NusanTaRa.Com
byKariTaLa LA, 15/05/2019
byKariTaLa LA, 15/05/2019
Tulisan ini
saya buat sebagai kenangan saat mengikuti Program Snellius II tahun 1984 ketika
masih mahasiswa Perikanan UNHAS Makassar.
“ Kedua tangan diatas kepala kemudian kepala
menekuk kedalam perairan dengan cepat dan pantat muncul dipermukaan diikuti
kedua kaki yang juga masuk kedalam air, tangan diatas kepala yang meluncur
kedasar perairan melebar sambil mengibas ke kiri-kanan untuk mempercepat laju
menukik ke dasar perairan “. Demikian sekilas kejadian daving kami di P
barang Lompo Makassar untuk memeriksa jaring ikan yang terpasang di atas terumbu karang
pada kedalaman 20 meter dalam rangka mendukung Program Penelitian Snellius II
diakhir tahun 1984.
EKSPEDISI
SNELLIUS : Merupakan satu ekspedisi Oseanografi terbesar yang dilaksanakan
bersama antara Indonesia – Belanda di perairan Indonesia timur dan selama inii
telah diselenggarakan sebanyak dua kali, Ekspedisi Snellius I tahun 1925 dan
Ekspeisi Snellius II tahun 1984 - 1985. Ekspedisi Snellius I dipimpin P.M. van Riel
meneliti sejumlah lubuk dan palung, yang mencakup struktur dan gerakan massa
air, dan menetapkan Palung Banda sebagai palung terdalam di perairan Nusantara
7,2 km dan Ekspedisi Snellius II
diorganisir LIPI meneliti tentang pergerakan kerak bumi, geokimia, akumulasi
minyak, gas lepas pantai dan ventilasi lubuk-lubuk laut dalam, sistem pelagis,
terumbu karang, dan dampak sungai terhadap lingkungan laut.
Program
Ekspedisi Snellius II Indonesia diorganisir LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia) di Ketuai Prof. Didin
Sastrapradja dan Belanda oleh
Netherlands Council for Oceanic Research
diketuai Rear Admiral (Retired) J.C dengan program kerja dalam tiga
tahapan. Tahap Pertama, Persiapan (Juni
1982 Juni 1984) pemantapan rencana yang diusulkan pihak Belanda dan pihak
Indonesia menjadi satu rencana kongkrit, Tahap Kedua, Tahap Pelaksanaan (Juni
1984 Oktober 1985), yang merupakan pelaksanaan ekspedisi yang nyata di lapangan
dan Tahap Ketiga elaborasi (Novmber 1985 November 1987), yang mencakup
pengolahan data dan penulisan hasilnya, diakhiri dengan penyampaian hasilnya
dalam Seminar Snellius II di Jakarta pada akhir November 1985.
MoU (Memorandum
of Understanding) yang memayungi Program Ekspedisi Snellius II ditandatangani pada
tanggal 7 Juni 1983 oleh Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Belanda, W. J.
Deetman, dan Menteri Riset dan Teknologi Indonesia, Prof. B. J. Habibie, MoU
ini memuat hal-hal partisipasi,
konsekuensi pendanaan, dan tanggung jawab kedua pihak. Ekspedisi Snellius II ini terdiri atas lima
tema penelitian yakni: 1. Geologi dan geofisika, 2. Ventilasi lubuk-lubuk laut-dalam, 3. Sistem pelagis, 4. Terumbu karang dan 5. Dampak sungai
terhadap lingkungan laut.
Perairan yang
menjadi objek penelitian Snellius II meliputu perairan di Indonesia Timur, yaitu di mulai dari perairan di Pulau Ambon dan Kep. Banda Maluku, Kep. Wakatobi Sultra, P Selayar, Kep. Bonerate dan P. di Luar Makkassar (Barang Lompo, Barang Caddi
dan Kepulauan Supermonde Kab. Pangkep) Sulsel, P Bunaken Sulut, Teluk Bima NTB, dan P Komodo dan P Sumb NTT. Kami tentunya
dari kalangan UNHAS (Peneliti, Dosen dan Mahasiswa) yang mendukung Program ini
hanya dilibatkan di Kep. Luar kota Makassar, P Selayar dan Kep, Bonerate, sedangkan untuk Stasiun lain
dilaksanakan dengan Perguruan tinggi dilokasi tersebut dan IPB.
Dalam EKSPEDISI
SNELLIUS II di stasiun sekitar perairan
Luar Kota Makassar yang berlangsung di akhir tahun 1984 (Juli) diikuti dari
kalangan Mahasiswa UNHAS (Perikanan/Pertanian, Biologi/Mifa dan Geologi/Tehnik)
yang hanya terlibat pada pendataan dan pengambilan sampel di lapangan selama 2
minggu. Tim terbagi tiga, dua tim
berangkat ke Kep. Supermonde Kab. Pangkep untuk mendapatkan data perairan Selat
Makassar, Keadaan dasar perairan, Pengambilan sampel dasar laut dengan
piston-corer dan Box-corer pada 300 titik, sifat fisik, Kimia, perekaman suara
di dasar dengan echosounder dan Biologi perairan
dll dan satu tim termasuk berada di Pulau Barang Lompo dan kep. Dekat Makassar.
Sebagai
Mahasiswa Biologi Perikanan di Unhas dalam proyek ini
tentunya saya banyak
dilibatkan dalam penengambilan sampel dan pendataan terkait biota dan data
perairan di sekitar P Barang Lompo dan Barang Caddi seperti mengunjungi nelayan
di kepulauan tersebut untuk mendapat data terkait aktipitasnya, diving untuk
mendapatkan data ikan, karang, satwa yang ada dikedalaman sekitar pantai
tersebut 100 m dari bibir pantai dan jika ada data yang perlu kajian khusus
kami sampel untuk kami kirim kekapal penelitian yang stand bay di Pelabuhan
Soekarno Makassar untuk mengkaji lebih jauh.
Dwi Listi Rahayu ahli Taksonomi dari Oceanograpi LIPI Jakarta |
Dalam
penelitian ini kami dapat secara akrab bekerja sama dengan berbagai peserta
yang terlibat seperti Mahasiswa dan Peneliti dari Leiden University Belanda, LIPI
Jakarta, LON LIPI AMBON, LON LIPI Jakarta, IPB dll. Terkadang saya harus turun untuk mentransek
kumpulan karang untuk mengetahui spesies yang ada dan besarnya populasi
seperti dengan bola garis atau pola kotak dengan diving kelaut bersama Peneliti
seperti ibu Dwi Listi
Rahayu pakar Taksonomi dari Oceanografi
LIPI Jakarta dan Pak Septi dari LON LIPI Ambon.
Sayang sebagai
mahasiswa dan keterbatasan penglibatan kami membuat tak bisa mengikuti secara
penuh melainkan sebatas di Sulsel, namun bahwa Program ini menemukan banyak hal
seputar perairan Indonesia Timur, Menjadi Proyek Penelitian Oceanografi
terbesar kerja sama Indonesia-Belanda dan melibatkan sebanyak lima armada. Lima kapal riset yang dilibat terdiri dari
satu kapal riset Belanda, Tyro, dan empat kapal riset Indonesia, masingmasing
Jalanidhi (dioperasikan oleh TNI-AL), Samudera (dioperasikan oleh Lembaga
Oseanologi Nasional LIPI), Tenggiri (dioperasikan oleh Balai Penelitian
Perikanan Laut), dan Hatiga (dioperasikan oleh Pusat Penelitian Geologi Laut).
Pelaksanaan
ekspedisi yang dimulai sejak Juni 1984 dan berakhir pada Oktober 1985 ini
menghasilkan sejumlah pengetahuan baru, di antaranya dari aspek geologi dan
geofisika, memberikan pemahaman tentang pergerakan kerak bumi, geokimia, dan
akumulasi minyak serta gas lepas pantai. Serta kajian tentang kegunung apian bawah laut yang
salah satunya berfungsi untuk mitigasi bencana,
ventilasi lubuk-lubuk laut dalam, sistem pelagis, terumbu karang, dan
dampak sungai terhadap lingkungan laut berhasil diteliti dan dikaji ulang.
Laut dalam
tempat ikan berenang,
Hasil penelitian
bagi pembangunan sangat mendukung.
Jompol ........... daeng
BalasHapus