh kebahagian dan kecerian.   Pada masa Kesultanan Bulungan Birau digelar saat ada Perkawinan putra dan putrid sultan, khitanan, naik ayun dan lebih teristimewa lagi saat  Penobatan Sultan.  Birau mulai dilaksanakan di Kesultanan Bulungan  pada masa kepemimpinan  Ali Kahar bergelar  Sultan Kaharuddin II yang bertahta tahun  1875 – 1889.   Pada Masa pemerintahan Datu  Tiras  dengan gelar Sultan Maulana Muhammad Djalaluddin tahun 1931 -1958 Birau pernah dilaksnakan selama 40 hari 40 malam waktu itu Sultan Djalaluddin mendapat penghargaan dari  Ratu  Kerajaan Belanda , Wilhelmina dengan gelar  Letnan Kolonel Tituler dan mulai saat inilah  istilah mulai popular hingga sekarang.

By Bakri Supian









Naik sampan hanyutnya kehilir sungai,
Pesta Birau menghadirkan budaya mengangkat tradisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEJARAH MASJID AGUNG SANG CIPTO RASA DIBANGUN WALI SONGO PADA ZAMANNYA, MESJID TERTUA DAN PERNAH DIBANGUN SATU MALAM !

NusaNTaRa.Com  byBambanGBiunG,   S   a   b   t   u,    2   7    A   p   r   i   l     2   0   2   4 Masjid Agung Sang Cipto Rasa di Cirebo...