NusaNTaRa.Com
byIrkaBPiranhA, R
a b u, 0 3 N
o v e m b e r
2 0 2
1
Candi "Kedulan" Sleman Yogyakarta |
Candi Kedulan merupakan situs purbakala yang
bercorak agama Hindu yang terletak di Dusun Kedulan, Desa Tirtomartani,
Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut catatan sejarah, candi ini dibangun
sekitar abad ke-8 Masehi dan ke-9 Masehi pada saat zaman Mataram Kuno, ribuan
tahun kemudian candi ini
menghilang dan baru kembali ditemukan pada tanggal 24 September
1993, Candi Kedulan ini ditemukan oleh
para pekerja yang sedang menggali pasir kemudian mereka menemukan susunan blok-blok
pada kedalaman tiga meter.
Hasil kajian stratigrafi dari Balai
Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, kemungkinan besar candi
ini telah tertimbun lahar Gunung Merapi yang diduga kuat meletus pada Abad ke
11 Masehi, letusannya berlangsung secara besar-besaran,
sehingga menutup candi dengan lahar setebal 8 meter yang tersusun atas 15
lapisan sendimen. Pada tanggal 15
sampai dengan 24 November 1993, ekskavasi candi ini langsung dilakukan bokorja sama dengan jurusan arkeologi Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada untuk menyelamatkan aset arkeologi yang mengalami kerusakan, mencegah kepunahan akibat aktivitas manusia dam
menemukan data arkeologi.
Dari hasil ekskavasi disimpulkan bahwa Candi Kedulan
berlatar belakang Hindu seperti
ditemukannya Lingga, Arca Durga
Mahisasuramardini dan Arca Ganesa yang merupakan panteon agama Hindu. Secara vertical Candi Kedulan terdiri dari tiga bagian yaitu kaki candi, tubuh candi dan atap candi.
Kaki Candi berdenah persegi berukuran, 12,05 x 12,05
meter dan tinggi 2,72 meter dengan penampil di sisi timur yang berfungsi sebagai
tangga masuk, bagian Kaki Candi memiliki
salasar yang dikelilingi Pagar Langkan dan relung pada sotiap sisi.
Arca Durga terdapat pada relung sisi utara dan
pada bagian bawah relung ada lubang yang berfungsi sebagai saluran air menuju
selasar. Pada relung sisi barat berisi arca Ganesa,
Sedangkan relung sisi selatan belum ditemukan arca yang mengisinya. Bagian atas relung berhiaskan kala tanpa
rahang bawah, di kanan kiri relung berhiaskan pilaster dengan motif dedaunan
dan makara. Selain itu, Candi Kedulan juga memiliki pagar halaman I dan halaman
II, namun yang baru ditemukan berupa pagar halaman I sisi utara dan selatan.
Sumber tertulis yang terkait dengan situs ini,
terdapat pada prasasti Sumuņdul dan prasasti Pananggaran ditemukan pada
2002. Kedua prasasti ini berhasil dibaca
oleh Cahyono Prasodjo dan Riboet Darmosutopo dari Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada. Isinya menceritakan tentang adanya sebuah bendungan
yang digunakan oleh masyarakat dari dua desa yakni Pananggaran dan Parhyangan,
serta adanya kewajiban membayar pajak untuk pengelolaan bendungan tersebut.
Bermakna bahwa masyarakat pada masa itu sudah
mengenal manajemen irigasi dan pemanfaatannya dalam pertanian dengan baik, selain itu
disebutkan adanya bangunan suci bernama Tiwagaharyyan meski belum pasti
masuk bangunan suci menunjuk Candi Kedulan
terlebih hingga kini belum ditemukan tanggal pasti pembangunan bangunan
suci Tiwagaharyyan. Karena itulah untuk
menentukan pembangunan Candi Kedulan mengacu pada angka yang tertera pada
prasasti Sumuņdul dan prasasti Pananggaran yang berangka tahun 791 Saka atau
869 Masehi.
Yoses Tanzaq arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya
Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan dari prasasti Tlu Ron yang ditemukan,
Candi Kedulan memiliki nama asli Parahyangan i Tigaharyyan yang memiliki arti
bangunan suci milik kerajaan. “ Prasasti Tiga Ron ditulis dengan huruf Jawa
Kuna, berbahasa Sanskerta dan Jawa Kuna. Berisi tentang pembangunan saluran
irigasi untuk mengairi ladang di Desa Kalikalihan yang pajaknya digunakan untuk
memperbaiki bangunan suci di Tiga Ron (Tlu Ron). Dikisahkan pula, Raja Balitung
pernah mandi di mata air dekat bangunan suci tersebut ”,
Ujar SiDin Yoses menjelaskam.
Candi Kedulan memang telah ditemukan sejak
1993, namun dalam waktu bertahun-tahun terbengkalai, bahkan wilayah candi ini sering terendam
oleh air sehingga dijadikan tempat memancing oleh masyarakat sekitar. Karena itulah pada tahun 2021 ini, proyek
pemugaran situs purbakala ini akan dilakukan. Menurut Plt. Kepala Balai
Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY, Zaimul Azzah menyebutkan proses pemugaran
ini mestinya sudah dilaksanakan sejak 2020 kemarin, acouse pandemi
Covid-19, proyek ini harus ditunda, pemugaran
dimulai lagi pada Juni 2021 dan
direncanakan selesai dalam kurun waktu enam bulan.
Zaimul menyatakan bahwa pemugaran pertama
sebenarnya telah dilakukan pada tahun 2018, lalu pada 2019 dilakukan pemugaran
tiga candi perwara. Sedangkan untuk tahun ini pemugaran akan dilakukan kepada
pagar candi yang kondisinya sudah rusak parah.
“ Prosesnya memang sangat
panjang, sejak September 1993 waktu para penggali pasir menemukan batu-batu
candi, kemudian dilakukan studi ekskavasi, kami bekerja sama dengan Departemen
Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya UGM, baru pada 2018 dilakukan pemugaran candi
utama. Butuh waktu 25 tahun ”, Ujar SiDim Zaimul Azzah.
Zaimul mengungkapkan ada beberapa kendala yang
menghambat proses pemugaran selain pengaburan sejarah dan pengrusakan, seperti candi yang terdapat di bawah tanah dan
saat digali ternyata menemui banyak mata air yang membuatnya digenangi oleh
air. Pada sisi barat terdapat juga sungai yang elevasinya lebih tinggi dari
candi tersebut sehingga membuat debit mata air makin deras, “ Sehingga
seperti kolam yang merendam di situ, sehingga digunakan untuk kolam pemancingan
oleh masyarakat sekitar, karena memang belum dipugar, masih dalam tahap
penelitian ”, Ujar SiDim Zaimul dengan Soppenger
(Jumawanya).
Pemugaran maka peluang menjadikannya tempat wisata akan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar sebagaimana wisata candi lainnya, masyarakat disekitarnya akan membangun ekonominya dengan usaha kecil seperti warung makan, parkir motor, Balai Ekonomi Desa (Balkondes), dan penginapan/homestay serta berbagai pagelaran Kreatip. Tentunya pemamfaatan situs budaya harus mengutamakan kepentingan pelestarian hingga berbagai sisi positipnya dapat dipertahankan hingga akhir zaman dan perlu adanya peran masyarakat untuk melestarikan.
Susunan batu tempat memuja kebesaran Tuhan,
Candi Kedulan ditemukan
di desa Kedulan Sleman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar