Sabtu, 04 Agustus 2012

ELANG JAWA YANG DIKENAL SEBAGAI GARUDA " TERANCAM "























” Kalau hutan  terus menyempit, perlakuan manusia terhadap Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) tak lagi akrab, tahun 2025 bakal punah. Bahkan bisa lebih cepat lagi, ” tandas aktivis lingkungan Zaini Rakhman. Berangkat dari keprihatinan itu, dia lantas menulis buku berjudul ”Garuda Mitos dan Faktanya di Indonesia . Isinya mengulas berbagai hal tentang burung Garuda yang sebenarnya merupakan Elang Jawa (sulit beradaptasi). 

Elang Jawa yang  keberadaannya semakin terancam punah termasuk dalam kategori terancam punah seiring semakin menipisnya keberadaan hutan alami tempat hidupnya di pulau jawa dan perburuan untuk kepentingan ekonomi,  hinggs kini  diperkirakan populasinya di alam liar tinggal 350 ekor.  Elang Jawa sebenarnya tidak lain dan tidak bukan merupakan  burung Garuda yang di jadikan lambang negara Republik Indonesia (oleh Ir. Soekarno)  dengan nama latin  Spizaetus bartelsi, Stresemenn, 1924.


 Elang jawa adalah type burung pemburu berukuran sedang  60-70 Cm dari ujung ekor hingga paruh yang hidup di hutan primer yang ada di Pulau Jawa.   Elang Jawa yang dalam rantai makanan berposisi sebagai top predator itu memangsa satwa lebih kecil seperti burung-burungan berupa punai,  walik, ayam hutan dan kalong dan satwa lain seperti tikus, tupai bajing, musang, jelarang, jenis reptile sampai dengan anak monyet.    

Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul hitam yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm), mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap.   Dada  coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang akhirnya di bagian bawah  berubah menjadi pola garis melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari.   Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang nampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis.    Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna coklat  terang memiliki suara tinggi berulang-ulang klii-iiw atau ii-iiiw. Betina berwarna serupa, sedikit lebih besar.

 Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat  Taman Nasional Ujung Kulon  hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo.   Namun penyebarannya  tersebut hanya pada daerah Hutan primer, hutan hujan tropik, daerah berbukit hutan dan banyak tersebar dibagian selatan Pulau Jawa yang berlereng sebagai habitat khususnya.  Meski hutan habitat tempat huniannya hutan primer tapi masih ditemukan juga pada hutan sekunder  sebagai tempat bersarang dan berburu, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi yaitu 0 – 3.000  m dpl.
Burung ini senang bertengger di atas pohon tinggi yang memudahkan baginya untuk mengintai dan menyergap mangsanya baik yang ada di permukaan hutan atau diatas tanah hutan disamping itu tempat ini sering dijadikan sarang.   Sarang berbentuk tumpukan ranting-ranting berdaun-daun, disusun tinggi  yang diletakkan dicabang pohon pada ketinggian 20-30 m di atas tanah.   Masa bertelur burung Elang Jawa ini mulai bulan Januari hingga Juni,  telur berjumlah satu butir sekali bertelur, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.
Sering ditemukan bersarang pada  jenis-jenis pohon hutan yang tinggi, seperti rasamala (Altingia excelsa), pasang  (Lithocarpus dan Quercus), tusam  (Pinus merkusii), puspa  (Schima wallichii), dan ki sireum  (Eugenia clavimyrtus). Tidak selalu jauh berada di dalam hutan, ada pula sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200-300 m dari tempat rekreasi.
Keberadaan elang Jawa diketahui sejak tahun 1820, tatkala van Hasselt  dan Kuhl  mengoleksi dua spesimen burung ini dari kawasan Gunung Salak   untuk Museum Leiden, Negeri Belanda.  Akan tetapi pada masa itu hingga akhir abad-19, spesimen-spesimen burung ini masih dianggap sebagai jenis elang brontok.    Setelah berkali-kali pengidentifikasian Baru tahun 1924 Prof. Stresemann memberinya nama Spizaetus nipalensis bartelsi dan akhirnya D Amadon tahun 1953 menaikkan peringkatnya menjadi jenis tersendiri sebagai Spizaetus bartelsi.
Klasifikasi ilmiah,   Kingdom : Animalia, Filum : Chordata, Kelas : Aves, Ordo : Falconiformes, Famili : Aceipitridae, Genus : Spizaetus  dan Spesies  :  Spizaetus  bartelsi, Stresemann, 1924.
By. Bakri Supian


















Keperkasaan Burung melebarkan sayap di Angkasa,
Dengan Gagah mengitari dan mengawasi wilayah kuasanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANDI RENDI RUSTANDI ANAK BURUH DAN PENJUAL GORENGAN SERING TERUSIR BEKERJA DI LEMBAGA RISET BESAR JEPANG

NusaNTaRa.Com byAsnISamandaK,             S    a    b    t    u,      3     0        M     a     r     e     t        2     0     2     4   ...