NusaNTaRa.Com
byLaKariTaLa L
A, S
e l a
s a, 2
4 A g
u s t
u s 2
0 2 1
Untuk menunjang kelancaran perekonomian di Sulawesi tenggara,
telah beroperasi terminal pelabuhan
berstandar internasional Kendari New Port (KNP) di Kota Kendari, ibu kota
provinsi Sultra. Sebagai daerah kepulauan, pelabuhan jadi
gerbang utama jalur distribusi masuknya barang maupun yang diangkut ke luar
wilayah ini. Pelabuhan milik Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV itu rampung
pembangunannya sejak triwulan pertama 2019 lalu, dapat
melayani kapal sebesar post panamax yang kapasitasnya 6.600 twenty-foot
equivalent unit (TEUs).
Terminal tersebut memiliki lapangan seluas kurang lebih 8,3
hektare serta memiliki dermaga sepanjang 300 meter dengan kedalaman perairan 18
low water springs (LWS). Fasilitas
terminal peti kemas Kendari New Port ini hampir serupa dengan
pelabuhan-pelabuhan terbesar di Jawa. Tampak
2 unit derek peti kemas (container crane), 4 unit alat penyusun/penumpuk peti
kemas (rubber tyred gantry crane), dan peralatan lainnya yang sudah modern.
General Manager (GM) Pelindo IV Cabang Kendari Capt. Suparman M.Mar |
Suparman, General
Manager (GM) Pelindo IV Cab. Kendari menjelaskan tujuan penggabungan Pelindo I
hingga IV untuk mewujudkan konektivitas
kerja nasional dan jaringan ekosistem
logistik yang lebih kuat. Hal ini akan memberi dampak positif dibanding ketika
masih terpecah-pecah, salah satunya adalah memberi efek berganda (multiplier
effect) bagi kemajuan perekonomian di setiap wilayah operasi Pelindo, termasuk
wilayah Sultra. Selain Pelindo akan
memiliki kendali strategis pada sistem operasional pelabuhan, integrasi Pelindo
I hingga IV juga akan meningkatkan efisiensi operasional dan belanja modal
(capex).
Pelayanan pelabuhan yang
berstandar dan terintegrasi akan
berdampak pada efisiensi biaya logistik dan peningkatan kepuasan
pelanggan, semisal salah
satu persiapan adalah infrastruktur sistem teknologi informasi (IT) yang akan
saling terhubung dan lebih terpusat. Sehingga pelanggan akan lebih mudah memantau perjalanan
barangnya di setiap rute, mirip ketika
belanja online yang mana posisi barang bisa dilacak kapan saja sehingga
pelanggan dapat menjadwalkan penjemputan barang di pelabuhan dengan efektif.
Penggabungan Pelindo akan mampu mendorong pertumbuhan dan perkembangan
industri di kawasan timur Indonesia, seperti Kawasan Industri Konawe di
Provinsi Sultra, Kawasan Industri Bantaeng di Sulawesi Selatan serta Kawasan Industri Morowali dan Palu di
Sulawesi Tengah. Semua kawasan ini masuk
dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menurut Suparman sudah semestinya mendapat dukungan dengan
adanya pelabuhan Pelindo terintegrasi.
Terminal peti kemas Kendari New Port yang terhubung dengan Kawasan
Industri Konawe, Bila kawasan industri
ini sudah beroperasi secara penuh maka konektivitas kerja dengan Kendari New
Port keduanya akan mudah menjalin satu kerjasama yang saling mendukung.
Adanya dukungan terhadap aktipitas industri dan perniagaan maka produksi daerah
akan menjadi lebih berharga dan sistem pemasaran
akan lebih lancer, karena proses waktu
pengangkutan lebih singkat dan kepastian jaminan akan keamanan produk lebih
terjaga. Suparman memastikan akan
terjadi penurunan biaya logistik yang berdampak pada penurunan harga barang dan
ujungnya adalah dapat menekan inflasi. Adanya
efisiensi biaya logistik juga akan semakin meningkatkan kemampuan para
pengusaha untuk meningkatkan volume barang yang diperdagangkan ke luar wilayah
Sultra.
Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mencatat sekitar 75 persen kontainer yang masuk ke Provinsi
Sultra berisi sembako, selebihnya berupa
bahan bangunan dan jenis barang lainnya.
Ketua DPW ALFI Sultra, Abraham Untung menyebut pengangkutan barang lewat
kontainer saat ini lancar-lancar saja. Namun volume barang yang masuk memang
tidak sebanding dengan barang yang keluar sehingga terjadi ketakseimbangan
kargo. Bila ada 300 kontainer (berisi) yang datang dari Surabaya maka ketika
kembali paling tinggi hanya 50 kontainer terisi.
Abraham mengungkap saat ini Sultra belum dikenal sebagai daerah
pengekspor. Barang biasanya dibawa ke Makassar dan Surabaya lalu diekspor ke
luar negeri. Hal ini disebabkan sedikitnya jumlah barang yang diangkut ke luar
provinsi ini, sementara untuk ekspor secara langsung harus dalam jumlah besar
sekaligus. “ Hasilnya kita jambu mete, kopra-kopra putih.
Kopra putih itu dikirim dari sini ke Surabaya, lalu dikirim ke India. Jadi yang
dikenal adalah Surabaya padahal barang itu dari Kendari. Itupun kopra juga
sedikit. Sekarang kalau kapal ekspor masuk ke sini, ndak mungkin sedikit, pasti
hanya mau angkut kalau banyak ”, Ujar SiDin Abraham melalui telepon, 31 Juli
2021.
Senada dengan ALFI, pihak Persatuan Pengusaha Pelayaran
Niaga Nasional Indonesia atau Indonesian National Shipowners Association (INSA)
Cabang Kendari juga menyambut baik adanya penggabungan Pelindo. Organisasi ini
berharap Pelindo dapat diperkuat dan lebih kompetitif sehingga bisa memberi
dampak positif terhadap masalah yang ada saat ini. “ Pelindo
inikan badan usaha pelabuhan yang bergerak sendiri-sendiri Pelindo I, II, III,
dan IV. Tentunya dengan penggabungan ini maka konektivitas antar pelabuhan ini
bisa lebih cepat, pasti pelaku usaha di dunia pelayaran mendapat benefit
(keuntungan). Yah semoga Pelindo itu bisa bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan
kelas dunia ”, Ujar SiDin Sapril Ketua INSA Cabang Kendari, 18
Agustus 2021.
Direktur Eksekutif The National Maritime Institute
(Namarin), Siswanto Rusdi menjelaskan dampak penggabungan Pelindo akan terasa
setelah satu atau dua tahun merger, bahkan bisa saja nanti lima tahun kemudian.
Dengan begitu, salah satu dampak yang diharapkan berupa penurunan ongkos
logistik nasional dipastikan tidak akan langsung terjadi. Perlu diketahui, ongkos logistik adalah
kumpulan dari berbagai macam kegiatan yang bukan saja pelabuhan dan pelayaran
tapi ada truk, pergudangan, perizinan/dokumentasi dan lain sebagainya. Dalam
ongkos logistik ini, porsi maritim (pelabuhan dan pelayaran) hanya 2,8 persen
dari 23 persen ongkos logistik nasional.
Selain itu, jumlah pelabuhan yang dioperasikan Pelindo I,
II, III, dan IV tidak sampai seratus, sementara yang dioperasikan Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) sekitar 2 ribuan. Kemudian ada pelabuhan BUMN lain
seperti Pertamina dan PLN, lalu pelabuhan lainnya adalah milik perusahaan
swasta berupa terminal khusus (tersus).
Semua pelabuhan tersebut mempengaruhi ongkos logistik nasional dan
saling terhubung, termasuk dengan pelabuhan yang dikelola Pelindo. Menurut dia,
kalaupun Pelindo efisien seiring dengan integrasi tapi bila pelabuhan Kemenhub
atau pelabuhan lain tidak efisien maka tidak ada artinya.
Siswanto mencontohkan pelabuhan di Indonesia timur banyak berada di bawah Kemenhub yang dikelola Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) dengan sarana prasarana terbatas. Bila kapal memuat barang dari pelabuhan Pelindo di Surabaya dapat selesai dalam waktu satu hari, maka begitu sampai di salah satu pelabuhan UPP wilayah Indonesia timur proses penurunan barangnya butuh waktu lama, bisa sampai seminggu. “ Bagaimana mau efisien kalau alat tidak punya. Dimuatnya di Surabaya pakai alat-alat mekanis tapi sampai di Indonesia timur dibongkar pakai tenaga manusia, kan tidak efisien. Nah itu bukan porsinya Pelindo untuk menyelesaikan itu, itu porsinya Kementerian Perhubungan ”, Ujar SiDin Siwanto dengan Plabomoranya (hebatnya).
Dermaga area keluar masuknya produk daerah,
Terintegrasinya Pelindo Kendari dukung produk daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar