Selasa, 02 Oktober 2012

PERAHU PINISHI PENGARUNG PERAIRAN NUSANTARA




     Sebagai Negara bahari dengan luas wilayah  yang sebagian besar merupakan lautan 70 %  dengan dihiasi sekitar 17.000 buah pulau tentunya akan melahirkan sejarah kebaharian yang cukup kaya,  diantaranya pelaut Indonesia sejak dahulu kala berhasil mengarungi perairan Nusantara baik sebagai sarana transportasi maupun dalam misi perdagangan bahkan dalam pertempuran laut.   Pada masa kejayaan Pelaut Nusantara mereka telah mengarungi lautan luas hingga samudra mencapai  Madagaskar,  Laut Cina Selatam dan Australia.  Rangkaian sejarah itupun telah melahirkan armada dan Kapal layar yang cukup tangguh seperti Jung Borobudur, Jung Java, Jung Nusantara, Phinis, dan Kora-kora yang berjasa menegakkan kekuatan beberapa kerajaan di Nusantara hingga menantang penjajahan dalam duel di lautan.

     Pinishi Kapal layar tradisional masyarakat Bugis dan Makassar  Sulawesi Selatan  mempunyai andil besar dalam sejarah kejayaan kerajaan Makassar bahkan hingga kini yang tentunya akan mengalami perkembangan sesuai zaman dan kebutuhan.    Perahu  Layar Pinishi umumnya ditandai dengan memiliki dua tiang layar utama dan menggunakan layar jenis Sekuner yang terdiri dari  tujuh buah layar  yaitu tiga di ujung depan, dua di depan dan dua di belakang, Anjungan (segitiga) didepan sebagai penyeimbang, memiliki Palka dan ruang Jurumudi,   Umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antar pulau. Tujuh helai layar yang digunakan Perahu Layar Pinisi memiliki makna philosopi bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengharungi tujuh samudera besar di dunia .
        
     Beberapa ahli kemaritiman mengatakan bahwa Perahu Pinishi sebagai salah satu jenis JUNG NUSANTARA atau yang berkembang sezaman dengan perkembangan  JUNG NUSANTARA  sejak awal abad 15.   Menurut  naskah Lontarak I Babad La Lagaligo sebuah kitab tentang sejarah masyarakat Sulawesi Selatan, pada abad ke 14  Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putera Mahkota Kerajaan Luwu untuk berlayar menuju negeri Tiongkok yang hendak meminang Putri  Tiongkok   yang bernama We Cudai.  Setelah mempersunting putri We Cudai dan menetap beberapa lama disana  Sawerigading pun kembali kekampung halamannya ke Luwu.   Memasuk perairan Luwu kapal diterjang gelomban  besar dan terbelah tiga yang terdampar di desa Ara, Tanah Beru dan Lemo-lemo,  kemudian oleh  masyarakat setempat ketiga desa tersebut merakitnya bersama-sama ketiga pecahan tersebut sehingga menjadi perahu yang disebut  Pinishi.  Sekarang jika ingin menyaksikan cara pembuatan Perahu Pinisi yang asli anda dapat melihatnya di Kecamatan Tanah Beru Kabupaten Bulukumba Sulsel.


     Sebagai budaya lokal yang tak lepas dari makna magis maka pembuatan Perahu Pinishi tidak lepas dengan tata cara tersendiri,  seperti Pengrajin   harus mengerti tentang hari-hari baik seperti dalam Pencarian kayu (kayu Welengreng sekarang bermacam jenis kayu) sebagai bahan  pembuatan Perahu biasanya jatuh pada hari ke lima dan ketujuh pada bulan berjalan karena akan memberikan keberuntungan dan keselamatan, setelah penetapan waktu barulah kepala tukang atau “ Punggawa “ memimpin pencarian.    Ritual selanjutnya  peletakan lunas  dan  Saat dilakukan pemotongan, lunas  diletakkan menghadap Timur Laut. Balok lunas bagian depan merupakan simbol lelaki. Sedang balok lunas bagian belakang diartikan sebagai simbol wanita.

Ada dua jenis kapal pinisi
1.      Lamba atau lambo. Pinishi modern yang masih bertahan sampai saat ini dan sekarang dilengkapi dengan motor diesel (PLM).
2.      Palari. adalah bentuk awal pinisi dengan lunas yang melengkung dan ukurannya lebih kecil dari jenis Lamba.

  

    Kehebatan Perahu Pinisi bukan saja dapat diketahui dimasa kejayaan Kerajaan – kerajaan Nusantara karna hingga kini aktipitasnya masih sangat besar dalam mengarungi perairan antar pulau menghubungkan kota-kota senusantara, jika anda kepelabuhan-pelabuhan anda akan dapat menyaksikan mereka bersandar dengan Gagahnya.   Tahun 1986 Perahu Pinishi bertonase 120 ton panjang  37 meter yang dinahkodai  Capt. Gita Ardjakusuma beserta 11 awaknya berhasil melintasi perairan yang terkenal ganas yaitu Samudra Pasipik untuk mencapai Kota Vancouver di Canada sejauh 10.600 mil selama 62 hari, menghadapi  ketinggian ombak mencapai 7 meter dalam rangka mengikuti Expo 86.  Ekspedisi lainnya adalah  ekspedisi perahu Padewakang "Hati Marige" ke Darwin  Australia dengan alur pelayaran  mengikuti rute klasik,   Ekspedisi Ammana Gappa ke Madagaskar dan yang terakhir Ekspedisi  Pinishi Damar Segara ke Jepang.

By Bakri Supian

Archipelago Nusantara melahirkan budaya Bahari, 

Kegagahan Perahu Pinishi torehan sejarah pelayaran antar Negeri..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEJARAH MASJID AGUNG SANG CIPTO RASA DIBANGUN WALI SONGO PADA ZAMANNYA, MESJID TERTUA DAN PERNAH DIBANGUN SATU MALAM !

NusaNTaRa.Com  byBambanGBiunG,   S   a   b   t   u,    2   7    A   p   r   i   l     2   0   2   4 Masjid Agung Sang Cipto Rasa di Cirebo...