NusaNTaRa.Com
byLaDollaHBantA, M i n g g u, 2
2 A g
u s t
u s 2
0 2 1
Nelayan beraktivitas di atas tumpukan sampah rumah tangga Pantai Sukaraja, Bandar Lampung, Lampung, Selasa (15/6/2021). Warga dan nelayan sekitar wilayah tersebut mengelu
Sekretariat APEC dalam laporannya menyampaikan, dua proyek Indonesia yang disusun Pusat Riset Perikanan BRSDM, telah
disahkan sebagai salah satu hasil APEC Project Session 1 tahun 2021. Meliputi proyek penentuan distribusi
mikroplastik dalam sistem budidaya pesisir, serta pengembangan rencana mitigasi
menuju keamanan makanan laut. Mikroplastik
umumnya didefinisikan sebagai plastik
berukuran kurang dari 5 mm dan berada di lingkungan air laut dan air
tawar. Peningkatan jumlah produksi plastik dan
manajemen yang buruk dalam mengendalikan penyebaran limbah plastik (termasuk
mikroplastik) telah menjadi permasalahan serius dalam permasalahan lingkungan,
khususnya lingkungan perairan.
Sedangkan, proyek peningkatan kapasitas pada inovasi
kapal untuk memerangi sampah laut yang disusun Pusat Riset Kelautan BRSDM,
disahkan sebagai salah satu hasil APEC Project Session 2 tahun 2021. “ Ini
kabar gembira, karena dua pengembangan proyek yang dikerjakan Indonesia terkait
mitigasi mikroplastik untuk keamanan pangan laut dan penanggulangan sampah laut
diterima dalam forum APEC ”, Ujar SiDin Antam Sekretaris Jenderal
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Antam Novambar dalam keterangan
resminya, Jumat (20/08/2021).
Microplastik mengotori lauk |
Pengumuman itu didapat saat KKP mengikuti
pertemuan APEC Ocean and Fisheries Working Group (OFWG) ke-17 yang berlangsung secara daring pada 17-18 Agustus 2021. Pada kesempatan tersebut anggota ekonomi APEC,
termasuk Indonesia, melaporkan perkembangan usulan-usulan proyek serta
implementasi APEC Roadmap on Combating IUU Fishing dan APEC Roadmap on Marine
Debris. Mengingat, proyek tersebut
merupakan bentuk implementasi konkrit dari tujuan utama Roadmap on Marine
Debris, yaitu fostering research and innovation for the development and
refinement of new methodologies and solutions for monitoring, preventing, and
reducing marine debris.
“ Hasil
proyek diharapkan dapat memperkuat pengambilan kebijakan keamanan pangan laut
dan tindakan pembersihan sampah laut yang hemat biaya, serta mendukung
perlindungan lingkungan laut ”, Ujar SiDim Antam menyambung. Antam
mengaku, kedua proyek usulan Indonesia mendapatkan sorotan khusus oleh delegasi
Amerika Serikat. Negara tersebut adalah
lead economy dalam penyusunan APEC Roadmap on Marine Debris.
Indonesia sendiri saat ini sedang mengembangkan
teknologi dan inovasi baru seperti prototipe pengelolaan sampah plastik; jaring
penangkap sampah; perahu bertenaga surya; mesin sortasi; mesin pemotong; serta kapal
yang membawa sampah laut, pengumpul, dan insinerator. “ Indonesia
juga sedang mengembangkan pendekatan untuk mengubah sampah plastik menjadi
sumber energi alternative ”, Ujar SiDim Antam.
Indonesia juga mulai mengembangkan plastik ramah
lingkungan berbahan dasar rumput laut atau bioplastik. Saat ini Indonesia sedang mengembangkan
teknologi marine debris drifter bekerja sama dengan organisasi internasional
lainnya seperti World Bank dan Pemerintah Prancis dalam memonitor dan
memodelkan sirkulasi marine debris di perairan Indonesia.
Sementara itu, Chile selaku Lead Shepherd APEC
OFWG tahun ini, mengusulkan isu sustainable aquaculture and small-scale
fisheries sebagai prioritas baru di forum APEC OFWG. dengan target mulai dikembangkannya Roadmap on
Small-Scale Fisheries and Aquaculture pada 2022. Thailand sebagai the next host economy untuk
tahun 2022 juga telah menyampaikan dukungannya untuk terus menyuarakan dan
membahas isu tersebut.
Kepala Biro Humas dan KLN KKP, Agung Tri
Prasetyo pun menyampaikan bahwa Indonesia mendukung proposal peta jalan
perikanan dan budidaya skala kecil tersebut. Sebab, selaras dengan program KKP
2021-2024, serta kondisi perikanan Indonesia yang didominasi oleh perikanan
skala kecil. “ Indonesia menyarankan agar forum APEC mulai
membahas dan mengembangkan voluntary guidelines on small-scale aquaculture
(SSA). Mengingat publikasi resmi Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO)
menunjukkan SSA belum dikembangkan meskipun 70-80% pelaku perikanan budidaya
dunia adalah skala kecil ”, Ujar SiDim Agung Ketua Delegasi dalam intervensi Indonesia
menjelaskan.
Sebagai informasi, OFWG ke-17 ini diikuti oleh 18 anggota ekonomi APEC. Meliputi Australia, Kanada, Chile, China, Hongkong, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam. Pertemuan tersebut juga menghadirkan narapidana tamu dari Global Ghost Gear Initiative, FAO, TNC Tiongkok, dan Stanford Centre for Ocean Solution.
Sampah laut ganggu kestabilan lingkungan
laut,
2 usulan proyek APEC 2021 Mikroplastik dan
Sampah Laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar