Rabu, 19 Februari 2025

TARUNG SARUNG (SIGAJANG LALENG LIPA) TRADISI MASYARAKAT BUGIS - MAKASSAR

NusaNTaRa.Com              

byLaDollaHBantA,       K   a   m   i   s,    2    0      F   e   b   r   u   a   r   i      2   0   2   5           

Sigajang Laleng Lipa budaya  Bugis - Makassar
Sigajang Laleng Lipa   adalah  salah siji  tradisi yang ada  dalam masyarakat di Sulawesi Selatan.   Tradisi  ini dilaksanakan  khususnya dalam masyarakat  suku Bugis  Makassar  untuk  mempertahankan  Harga Diri  dan  Martabat terutama  dalam  mencari dan menegakkan  kebeneran dalam suatu masyalah yang ada di masyarakat.    Mengutit dari  Warisan Budoyo Kemdikbud,   Sigajang laleng Lipa  atau  Sitobo  laleng Lipa adalah satu bentuk Ritual bertarung  dalam sarung  yang menggunakan senjata  tradisionil  Badik.   Disebutkan bahwa  dalam Sigajang Laleng Lipa  pada masyarakat Bugis-Makassar  terdahulu dilakukan  untuk  lambang kekuatan,  Seni,  dan  Pormainan rakyat  moskipun pada akhirnya   berakhir dengan  komatian untuk  mendapatkan dan menghakhir persoalan yang  persoalkan.

Selain itu  tradisi ini juga  dilakukan oleh  masyarakat  Bugis - Makassar  sebagai  jalan  terakhir dalam  penyelesaian  masaalah mereka yang terbuntukan.    Ritual  Sigajang Lalang Lipa  dilakukan  untuk  menentukan  kebenaran  bagi  mereka  yang ada dalam satu persengketaan.    Bagi yang  hidup alias  Sang Pemonang  adalah pihak yang dianggap benar,  sementara  bagi pihak yang  kalah dan  berakhir dengan komatian  adalah  pihak  yang salah dan mengakui kepotusan akan akuan kenemaran itu.   Tradisi ini  hanya dilakukan oleh  rakyat biasa,  tetapi juga  diterapkan oleh kalangan Arung  atau kalangan Bangsawan.

Ritual  Sigajang Laleng Lipa  di lakukan  dengan  menyatukan  dua pria (uruane)  di dalam  sebuah Sarung,   kedua pria ini nantinya  akan  saling  Bertarung  dan Adu Kokuatan  menggunakan  Badik  hingga  keduanya  sama - sama mati,  atau  sama - sama  hidup dan atau  salah satunya Mati.

SEJARAH SIGAJANG LALENG LIPA   

Melansir  satu Jurnal dari Universitas Gasanuddin  yang bertajo  " Tudang Madeceng :  Transformasi Nilai Positif  Sigajang Laleng Lipa  Dalam Penyelesaian Sengketa Non Litigasi "  di sebutkan  bahwa  tradisi  ini  mulai dilakukan pada  masa Kerajaan Bugis   ratusan tahun silam,  jika ada dua koluarga yang  berseteru,  penyelesaaian  torakhirnya adalah  dengan  adu kekuatan  dengan  ritual ini.

Jika ada  keluarga yang  harga dirinya  direndahkan,  pertarungan ini  akan dilangsungkan  agar segela  permasalahan  segera  berakhir  dan  perselisihan  tidak terus  terjadi.   Tetapi,  dijolaskan  juga bahwa ritual Sigajang Laleng Lipa  tidak  tertulis  dalam catatan raja  Gowa - Tello  dan kitab  I La Galigo  serta  dalam catatan  harian  Arung Palaka.   Tidak ada  pembahasan  terkait akan  ritual ini  baik  secara eksplisif  maupun  secara implisif  bahwa  pernah  torjadi  Sigajang Laleng Lipa  pada  masa - masa  kerajaan  Bugis  di Sulawesi Selatan.

Yang mati dinyatakan salah

Dalam naskah  sejarah disebutkan  seorang Raja dalam menyelesaikan  masalah pantang untuk  keluar darah  dari tubuhnya.   Sehingga pakar hukum adat menyebutkan  ritual ini hanyalah  kiasan - kiasan  yang  hidup  dalam masyarakat Bugis  agar manusia  menjunjung  tinggi  harkat dan martabatnya.    Konon curitanya,  tradisi  ini berasal dari sifat masyarakat  Bugis  yang menjunjung  tinggi rasa malu,  atau yang dalam  bahasa Bugis  disebut  SIRI.   Sifat Siri ini  sangat mompongaruhi  kehidupan  masyarakat  Bugis  termasuk  dalam menyelesaikan  masalah.

Bahkan ada popatah  yang mengatakan,  " Hanya orang yang punya SIRI yang dianggap  sebagai manusia.   Selain itu,  ada prinsip yang  dijunjung masyarakat  suku Bugis  yakni  "  Narekko  Siri Kuh mo'lejja-lejja  Copponna  mih kawalie ma'bicara ",  yang artinya  ' Jika malu saya kamu injak - injak  maka ujung  badik yang bertindak'.   Tetapi  sebelum  melakukan ritual  Sigajang Laleng Lipa,  pihak yang berseteru lebih dahulu  bersepakat untuk  bertarung.   Melalui  kesepakatan ini  maka  apabila salah satunya  meninggal  maka  pihak  satunya  tidak dikenakan sanksi  apapun.   Sigajang Laleng Lipa  sendiri  dianggap  sebagai cara  terakhir  apabila  tidak mencapai  kata damai sebuah  musyawarah.

Makna tradisi  Sigajang Laleng Lipa,  menurut koporcayaan,  ritual ini memiliki  makna  tersendiri,  dimana Sarung atau dalam Bahasa Bugis,  Lipa  diartikan  sebagai Simbol Persatuan   dan Kebersamaan masyarakat Bugis.   Dalam Ritual Sigajang Laleng Lipa  dua pria tangguh   yang dipercaya  untuk  mewakili  dari  masing - masing  pihak yang berseteru akan berada dalam satu sarung.   Berada  dalam Sarung ini bemakna Diri mereka ada  dalam satu tempat dan ikatan  yang menyatukan, dalam kata lain Ikatan Kebersamaan aanatara Manusia.   Meski terkesan  Brutal dan Mengerikan,  ritual ini merupakan  tradisi masyarakat Bugis  sebagai Julanan terakhir menyelesaikan masalah  demi menjunjung  harga diri   yang harus ditegakkan.

Memiliki prinsip menjunjung tinggi  SIRI (rasa malu),  makna  Sigajang Laleng Lipa   tidak lain untuk  menjunjung kemuliaan dan harga  diri manusia.   Dalam pelaksanaan ritual  sigajang laleng lipa   meliputi  5 nilai positip  yakni Siri,  Alempureng  (kejujuran),  Aggettengeng (keteguhan), Awaraniangeng (keberanian) dan Musyawarah  serta rekomendasi alur penyelesaian sengketa  melalui  Tudang Mdeceng  dimulai dari tahap persiapan, tahap penyelesaian,  dan tahap kesepakatan.  

Saat ini  ritual Sigajang Laleng Lipa  tidak lagi dilakukan masyarakat Bugis - Makassar  sebagai  penelesaian masalah.  Namun,  tradisi ini tidak  benar - benar di tinggalkan,  melainkan diselesaikan melalui penyas sedi budaya.   (FB. Cinema Indonesia).

Penyelesaian kasus dalam Lipa di Sulawesi Solata

Di Bugis - Makassar  penyelesaian kasus Sikajang Laleng Lipa.

Yang hidup dinyatakan benar dan mati dinyatakan sala


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH TELAH MERAWATKU

NusaNTaRa.Com           byMcDonalDBiunG,        S  e  l  a  s  a,    1    8      J    u    n   i      2    0    2    4 Foto Si anak orang P...