NusaNTaRa.Com
byBahrIHasupiaN, M i n g
g u, 0
8 A g
u s t
u s 2
0 2 1
Menurut mantan terindah Kapolsek Teluk Bintan Res Bintan
(2011-2013), salah satu potensi yang belum tersentuh dan tidak seberapa
diminati, namun memiliki peluang industri besar di Natuna dari sektor
perkebunan adalah sagu kata Wisnu Edhi
Sadono. Padahal kata Wisnu, sagu
lebih unggul dari padi untuk memberi makan dunia. Sagu dalam satu hektar dapat
menghasilkan 20-40 ton pati, jika dijumlahkkan dengan luas areal sagu sebesar 5
juta hektar akan menghasilkan 100-200 juta ton.
Sedangkan padi membutuhkan 12 juta hektar untuk bisa
menghasilkan 30 juta ton, sementara sagu bisa menghasilkan 30 juta ton pati
hanya dalam 1 juta hektar. Kebun sagu dengan luasan 1 juta hektar mampu memberi
makan sekitar 200 juta jiwa, jika dalam 5 juta hektar sagu dapat memberi makan
1 milyar jiwa. Sagu dapat memenuhi kebutuhan orang yang kelaparan di dunia yang
berjumlah 868 juta jiwa yang dilaporkan oleh FAO.
Wisnu Edhi
Sadono sosok Purnawirawan Polri menjabat
Kasubbag Humas Polres Tanjungpinang pada tahun 2013, yang sangat
care terhadap Tanaman Sagu di Natuna melihat perlakuan sagu di Natuna
berbeda dengan di daerah-daerah lain. Di Natuna, sagu dianggap seperti tidak
memiliki nilai jual, bahkan tidak
terurus dengan baik dan diperlakukan sama seperti pohon hutan yang tumbuh
dengan sendirinya dan mati termakan usia.
Pada hal pohon Sagu banyak tersebar di hutan dan perkebunan di Natuna
dan warga di sini banyak yang menjadi penganan utama,
Tersisa beberapa pohon sagu tumbuh di tengah-tengah
pemukiman warga Kelurahan Ranai Kota, bukti nyata bahwa Kabupaten Natuna tidak
hanya dikelilingi lautan juga dikelilingi hutan sagu. Karena sekitar 50% potensi sagu dunia ada
di Indonesia, dan sekitar 90% potensi sagu Indonesia ada di Papua, termasuk
Papua Barat. Karena itu Indonesia mempunyai peluang amat besar untuk menjadi
pelopor dalam modernisasi industri pengolahan sagu, dan Kabupaten Natuna
menurutnya juga memiliki peluang yang sama.
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari produksi sagu, bukan hanya sekedar dijadikan Pati tapi banyak bentuk produk turunan sagu lain seperti
glukosa, dextrin, protein sel tunggal, bubur kayu dan ampas.
Pemanfaatan pati sagu sendiri dapat dijadikan beras analog, industri
makanan, dan bahan baku industri. Kemudian glukosa yang dihasilkan oleh
pemanfaatan pati dapat dijadikan ethanol dan fruktosa dalam industri makanan
dan minuman, selain itu glukosa juga dapat dijadikan asam organik untuk industri kimia, farmasi dan energi.
“ Sagu bisa juga
diolah menjadi tepung, kemudian dari tepung sagu ini nantinya bisa dioleh lagi
menjadi berbagai jenis makanan ”, Ujar
SiDin Wisnu Edhi Sadono dengan Soppenger (Jumawa). Potensi sagu di Natuna belum terkelola
dengan baik, serta dinas teknis juga tidak memasukan sagu dalam prioritas hasil
perkebunan, sehingga kesiapan produksi sagu secara menyeluruh tidak
bisa dihitung dengan pasti dan membuat investor ragu-ragu membuka pabrik
pengolahan sagu di Natuna. “ Pernah ada yang tanya ke saya, cuma karena
kita tidak punya data pasti sehingga kurang menarik bagi investor. Saya bilang
disini pohon sagu tumbuh sendiri, untuk pulau bunguran besar saja hampir di
setiap desa dan kelurahan, bahkan di tengah-tengah kotanya ada pohon sagu ”,
Ujar Wisnu E Sadono.
Wisnu ES memastikan, sagu di Natuna merupakan tanaman yang
memiliki potensi besar dan perlu diperhatikan,
Swasembada pangan dan pemenuhan makanan bisa diwujudkan di Natuna jika potensi sagu dapat dimanfaatkan dengan
baik dan telah menjadi khas Natuna.
“ Untuk jangka panjang dalam
memenuhi produksi sagu ini, memang perlu
manajemen pengelolaan hutan/kebun keberlanjutan panen, makanya perlu dukungan
pemerintah terhadap sagu melalui regulasi mulai dari on farm dan off farm ”,
Ujarnya Laji.
“ Sagu bisa kita olah
menjadi makanan khas daerah seperti tabel mando, kernas dan kuah tiga. Tanpa sagu tentunya tidak
lengkap ”, Ujar SiDin Riduan pada NusaNTaRa.Com, Rabu, 30 Desember 2020. Untuk menghasilkan sagu yang siap diolah
tentunya harus melewati beberapa proses cukup panjang dan memakan waktu lama.
Berawal dari penebangan pohon sagu, sampai dengan pengupasan kulit luar untuk
mendapatkan bagian dalam pohon. “ Setelah di ambil bagian dalam pohon,
selanjutnya di parut halus, disaringkan menggunakan air. Air dari hasil
saringan diwadahkan hingga bagian bawah menjadi beku dan menghasilkan sagu
mentah/sagu basah ”, Ujar SiDin Riduan.
Wisnu Edhi Sadono purnawirawan Polri |
Setelah menghasilkan sagu mentah, tahap selanjutnya di tapis
menggunakan pengayak, di goyang-goyang atau di bolak-balik, lalu dimasukan
dalam kawah dan dikeringkan menggunakan bara api, hinga menghasilkan sagu
butir, “
Untuk 1 karung (ukuran 50 kg) sagu mentah/sagu basah, proses pengeringan
menjadi sagu butir memakan waktu lebih kurang 3 hari ”, Pungkas
Riduan. Riduan menjelaskan, harga jual
sagu mentah dihitung satu gantang Rp5 ribu,
sementara sagu butir satu gantang Rp10 ribu.
Jumlah APBD Natuna cukup pantastis sebagai daerah perbatasan dengan julukan kabupaten terkaya
se-Provinsi Kepri ini, rupanya masih memiliki banyak kekurangan dengan belum
adanya penanganan secara ropposional. Salah satu tantangan berat dalam mendukung perekonomian dan pembangunan di negeri dengan
julukan laut sakti rantau bertuah, sampai detik ini masih belum terjawab.
Rozanah, pengrajin sagu di Desa Ceruk Kecamatan Bunguran
Timur Laut ketika diminta keterangan, “ Puluhan tahun kerja malok sagu, dan motong
karet. Kalau hari hujan malok sagu dan kalau panas motong karet. Ini semenjak
menikah dengan suami, karena ingin membantu suami buruh bangunan “, Ujar
SiGaluh Rozanah. Kata Rozanah, usahanya
dimulai dengan cara membeli batang sagu milik warga setempat, ia memalok sagu dengan peralatan sederhana sebelum di olah menjadi sagu siap saji. Selain
membeli pohon sagu, tempat yang digunakannya untuk bekerja juga masih sewa.
Kernas penganan khas dari Sagu di Natuna |
Sagu tanaman jenis Palma,
Sagu potensi pangan di Natuna belum terkelola.
Diera lahan pertaniana semakin tergerus ........... semoga tanaman ini tetap eksis utk manusia selamana
BalasHapus