Minggu, 08 Februari 2015

PROTOKOL NAGOYA PROTEK ALAM DAN KEARIPAN INDONESIA

Protokol Nagoya mengatur akses pada sumber daya genetika dan pembagian keuntungan yang adil dari pemanfaatannya.

 

Tanggal 12 Oktober 2014, Protokol Nagoya mulai berlaku. Protokol dapat berlaku dan berkekuatan penuh karena sudah ditandatangani lebih dari 50 negara dan telah 90 hari diterima Sekretaris Jenderal PBB.

NusanTaRa.Com  Pada 8 Mei 2013 Indonesia telah meratifikasi Protokol Nagoya dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013, hanya dua tahun setelah protokol tersebut ditandatangani.yaitu 29 10 2010.   Dengan demikian, Indonesia menjadi negara ke-26 yang meratifikasi.

Protokol Nagoya mengatur akses pada sumber daya genetika dan pembagian keuntungan yang adil dari pemanfaatannya atas Konvensi Keragaman Hayati.    Dalam pembahasan di PBB protokol Nagoya Jepang dihasilkan tiga putusan utama, yakni rencana strategis untuk mengembalikan keragaman hayati, pendanaan strategi itu dan kesepakatan dalam isu penyalahgunaan sumber-sumber genetika.

Sangat wajar jika Indonesia menerima dan  menjadi penanda tangan protokol tersebut serta meratipikasi dalam bentuk UU,  karena negara kita memiliki  keragaman hayati sangat tinggi di dunia yang memerlukan satu penataan dan perlindungan yang kuat.   Putusan tersebut Akan mengatur pemanfaatan dan perdagangan keragaman hayati secara global, termasuk pembagian keuntungan, persetujuan transfer yang menguntungkan, dan pemberitahuan kepada pemangku kepentingan, alih teknologi, dukungan negara lain terhadap kebijakan negara terkait keragaman hayati dan lain-lain.

Rencana 10 Tahun

Untuk 10 tahun ke depan, sampai 2020 kawasan lindung darat akan diperluas sebanyak 17%  dari 13%, sedangkan wilayah laut yang dilindungi akan ditambah sebanyak 10% dari 1% angka ini berada jauh dibawah tuntutan Organisasi Lingkungan GreenPeace. Delegasi juga menyepakati rencana untuk mendirikan badan internasional yang memberikan informasi lebih baik bagi negara-negara keputusannya akan berdampak pada lingkungan hidup.   Dengan hampir 1/4 jenis mamalia,  1/3 jenis amfibi dan lebih 1/5 spesies flora terancam punah, kedepan ancaman tersebut akan semakin meningkat seiring pertumbuhan populasi manusia.

Terobosan Dalam Upaya Melawan Pembajakan Bio-Genetika

Masyarakat pribumi negara-negara miskin namun kaya akan keragaman sumberdaya alam dengan materi genetik tersendiri dan pengetahuan tradisionil mengolah hasil alam mereka dalam berbagai bentuk produk sederhana sering mengalami kerugian yang cukup besar tanpa mengalami konpensasi yang sewajarnya dan eksploitasi secara besar-besaran yang merusak alam tempat mereka bergantung.    Sementara kearipan masyarakat tersebut dan alamnya dikembangkan dalam bentuk produk-produk lebih modern dan kemudian dijual kembali kemereka dalam harga yang lebih tinggi dan laba tinggi.
          
Negara-negara Afrika dan negara-negara lain yang miskin secara finansial tapi kaya dalam sumber alam, seperti India dan Brasil melalui  KTT Nagoya ini berharap dapat menjembatani kesenjangan pemanfaatan alam dan kearipan tersebut lebih bijak yang berdampak pada lebih terlindunginya alam mereka dari kerusakan.

Sebagai negara yang keragaman hayatinya setara dengan Brasil di Benua Amerika dan Zaire atau Republik Demokratik Kongo di Afrika, dengan  mempunyai 10 persen tumbuhan berbunga di dunia, selain mempunyai 15 persen jumlah serangga, 25 persen spesies ikan, 16 persen jumlah amfibi dan reptil, 17 persen burung, dan sekitar 12 persen mamalia di dunia.    Sepantasnya kita bersiap diri menyongsong pemberlakuan protokol ini dengan penguatan bidang sains dan teknologi mengenai biodiversitas.    Kalau tidak, maka kita akan menerima banyak sekali pakar biologi dan ilmu sejenisnya dari luar negeri yang memanfaatkan peluang di Indonesia, terlebih pada 2015 kita akan memasuki komunitas ASEAN dan penerapan Sustainable Development Goal.

Pengaturan dalam Protokol Nagoya bertujuan memberi akses dan pembagian keuntungan terhadap pemanfaatan sumber daya genetika dan pengetahuan tradisional, termasuk pemanfaatan produk turunannya (derivatif). Tujuan lain, mencegah pencurian sumber daya genetika atau biopiracy.


Rentan pembajakan

Kekayaan sumber daya hayati memang perlu dikelola sekaligus dilindungi karena rentan pembajakan hayati, terutama oleh negara-negara maju. Perusahaan dari negara maju kerap mengambil sumber daya genetika tanpa izin. Indonesia pun pernah mengalami praktik serupa. Banyak sekali sumber daya genetika, seperti obat, bahan industri, dan pangan, dipatenkan perusahaan dan pakar luar negeri.

Sumber daya genetika itu menjadi tujuan peneliti luar negeri karena materi genetika kita sangat tinggi. Data menunjukkan, 9 dari 10 obat-obatan yang diproduksi berasal dari materi genetika (Dobson 1995).
Ini sejalan dengan hasil penelitian lain, yaitu dari 150 obat-obatan yang diresepkan dokter di Amerika Serikat, 118 jenis berbasis sumber alam, yaitu 74 persen dari tumbuhan, 18 persen jamur, 5 persen bakteri, dan 3 persen vertebrata seperti ular. Nilai obat-obatan dari bahan alam mencapai 40 miliar dollar AS per tahun.

Keahlian memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan baku obat penting dalam pengembangan obat. Industri obat-obatan yang menggunakan bahan tradisional (jamu) termasuk industri tangguh dan permintaan akan bahan tradisional di negara maju semakin meningkat. Maka dari itu, Indonesia sangat mengharapkan keuntungan dari pemanfaatan sumber daya alam genetika ini.

Hal itu dapat dicapai melalui kerja sama yang melibatkan masyarakat setempat, swasta, dan lembaga internasional dalam penelitian sehingga keuntungan dapat terbagi merata dan dinikmati bersama.

Seiring dengan gencarnya usaha industri farmasi dalam mencari sumber baru bahan baku kimia tumbuhan untuk mengembangkan obat, industri memusatkan perhatian pada negara dengan keragaman hayati tinggi seperti Indonesia. Berarti Indonesia dapat turut berpartisipasi dalam pertukaran barang, informasi, dan teknologi ke pasar dunia.

Negara industri maju perlu memenuhi kebutuhan sumber daya alam untuk kepentingan ekonomi, tetapi sebagian besar sumber daya hayati ada di negara berkembang. Sangat jelas bahwa kerja sama antarnegara sangat dibutuhkan untuk mengatasinya. Indonesia dapat menjalin kerja sama dengan industri farmasi internasional melalui dua cara.

Pertama, mengurangi peran bioprospeksi menjadi sekadar alat pencari uang. Namun, ekspor dan eksploitasi sumber daya alam skala besar dapat menyebabkan menurunnya persediaan bahan baku alam tanpa menghasilkan keuntungan dan teknologi apa pun. Dengan dukungan dari Konvensi Keragaman Hayati, pilihan kedua adalah mengelola secara komersial sumber daya alam yang dapat menghasilkan keuntungan buat masyarakat dan penduduk lokal.

Selain peluang, terdapat pula tantangan bagi Indonesia. Paling tidak terdapat dua tantangan Indonesia. Pertama, pembentukan otoritas nasional pengelolaan dan perlindungan sumber daya di Indonesia. Bentuk kelembagaan ini bersifat multisektor karena sifat sumber daya genetika di berbagai habitat yang mencakup perairan dan kelautan, pertanian, kehutanan, serta penelitian/ilmu pengetahuan. Keanggotaan lembaga terdiri dari pemangku kepentingan dan instansi terkait. Kedua, pembentukan standar baku atau prosedur operasi standar (SOP) naskah akses dan pembagian manfaat sumber daya genetika serta perjanjian transfer materi biologik (material transfer agreement).

Perlu sinergi

Sinergi institusi pengelola perlu agar tercipta tata kelola dan perlindungan sumber daya genetika di Indonesia yang holistik serta didukung negara lain akan menjamin tercapainya tujuan tersebut. Langkah selanjutnya adalah kerja keras dari negara dan masyarakat untuk mewujudkannya. Tanpa sinergi antara negara dan masyarakat, amat sukar untuk mewujudkan tata kelola dan perlindungan sumber daya genetika yang holistik di Indonesia.

Pengembangan ini tentunya akan diikuti dengan memperkuat akses tehnologi yang dapat memberi  nilai tambah yang lebih yang meliputi pelayanan yang berhubungan dengan identifikasi sampel, ekstraksi kimia, dan investigasi sampel, yang semuanya nantinya akan berujung pada peningkatan kompensasi perekonomian khususnya bagi masyarakat pemilik dan pengguna kawasan alam.

Peluang dan Tantangan protokol Nagoya bagi Indonesia
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di Yogyakarta 29 Nopember 2013, menyelenggarakan Sosialisasi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2013 (08 mei 2013) tentang Pengesahan Protokol  Nagoya tentang Akses pada Sumber Daya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang timbul dari Pemanfaatannya atas Konvensi Keanekaragaman Hayati.   Dalam sosialisasinya tersebut Deputi V KLH Bidang Penaatan Hukum Lingkunga, Drs. Sudariyono, mengatakan, “Dengan adanya pengesahan Protokol Nagoya atau UU Nomor 11 tahun 2013 maka apabila ada pihak asing ingin meneliti, memanfaatkan atau mengembangbiakkan berbagai jenis tanaman, hewan atau obat-obat tradisional serta menggunakan kearifan lokal warga Indonesia tentang penggunaan alam, maka mereka wajib membayar harga kepada pihak Indonesia”.  

Secara umum pengaturan tersebut maksud dan tujuan antara : (1) memberikan akses dan pembagian keuntungan terhadap pemanfaatan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik, termasuk pemanfaatan atau komersialisasinya serta produk turunannya (derivative); (2) Akses terhadap sumber daya genetik tersebut tetap mengedapankan kedaulatan negara dan disesuaikan dengan hukum nasional ; dan (3) mencegah pencurian sumber daya genetik (biopiracy).

Secara resmi Indonesia menjadi Negara Pihak Protokol Nagoya pada 24 September 2013. Manfaat menjadi Negara Pihak Protokol Nagoya antara lain: (1) menegaskan penguasaan negara atas sumber daya alam dan kedaulatan negara atas pengaturan akses terhadap Sumber Daya Genetik (SDG) dan pengetahuan tradisional dari masyarakat hukum adat dan komunitas lokal, sejalan dengan Pasal 33 dan Pasal 18 UUD RI 1945; (2) mencegah biopiracy dan pemanfaatan tidak sah (illegal utilization) terhadap keanekaragaman hayati; (3) menjamin pembagian keuntungan yang adil dan seimbang atas pemanfaatan SDG dan pengetahuan tradisional yang berkaitan dengan SDG kepada pemilik atau penyedia SDG; dan (4) menciptakan peluang untuk akses alih teknologi pada kegiatan konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.
byBakriSupian.  Reff. NGI&Kompas.

 

Kearifan bentuk naturalis budaya manusia,
Perlindungan alam terkait dengan masyarakat disekitarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PARI GERGAJI GIGI KECIL DAPAT SURVIVE DENGAN BAWAAN PARTHENOGENESIS BILA TERTEKAN

NusaNTaRa.Com byIrkaBPiranhA,         S     e    n    i     n,        0    6      M    e    i      2    0    2    4   Pari Gergaji Gigi Ke...