Minggu, 02 Juni 2013

RUMAH POHON SUKU KOROWAI, PAPUA





          Jika sempat berkunjung kesuatu perkampungan ditengah hutan tropis di desa Distrik Kaibar, Kabupaten Mappi Prov. Papua mungkin anda akan heran atau setidaknya akan bertanya dalam hati jika melihat sebuah rumah berada diatas pohon dengan ketinggian dapat mencapai 70 meter, dengan pertanyaan Apakah ini Rumah Manusia ? tapi kok tinggi diatas angkasa sana pada hal disini banyak tanah kosong dipenuhi semak ! atau Apakah ini rumah Hewan (Monyet kali) ?  tapi kok bila melihat struktur rumah ini sangat rapi, tidak mungkin buah karya hewan !.

         Terlepas dari semua tanda Tanya di onak serta berbagai kebingungan anda di atas, yang jelas itu adalah kawasan pemukiman suku KOROWAI   suku yang berada di kawasan selatan Papua dan berabtasan dengan PNG, dengan komunitas penghuni rumah yang di bangun di atas pohon dan bagi mereka ini merupakan suatu tradisi turun temurun sejak moyang dengan berbagai kearifan lokal yang berhubungan dengan Dunia Gaib keyakinan mereka.   Melihat sisi lain dari ke unikan rumah tersebut yang dapat dinaiki dengan memanjat atau menapaki tangga sederhana yang ditempel pada pohon tersebut atau seutas tali, rumah tersebut dapat menghindarkan penghuninya dari serangan musuh, rumah tersebut tentunya terbebas dari Nyamuk  karena berada diketinggian yang berangin serta dari binatang buas yang mengincar di tanah yang umumnya berawa.

          Secara sederhana Arsitek bangunan Rumah di atas pohon ini mirip Gubuk yang di Pindahkan keatas Pohon,  Jadi biasanya rumah pohon tersebut terdiri dari dua pohon besar yang tinggi  dan berdekatan sehingga mudah merangkai kayu untuk membentuk satu kubus Rumah kemudian mendidindingnya dengan Kayu, dedaunan, menyusun lantai rumaha dengan kayu sehingga leluasa tempat berkumpul, tidur dan masak keluarga serta mengatapinya dengan tumbuhan seperti daun kelapa, sagu atau rerumputan lainnya.   Untuk menaikinya dari bawah dibuat tetakan pada kayu atau menempelkan kayu panjang menjadi tangga hingga ke atas tempat rumah serta diulur tali dari akar sebagai pegangan atau pijakan, ini kalau rumah tradisonal yang ekstrim dan terletak di tengah hutan rawa Papua.   Buat perkampungan sederhana Suku Korowai dapat membuat rumah tinggi disebuah perkampungan yang telah dibersihkan dengan penataan rumah sebagai mana perumahan kita dengan jarak yang teratur, namun rumah di bagun di atas tiang biasanya terbuat dari pohon yang besar dan lurus bisa satu sampai empat pohon dengan ketinggian 6 – 20 meter yang ditanam di tanah, lalu diatasnya dibuatlah rumah dgn ukuran 2 x 4 meter serta tangga dari kayu sesuai ketinggian rumah.

          Suku Korowai disebut juga suku Kolufu dengan bahasanya Awyu-Dumut salah satu rumpun Trans-Nugini,  merupakan salah satu suku Kanibal yang tersisa di daratan Papua tenggara dan merupakan satu-satunya suku Papua yang tidak menggunakan Koteka  melainkan rumput-rumputan, yang menghuni kawasan hutan berawa dengan keluasan 700 km persegi diantara dua sungai besar.   Pertama kali ditemukan oleh misionaris
Kristen asal Belanda tahun 1940, Populasinya saat itu diperkirakan 7.500 jiwa.  Keberadaan Rumah adat Suku Korowai atau Rumah pohon terancaman punah sejak pemerintah mengajak mereka untuk mengikuti program Resettlement atau pemukiman baru seperti di kawasan Yaniruma tepi sunai Becking, Basman, Mabul tepi sungai Eilarden dll sekitar tahun 1980 meski awalnya mereka Akan kembali tapi lama kelamaan mereka dapat beradaptasi dengan kehidupan baru sehingga ada yang bertahan.  Sehingga sebagian tokoh Papua dan para Ahli menyayangkan jika tradisi Rumah Pohon ini sampai punah total mengingat bahwa Rumah Pohon mempunyai ikatan moral dan megis dengan kehidupan mereka untuk itu perle satu pemikiran menciptakan bentuk pemukiman yang dapat mengaplikasi nilai leluhur tersebut.

          Bagi Suku Korowai memakan daging makan daging sesame manusia bukanlah hal yang asing bagi mereka setidaknya itu dahulu kala sebelum mereka berbaur dengan kehidupan modern, namun dari beberapa tokoh adat Korowai memakan manusia bukanlah sembarangan tetapi merupakan satu kearifan local tersendiri dalam arti penegakan norma lahir dan bathin yang mereka panut, seperti mereka akan memakan Daging warga atau orang yang merupakan musuh yang mengganggu ketertipan hidup, Pembunuh keji, Pelaku kejahatan yang keras dan ahli sihir yang disebut khuakhua dengan keyakinan bahwa memakan daging mereka akan akan membunuh roh Jahat sehingga tidak berkembang di daerah mereka dan mereka akan kebal dari ilmu hitam/sihir tersebut.  Disamping itu makanan utama keseharian mereka adalah berbagai hasil buruan seperti Babi, Rusa, Ikan, Buaya, Monyet, Sagu, Pisang, Ubi-ubian dan lain-lain baik yang dihasilkan dari berburu atau yang di pelihara.
By Bakri Supian


















Burung Cenderawasih burung Kasuari tinggi melintasi Langit,
Bumi bukan untuk dikuras namun diberdayakan biar hidup lebih nikmat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEDDY SUJADI DRUMMER GODBLESS DENGAN KARYANYA TUA-TUA KELADI DI POPULERKAN ANGGUN C SASMI

NusaNTaRa.Com   byAsnISamandaK,          S   a   b   t   u,    0   6      A   p   r   i   l      2   0   2   4 Ian Antono dan Teddy Sujadi...