Sabtu, 29 Juni 2024

KEJAYAAN KOPI DAN PERANG KOPI DI ERA KERAJAAN SULAWESI SELATAN

NusaNTaRa.Com    

byPunGKadA,           M   i   n   g   g   u,    2    3       J     u     n     i        2    0    2    4

Pasar Kopi  di Toraja Sulawesi Selatan 

Perang Kopi merupakan  perang yang terjadi  di Sulaweai Selatan  dari 1889 hingga 1890  yang melibatkan beberapa kerajaan besarnya.   Perang tersebut terbagi menjadi dua peristiwa, Perang Kopi I yang terjadi pada 1887 sampai 1888 dan Perang Kopi II yang terjadi pada 1889 sampai 1890  dan   tragedi  peperangan ini dilatarbelakangi  oleh persaingan perdagangan komoditas kopi di kawasan Sulawesi Selatan.

Di Indonesia sendiri, biji kopi pernah dijadikan alasan untuk memulai perang. Kisah ini dimulai di Tana Toraja, sebuah daerah pegunungan yang terletak sekitar 1.500 meter di atas permukaan laut di Sulawesi Selatan.   Daerah ketinggian, tanah yang sedikit asam, jumlah curah hujan yang tepat  dan lonjakan suhu antara siang dan malam, membuat Toraja dianggap tempat ideal menanam kopi.   Dulu, kopi dianggap sebagai komoditas langka dan barang mewah, terutama ketika pertama kali diperkenalkan Belanda pada masa penjajahan di akhir abad ke-17,  Kopi pertama kali dibawa ke dataran tinggi Toraja pada 1850-an.

Kopi pertama kali masuk ke Sulawesi Selatan melalui perdagangan dengan bangsa Arab di wilayah Makassar. ccKopi pertama kali ditanam dan dibudidayakan di wilayah Toraja setelah diperkenalkan oleh orang-orang dari Kerajaan Gowa,  sebagaimana  bunyi  naskah Lontaraq,  sebuah catatan harian dari Kerajaan Gowa, menyebutkan bahwasanya orang-orang Gowa berlayar membawa kopi ke pelabuhan Suppa (sekarang Parepare), kemudian menuju Toraja dengan berjalan kaki melalui pegunungan Enrekang.

Pada masa tersebut, Gowa dan Toraja masih memiliki hubungan yang erat,  bahkan pada masa-masa awal pembentukan Kerajaan Gowa telah  ada hubungan yang baik kedua daerah tersebut,  ini terlihat pada  penggunaan  pusaka Toraja dalam pelantikan raja-raja Gowa.  Kopi akhirnya menjadi komoditas penting di Sulawesi Selatan yang diminum  oleh semua kalangan tanpa membedakan kelas sosial.  Kopi bahkan  telah menjadi minuman  khas  untuk  penambah energy dan sumangat   sebelum  askar-askar kerajaan  berangkat berperang.

Komersialisasi  kopi  yang semakin  membaik kemudian memicu persaingan dagang antara bagian selatan (sekitar Wajo, Sidenreng, Camba dan sebagian Sinjai)  dan  bagian utara  (Toraja dan Enrekang).   Kerajaan Sidenreng yang memiliki pelabuhan Bungin memasarkan kopi dengan nama kopi Bungin  sedang  pesaingnya, Kerajaan Bone bersama saudagar Arab berupaya merebut pasar kopi melalui pelabuhan Palopo.   Toraja sebagai penghasil kopi utama walau secara geografis lebih dekat dengan pelabuhan Palopo di bawah Kedatuan Luwu tetapi memilih menjual kopinya melalui pelabuhan Bungin di wilayah Sidenreng.

Kerajaan Luwu kemudian bersekutu dengan Kerajaan Bone untuk melancarkan perang ke Toraja,  terjadinya  penyerbuan  yang  dikenal dengan nama Songko Barong.  Toraja di bawah Kerajaan Sangalla dengan bantuan Sidenreng dan Enrekang memberikan perlawanan balik terhadap Bone dan Luwu.  Inilah Perang Kopi  I  yang terjadi pada 1887-1888,  selang sepuluh tahun  kerajaan Bone kembali masuk ke Toraja untuk memonopoli perdagangan kopi. Toraja kembali meminta bantuan Enrekang dan Sidenreng.

La Tanro Arung Buttu, raja ke-14 Enrekang, melakukan perundingan dengan pasukan Kerajaan Bone dan mengeluarkan aturan bahwa Bone tidak boleh membawa kopi melewati Bambapuang di Enrekang, Wajo, Sidenreng, ataupun Luwu. Mereka hanya diperbolehkan membawa kopi melewati Pinrang. Aturan ini kemudian menjadi penyelesaian masalah dan dipatuhi. Perang Kopi  II  berakhir pada 1890 tanpa kemenangan salah satu pihak.

Kebanyakan kopi yang diproduksi di Toraja berasal dari petani-petani kecil dengan produksi yang cukup rendah, sekitar 300 kilogram per hectare,  ini membuat  kopi Toraja menjadi komoditas yang makin dicari-cari karena keistimewaannya.   Hingga kini, kopi Toraja masih dipetik dan disortir dengan tangan, sebuah proses yang menjamin kualitas kopi bagi para konsumen.   Kemudian, setelah kemerdekaan Indonesia, pemerintah Indonesia meluncurkan kebijakan nasionalisasi yang mengambil pertanian milik Belanda.

Panen Buah Kopi

 

Toraja daerah pegunungan sejak dulu Penghasil Kopi.

Sejarah Bugis-Toraja  mencatat pernah terjadi PeranG KopI.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIMA PEMBUANGAN SAMPAH TERBESAR DI DUNIA, ADA BANTAR GEBANG !!

NusaNTaRa.Com       byBatiSKambinG,        R   a   b   u,    2   0      N   o   p   e   m   b   e   r      2   0   2  4     Tempat Pengelola...