NusaNTaRa.Com
byMuhammaDNunukaN, J u m ‘ a t, 0 5 N o v e m b e r 2 0 2 1
Hidayat NurWahid wakil MPR RI |
Wakil Ketua MPR RI Dr HM Hidayat Nur Wahid
menyesalkan Menteri Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengulangi membuat
peraturan yang kembali ditolak banyak pihak karena Peraturan Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi itu
sarat dengan ketentuan yang tak sesuai dengan Pancasila, UUD NRI 1945, serta peraturan
perundangan di atasnya.
Peraturan tersebut juga telah ditolak oleh
masyarakat luas sebagaimana dinyatakan oleh 13 organisasi yang tergabung dalam
Majelis Ormas Islam (MOI). Dari DPR, Fraksi PKS juga tegas menolak karena
peraturan tersebut jauh dari nilai-nilai Pancasila yang memuliakan norma agama,
serta tidak memiliki landasan hukum yang spesifik dan bahwa aturan mengenai
kekerasan seksual yang dirujuk oleh Permen itu justru sudah dibatalkan oleh DPR
dan aturan yang sekarang masih dibahas
di DPR RI sudah tidak relevan dengan prinsip yang dirujuk oleh Permen tersebut.
Hidayat NW juga mengingatkan bahwa pembuatan aturan
Menteri yang mengabaikan norma agama,
UUD NRI 1945 dan tidak sesuai dengan landasan hukum di atasnya, bukan pertama
kalinya dilakukan oleh Mendikbudristek, namun sudah beberapa kali kasus serupa
terjadi. “ Saya mendukung 13 Ormas Islam dan Fraksi
PKS serta masyarakat luas yang secara
terbuka, argumentatif dan konstitusional menolak Permendikbud 30/2021. Dan ini menambah daftar panjang aturan
kontroversial yang dikeluarkan oleh Mendikbud. Selain peraturan tersebut yang harus segera
ditarik dan direvisi, saya juga mendesak Presiden Jokowi untuk menegur Mas
Menteri Nadiem agar kejadian serupa tak terus berulang ”,
Ujar SiDin Hidayat Nur Wahid dalam keterangannya di Jakarta, Jumat
(5/11/2021).
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menilai, secara eksplisit dan substantif Peraturan Menteri soal Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi itu jelas tidak menjadikan Pancasila, Undang-Undang Dasar NRI 1945, dan UU Sistem Pendidikan Nasional sebagai spirit dasar pembentukannya, terlihat dengan tidak dimasukkannya norma agama dan tujuan dari pendidikan nasional yang diatur oleh UUD NRI 1945 yakni agar peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sangat jelas ketentuan-ketentuan dalam Permendikbud
tersebut masih menggunakan paradigma kekerasan dan persetujuan dalam hal
aktivitas seksual yang terjadi di perguruan tinggi. Sehingga ketentuannya masih menghadirkan
sanksi bila ada kekerasan dan bila tidak terjadi persetujuan, karenanya bila
dalam hal hubungan seksual tidak terjadi kekerasan dan terjadi persetujuan, maka itu bukan pelanggaran, sekalipun itu
tidak sesuai dengan Pancasila, UUD-NRI 1945, serta bertentangan dengan norma
agama, hukum dan norma ketimuran. Padahal
ketentuan-ketentuan prinsip seperti itu sudah mengalami koreksi dan perbaikan
mendasar dengan konsisten merujuk ke Pancasila, UUD NRI 1945 serta norma agama.
Itulah yang sekarang sedang dibahas di Baleg DPR RI.
“ Pada
dasarnya kami mendukung upaya Mendikbudristek untuk memberantas kekerasan dan
kejahatan seksual di lingkungan kampus dan lingkungan lembaga pendidikan
lainnya. Tapi tentunya itu harus sesuai dengan Pancasila, UUD NRI 1945 dan
karenanya juga harus sesuai dengan norma agama dan norma kebudayaan yang
berlaku, bukan justru mengabaikannya dan jadi terkesan permisif dan melegalkan
praktik hubungan seksual di lingkungan perguruan tinggi yang tak sesuai dengan
norma agama, hukum, serta adat istiadat di Indonesia, dengan berlindung di
balik budaya Barat yaitu dalih persetujuan (suka sama suka) dan tanpa kekerasan “. Ujar SiDin Hidayat NurWahid.
Nadiem Makariem Kemendijbud |
“ Permen
seperti itu jadi seperti melegalkan praktik seks bebas, zina dan LGBT di kampus
dengan dalih tidak adanya kekerasan dan hadirnya persetujuan dua pihak. Hal ini
beserta dampak-dampak negatifnya di kalangan perguruan tinggi, harusnya
diwaspadai oleh Kemendibudristek, karena semakin meningginya praktik seks
bebas/di luar pernikahan di antara remaja usia awal kuliah (18-20 tahun).
Sebagaimana temuan dari penelitian Reckitt Benckiser Indonesia (19/7/2019): 33%
remaja usia 18-20 tahun di 5 kota besar di Indonesia sudah melakukan hubungan
seks di luar pernikahan. Hal yang juga
menjadi kekhawatiran 13 Ormas Islam yang terhimpun dalam Majelis Ormas Islam
(MOI) ”,
Ujar SiDin Hidayat NurWahid dengan Soppengernya (Jumawa).
Hidayat NW sapaan akrabnya mencatat, sudah beberapa kali
Menteri Nadiem mengeluarkan kebijakan yang ditolak publik karena kontroversial
dan tidak sesuai dengan Pancasila, UUD NRI 1945 dan norma-norma agama.
Misalnya : Peta Jalan Pendidikan Nasional
2020-2035 yang akhirnya ditarik untuk direvisi karena tidak memasukkan frasa
agama, SKB 3 Menteri soal seragam siswa yang akhirnya dibatalkan oleh MA, Kamus
Sejarah Indonesia yang banyak informasinya tidak akurat bahkan tidak memasukkan
tokoh-tokoh umat Islam yang berjasa bagi sejarah pembentukan Negara Indonesia
Merdeka, dan justru banyak memasukkan tokoh-tokoh PKI, dan akhirnya ditarik
juga. Juga adanya Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 soal Sistem
Pendidikan Nasional yang menghilangkan Pancasila dan Bahasa Indonesia dari
daftar mata kuliah wajib.
Hidayat NW sudah
mengingatkan Menteri Nadiem untuk lebih memahami dan konsisten dengan
Pancasila, UUD NRI 1945, dan norma-nroma keagamaan yang hidup di tengah
masyarakat dan tak bisa dipisahkan dari Pancasila dan konstitusi Indonesia,
agar peraturan terkait pendidikan harus sesuai hal-hal tersebut yang telah
disepakati berlaku di Indonesia. Sehingga peraturannya solutif, tidak
kontroversial, dan bisa diterima oleh masyarakat luas.
Namun yang terjadi justru Kemendikbud menghadirkan aturan kontroversial yang terus berulang, terbaru soal Kekerasan Seksual di kalangan Perguruan Tinggi. Suatu hal yang mestinya tidak terjadi pada kementerian yang mengurusi pendidikan, kebudayaan, dan riset. “ Oleh karena itu sewajarnya Presiden Jokowi menegur Mendikbudristek secara tegas dan terbuka supaya tidak dipahami bahwa berbagai kesalahan itu adalah visi misi Presiden. Kemendikbud harusnya bisa jadi teladan dalam berpendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI 1945, serta kebijakan yang dikeluarkan Kemendikbud ke depannya tidak lagi bertentangan dengan Pancasila, UUD NRI 1945 dan norma agama, sehingga solutif dan konstitusional, dan tidak lagi membuat gaduh, dan berakibat kembali ditolak oleh public ”, Ujar SiDin Hidayat NurWahid memungkas. dr.GontoRNewS.Com.RusdionOMukrI.05/11/2021.
Presiden Jokowi dan Makareim Kemendikbud |
Manusia hidup dengan norma agama dan social,
Hidayat NurWahid dukung penolakan permen Kekerasan
sexual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar