Senin, 17 Juni 2024

SEJARAH PENGANAN BURASA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT BUGIS

NusaNTaRa.Com 

byMapiroHBorrA,           S   e   n   i   n,     1    7       J      u      n      i       2    0    2    4

Penganan Burasa orang Bugis

Buras,  makanan Khas Sulawesi Selatan yang Punya Banyak Makna Filosofi.   Pada zaman dahulu, lelaki Bugis dan Makassar suka merantau mereka berlayar ke pelosok nusantara untuk mengumpulkan rezeki termasuk uang panai  sehingga  orang-orang menjuluki mereka sebagai pelaut ulung dan perantau handal.   Setiap ingin berlayar dan merantau, lelaki Bugis dan Makassar membawa bekal berupa nasi dan ikan,  akan tetapi  bekalnya tak bertahan lama dan cepat basi. Hal itu membuat mereka kehabisan tenaga sebelum sampai di tujuan.

Untuk mengatasi masalah itu, para wanita mencari solusi pengganti bekal pelaut dan perantau agar tahan selama di perjalanan.   Mereka mulai memasak beras/ketan yang sebelumnya di  rendam dengan santan kolapa yang kemudian di bungkus daun pisang,   bungkusan itu direbus  agak  lama agar tidak cepat basi.    Akhirnya pada hari itu, lahirlah masakan baru bernama Burasa sebuah lontong santan berbentuk pipih khas Sulawesi Selatan Aroma daun pisang, garam dan santan menyatu dalam beras membuat Burasa lebih gurih dibanding ketupat.

Makna filosofi dari penganan Bugis  “Burasa”  yaitu menanamkan semangat  penyatuan dan solidaritas supaya bisa membentuk nilai sipakatau (saling menghargai) sipakalebbi' (saling memuliakan) dan sipakainge' (saling mengingatkan) dalam keluarga dan kehidupan sosial.   Bagi masyarakat Bugis dan Makassar,  membuat Burasa sudah menjadi tradisi terutama saat keluarga ingin merantau atau bepergian jauh,   makanan  yang mereka bakalin itu disebut  juga sebagai "Bokong na Passompe"  artinya bekal para perantau.

Diperkirakan Burasa sudah ada sejak abad ke-V.   Sehari menjelang ldul Fitri, masyarakat Sulawesi Selatan punya tradisi yang disebut  "Ma' Burasa"  yaitu tradisi memasak Burasa beramai-ramai bersama tetangga dan keluarga.   Burasa akan dihidangkan saat lebaran untuk tamu di hari Raya biasanya di sajikan bersama  masakan Ayam seperti opor, Ayam masak Likkua dan lain-lainnya tentunya makanan ini sebelum di santap akan dibacakan doa keselamatan, rahmat Allah dan kebahagiaan bersama..

Ma'burasa merupakan salah satu tradisi masyarakat suku Bugis, Sulawesi Selatan (Sulsel) menjelang Lebaran. Ma'burasa berasal dari bahasa Bugis yang berarti membuat burasa', sebuah kuliner tradisional dari masyarakat Bugis.  Burasa' terbuat dari beras yang dicampur santan dan diberi sedikit garam. Kemudian dibungkus dengan daun pisang dan diikat secara khusus. Setelah itu, burasa' lalu direbus dalam waktu yang cukup lama.   Kegiatan Ma'burasa menjadi tradisi turun temurun di masyarakat Bugis. Tidak hanya melibatkan kaum perempuan, tetapi juga kaum laki-laki. Ma'burasa biasanya dilakukan oleh masyarakat Bugis pada H-1 menjelang hari Lebaran.

Burasa dalam masyarakat Bugis biasanya ada tiga jenis yaitu pertama Burasa yang disebut “Lappa-Lappa” terbuat dari beras biasa (Oa) yang direndam Santan kelapa kemudian dibungkus daun pisang dua lapis agak lebar menipis.   Pembungkus Daun dalam dari pucuk pisang dan bungkusan luar Daun pisang matang kemudian  bungkusan itu disusun dua atau empat diikat menjadi satu dengan Tali Rapia (Rumput jepang) atau Tali Batang Pisang.

Burasa kedua dan ketiga di bungkus berbentuk bulat agak memanjang dan berisi beras biasa atau beras ketan yang telah direndam Santan Kolapa (untuk yang dibungkus dengan daun pisang),  biasanya satu ikatan terdiri dari dua atau satu bungkusan,   sedang burasa ketiga bulat memanjang berisi beras ketan di rendam santan kolapa hanya di bungkus daun kolapa muda yang kemudian diikat.   Makanan ini selain untuk bekal dalam perjalanan jauh terutama dalam pelayaran, makanan ini juga disajikan khas dalam menyambut hari atau acara besar dengan ritual khas seperti lebaran dan prosesi tertentu.

Mengikat Burasa punya seni dan butuh keterampilan, istilahnya yaitu Massio' Burasa.  Tali pada ikatan Burasa mewakili tali silaturahmi yang diperkuat menjelang ldul Fitri.   Tali itu juga  menjadi simbol ikatan batin antara perantau dan keluarganya itulah sebabnya saat mengikat Burasa ikatannya harus kuat.    Setinggi apa pun sekolahmu, pulanglah mengikat Burasa maknanya sejauh apa pun kita melangkah, jangan pernah lupa keluarga dan adat budaya di kampung halaman.   Sejak kecil dulu tali Burasa telah mengikat hati, tersimpul mati, wujudkan jiwa petarung sejati demi bakti untuk orangtua yang tak terganti.

Burasa Penganan Bugis di hari Lebaran


Burasa Penganan tradisi masyarakat Bugis.

Burasa penganan bekal dengan filosopi khas Bugis.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIMA PEMBUANGAN SAMPAH TERBESAR DI DUNIA, ADA BANTAR GEBANG !!

NusaNTaRa.Com       byBatiSKambinG,        R   a   b   u,    2   0      N   o   p   e   m   b   e   r      2   0   2  4     Tempat Pengelola...