NusanTaRa.Com byMuhammaDBakkaranG, 24 S e p t e m b e r 2020
KH Yahya Cholil Staquf / CakGus Yahya |
KH Yahya Cholil Staquf, Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, menyebutkan bahwa Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw mengemban aspirasi peradaban, sebuah nilai yang seharusnya terus kita upayakan bagi peradaban manusia di dunia. “ Islam juga sudah semestinya menjadi pelopor menuju peradaban universal tersebut ”, Ujar SiDin Gus Yahya, sapaan akrabnya, saat berbicara di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Rabu (23/9/2020) malam.
“ Kita harus dapat mewujudkan peradaban ideal dunia dengan dasar tiga nilai, yakni ketuhanan, kemanusiaan dan rahmah (kasih sayang) ”, Ujarnya melanjutkan.
Menurut Gus Yahya, aspirasi peradaban yang dibawa Islam sudah terkandung dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM). Meskipun, tambahnya, pergulatan dunia selama ini begitu sangat dinamis. “ Dan tujuan utama saat ini adalah bagaimana tercipta tatanan global yang harmonis sehingga diperlukan nilai-nilai yang disepakati dan menjadi konsensus bersama ”, Ujar SiDin Gus Yahya.
Kemudian ia mengungkapkan bahwa dunia telah mengalami sejarah yang sangat panjang, sejak era awal Islam sampai abad ke-20. Hubungan dunia Islam dengan Barat sangat problematik. Ada konflik yang berkepanjangan sehingga persepsi ini mengendap dalam benak umat Islam.
“ Saya kira lahirnya Deklarasi Kairo pada 1990 dilatarbelakangi oleh persepsi semacam ini. Namun, jika kita baca dalam Deklarasi Kairo, sebetulnya tidak yang bertentangan secara substansial dengan UDHR. Semua yang dinyatakan dalam deklarasi tersebut cukup sesuai dengan UDHR ”, Ujar SiDin Gus Yahya. Pada tatanan global, Gus Yahya misalnya menyebutkan peran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Ketika Munas Alim Ulama pada 27 Februari hingga 1 Maret 2019 yang dihadiri 20 ribu ulama NU, menetapkan kategori kafir yang tidak lagi relevan dalam konteks negara bangsa modern. “ Ini penegasan yang bersifat yurisprudensi tentang satu norma yang harus diterima sekarang ”, Ujar SiDin GusYahya.
“ Itu sudah menjadi kesepakatan bersama bagi bangsa Indonesia. Namun sampai 2019, ketika NU menyelenggarakan pertemuan nasional para ulama itu, belum pernah ada penegasan untuk menghapuskan norma diskriminatif yang ada di dalam Islam terkait status non-muslim itu ”, Ujar SiDin Gus Yahya. Gus Yahya menyebut di Majelis Umum PBB yang dilangsungkan secara virtual itu, bahwa yang dilakukan NU satu contoh langkah yang harus berani ditempuh dunia Islam, sehingga Islam sungguh-sungguh bisa berintegrasi dengan seluruh umat manusia di dunia.
Pertemuan Majelis PBB yang dilakukan secara daring dengan tema Hak Asasi Manusia itu hadir selain Yahya adalah Profesor Bidang Hukum dari Universitas Harvard Amerika Serikat Mary Ann Glendon dan Aktivis Demokrasi asal Tiongkok. Panel ini dimaksudkan untuk mendialogkan pandangan-pandangan komisi tersebut dengan tradisi-tradisi yang berbeda. Dalam hal ini dengan Islam (Nahdlatul Ulama) dan Konfusianisme.
Hidup manusia bukan hanya di dunia,
Islam harus wujutkan peradaban ideal dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar