Sabtu, 23 Maret 2013

KEANGGUNAN PANORAMA DATARAN DIENG, BUDAYA HINDU DAN ISLAM

















Sekilas bila kita membayangkan tentang Dieng, maka yang akan tergambar dibenak  Bahwa daerah tersebut berada di puncak Gunung atau ketinggian, memiliki suhu udara yang cukup dingin yang membuat orang berbaju tebal bila berada di sana, memiliki danau yang indah dipuncak gunung, terdapat sederetan Candi Hindu yang berbaris, Wisatawan manca Negara berbaur dengan Para turis domistik yang didominasi anak muda dengan style hiking dan penduduk Kampung dan Ritual-ritual kegamaan Hindu yang menghiasi hari demi hari aktipitas negeri di atas awan tersebut, sesungguhnya tidaklah secara keselurhan demikian kalau saja kita menyempatkan diri kesana dan menyimak dengan baik dibalik pesona alam dan budaya Dieng.

Dieng merupakan daerah  di puncak gunung  dengan ketinggian sekitar 2.200 meter dpl  dengan Suhu udara yang dingin  sekali 5 - 17 o C  di sekitar gunung Sumbing dan termasuk dalam wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo atau berjarak  50 km dari Kota Banjarnegara dan 26 km dari kota Wonosobo,  disamping keadaan tersebut yang  banyak menarik wisatawan kesini  terutama setelah penetapan Kawasan Dieng sebagai Kota Wisata tahun 1971 oleh Gubernur Jawa Tengah Moenadi  adalah deretan Candi dalam komplek Candi Arjuno serta berbagai ritual pesta budaya yang dipentaskan sehubungn dengan keberadaan candi tersebut serta Panorama alamnya yang indah disepanjang lereng dan puncak bukit dihiasi rumah dan perkebunan penduduk yang sebagian besar sebagai Petani 86 %.   Nama Dieng mempunyai banyak persi,  diantaranya berasal dari kata Di yang berarti tempat dan Hyang yang berarti dewa sehingga dieng berarti tempat para dewa, sehingga tak heran zaman dulu daerah ini banyak di huni kaum Hindu yang kemudian membangun beberapa candi tempat peribadatan.

Mengunjungi Dieng maka wajib mengunjungi Telaga warna  sebagai satu pesona alam handalannya  yang memiliki air berwarna warni Hijau, Biru, Coklat, Kunim dan putih dengan dominasi utama warna Hijau ditengah  telaga seluas 39,60 hektar disekitarnya ditumbuhi  pepohonan yang rindang membuat suhunya jadi  dingin dan adem disamping itu masih banyak telaga lain namun diantaranya banyak  yang  mengalami pendangkalan karna proses pengendapan lumpur.   Di daerah ini terdapat komplek candi yang terdiri dari Sembilan candi  diantaranya Candi Puntadewa, Candi Sembadra, Candi Srikandi, Candi Arjuna,  Candi Semar, Candi Gatot Kaca, Candi Bima, Candi Darawati dan Candi Setiaki serta beberapa upacara ritual yang berhubungan dengan candi tersebut serta tarian tradisional yang dilaksanakan warga setempat  dengan tekun  sebagai pesona wisata Dieng .  Sebagian beranggapan bahwa di Dataran Dieng juga berawalnya  Peradaban  Hindu di Pulau Jawa yaitu masa kejayaan Sanjaya di abad ke VIII.

Kelincahan warga setempat melaksanakan tari dan acara budaya  rutin di Dieng  tersebut membuat banyak turis mengagumi dan memuji keindahan tersebut dan membuat kita beranggapan bahwa semua pelaku budaya tersebut adalah warga penganut Agama Hindu bahkan mungkin akan membuat kita beranggapan bahwa mayoritas penduduk Dieng Adalah Hindu, namun bila kita simak lebih dalam akan membuat kita tertegum sebenarnya bahwa  Dieng yang  kata lainnya bisa disebut sebagai kota Dewa memiliki penduduk mayoritas Islam sekitar 95,9 %  sedangkan penganut Agama non Islam sangat sedikit, memang sulit membayangkan bila pelaksana ritual budaya dieng tersebut adalah ummat Islam,   kegiatan tersebut   sebuah kegiatan  tarian atau adat dulu yang terkait kecandian tersebut  terkait leluhur mereka  yang tentunya   dapat menampilkan satu kegiatan yang menarik dan mendatangkan turis.   Jika kita berjalan – jalan di pedesaan atau perkampungan disini  akan ditemukan banyak mesjid  dengan kubah dan menara  menjulang tinggi yang menghiasi kampung  penduduk sebagai sarana ibadah dan dirumah-rumah penduduk masih terselip hiasan-hiasan kalimat Allah, Muhammad dan surah-surah Al-Quran.   Ummat Islam yang ada disini masuk  golongan Islam Kejawen yaitu ummat Islam yang masih banyak melakukan ritual-ritual adat yang non Islami  dan  sehingga terkesan  melaksanakan ibadah islam yang  masih  syirik, seperti  masih mempercayai adanya  dewa-dewa, sangat percaya dengan dunia Gaib di Dunia, adanya penunggu ditempat-tempat suci dan  melakukan pertapaan.

Keberadaan Ummat Islam di Dieng,  sulit  untuk mencari sejarah kedatangannya namun beberapa catatan sejarah mengisahkan  bahwa perkembangan ummat Islam berawal dari masuknya ummat islam dan ajarannya yang di bawakan  kekuasaan  Mataram  Islam  Abad XVII atau tahun 1600-an dengan datangnya tiga Ulama membuka kawasan hutan baru untuk pertanian dan kampung, Kyai  Kolodete  bermukim di dataran tinggi Dieng, Kyai Walik di Wonosobo dan Kayai Karim bermukim di Kalibeber yang diikuti warga islam lainnya sehingga kawasan tersebut menjadi ramai.
 by  Rian Syahputra












Dieng berselimut Halimun di Puncak Dewa,
Ritual Agama Selaras jiwa budaya mensejahterakan warga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HALIS MUHAMMAD NUR KERJA KERAS SUKSES SULAP PANTAI MASIRETE JADI TEMPAT USAHA WISATA

NusaNTaRa.Com     byLaCappotttA.         S   a   b   t   u,    2   7      A    p    r    i    l      2   0   2   4      Pantai Masirete yang...