NusaNTaRa.Com
byRaisALembuduT, S a b t u 0 8 M e i 2 0 2 1
Alya Sarah Lawindo, 19 tahun, Putri berdarah Minang setiap akhir pecan disukkan dengan
kegiatannya mengajari anak-anak belajar
mengaji secara virtual dari rumahnya di
Arlington negara bagian Virginia hal ini tentunya tak seperti kebanyakan remaja di Amerika. “ Bunda
dari dulu pernah jadi guru ngaji di madrasah sudah bertahun-tahun. Dan pas Alya sudah remaja, Alya mikir udah waktunya buat ngajarin anak, apalagi di komunitas Muslim Indonesia di Amerika
sini ”,
Ujar SiGaluH Alya Lawindo kepada VOA.
Murid-murid yang diajarinya berusia sekitar 5 hingga 12 tahun, seperti Souma, “ Dia baik… sabar… dan cantik ”, Ujar SiGaluH Souma bocah lima tahun itu. Alya Lawindo telah melakoni sebagai relawan Madrasah sejak lima tahun lalu, “ Yang paling besar reward-nya jadi guru ngaji itu bisa lihat improvement anak-anak. Bulan pertama ngaji masih agak kaku, atau masih belajar tadjwid-nya. Pas sudah selesai, bisa keluar, bisa move on ke kelas yang berikutnya ”.
Setiap hari Minggu, Alya mengajar 4 sampai 7 orang murid
dengan kisaran usia 5 hingga 12 tahun
dan terinspirasi dari
ortunya ia turut melestarikan budaya asal-usulnya
yaitu Sumatra Barat yang telah ia
lakoni sejak usia 6 tahun. "
Yang paling besar reward-nya itu jadi guru ngaji itu bisa lihat
anak-anak improvement-nya ya. Bulan pertama masih agak kaku, tapi pas sudah
selesai, bisa keluar, bisa move on ke kelas yang berikutnya ",
Ujar SiGaluH Alya Sarah Lawindo..
IMAAM pengelola organisasi
madrasah mengakui akan ketekunan
Alya Lawindo dalam menjalani
tugasnya sebagai relawan dengan
memberinya Penghargaan Relawan Muda pada 2019.
Selain mengajar sukarela, mahasiswi S1 Hubungan Internasional di
American University ini juga aktif dalam melestarikan budaya Minang bersama Sanggar
Rumah Gadang USA yang didirikan pada 2007 oleh kedua orangtuanya yang
berasal dari Sumatera Barat yaitu Muhammad Afdal dan Nani Afdal.
“ Alhamdulilah waktu
kita pertama kali (dirikan), Alya sangat berminat sekali karena waktu kecil
kita kemana-mana selalu putar lagu Minang, di rumah pun kalau ada video, putar
video Minang ”, Ujar SiDin Muhammad Afdal ayah dari Alya Lawindo. Bersama Sanggar Rumah Gadang USA Alya
sering tampil membawakan berbagai kesenian Minang dan
Indonesia lainnya dalam berbagai
pertunjukkan di berbagai negeri bagian AS.
Menurutnya penting untuk meneruskan budaya agar tidak
luntur, “ Saya
melihat ini kalau kita tidak kenalkan, kita akan kehilangan generasi, mereka
akan hanya kenal budaya Amerika saja ”, Ujar SiDin M Afdal yang berasal dari kabupaten Agam Sumatera Barat. Sejak usia enam tahun kata ayahnya
menambahkan, Alya sudah mulai belajar
tarian dan nyanyian Minang dan selalu
diasah terus, kini diapun fasih berbahasa Minang, pandai bermain biola,
bermain Randai, teater khas Minangkabau, hingga berpantun.
Melalui kegiatan yang ada di Sanggar Rumah Gadang USA, Alya mengasah berbagai budaya Minang dan
Indonesia lainnya serta iapun dapat menimbah pengetahuan ke Indonesian dari orang Indonesia yang ada di sana atau melalui media Literasi
yang ada dan ini akan menguatkan kepribadiannya sebagai warga minang. “ Mengikuti
bermacam festival di antaranya Richmond
Folklife Festival, Smithsonian Folklife Festival, the Kennedy Center, dan
negara bagian lain... Di samping itu kami sering mengisi acara budaya di KBRI Washington DC ”, Ujar SiDin Muhammad Afdal dengan Soppenger
(Jumawanya).
Dan saat pandemi, dia pernah diundang mengisi seminar virtual sebagai “ padusi milenial ” oleh Minang Diaspora Network baru-baru ini. Afdal mengaku bangga dengan putrinya yang tetap memegang teguh adat budaya, meski jauh di Amerika, seperti pepatah Minang, “ Setinggi-tingginya bangau terbang, namun pulangnya ke kubangan jua. Sejauh-jauhnya pergi merantau, kampung halaman terbayang jua ”.
Bunga Citra Lestari SiCuantik berdarah Minang,
Alya Sarah Lawindo Pengajar Ngaji di negeri Uncle Tom Cabing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar