NusaNTaRa.Com
byIndaHPalloranG, S a b t u, 2 0 J u l i 2 0 2 1
Jalan Trans Papua Jalur Hubena - Mbua
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cahyo Pamungkas
menyoroti pembangunan jalan Trans Papua yang dampaknya tidak dirasakan
masyarakat Papua. Menurutnya, pembangunan tersebut justru merusak ekologi. "
Semakin halus sebuah jalan di pegunungan tengah itu saya melihat semakin
lancar penebangan kayu, jadi jalan itu melancarkan proses perusakan
ekologi ", Ujar SiDin Cahyo saat diskusi situasi Nduga, Papua
di Jakarta, Kamis (18/07/2021).
Selain merusak ekologi, pembangunan jalan
itu menyebabkan masyarakat lokal terancam oleh keberadaan pendatang. Imbasnya
pada persaingan ekonomi. Contohnya harga babi telinga layar yang tinggi dan tak
dapat dibeli. " Kemudian semakin halus jalan semakin banyak
pendatang jadi jalan itu memunculkan perasaan terancam dari komoditas
pendatang, dari komoditas yang dibawa pendatang, termasuk militer, dengan
semakin halus jalan maka akan memudahkan pengiriman pasukan pasukan senjata dan
ini kan masalah trauma ", Ujar SiDin Cahyo dengan Plabomoranya
(hebatnya).
Cahyo menyebut, proyek jalan Trans Papua hanya menghubungkan antar
kabupaten atau kota, dan itu manfaatnya tidak dirasakan langsung oleh warga. Sedangkan jalan antar kampung dan distrik yang
justru lebih dibutuhkan, belum ada.
" Padahal jalan seperti ini
(antar kampung dan distrik) sangat penting, contohnya untuk sekedar menjual
sayur yang dihasilkan oleh petani ke pasar
", Ujar SiDin Cahyo dan
menambahkan bahwa, jalan Trans Papua
justru memfasilitasi proses eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA), di mana yang
terlihat saat ini adalah tingginya penebangan kayu dan penambangan emas.
Menurut tim pengkajian Papua itu, masyarakat Papua membutuhkan jalan
untuk komunitas. Bukan jalan antar
Kabupaten maupun antar kota. Dia
mengatakan, jalan yang dibutuhkan adalah dari kampung menuju ibu kota distrik,
atau jalan dari ibu kota distrik ke ibu kota kabupaten untuk mengurus KTP. "
Lah jalan dari Nduga sampai Wamena untuk apa, maka pertanyaannya jalan
itu dibangun untuk siapa, sampe sekarang saya gak tau untuk siapa jalan itu
dibangun, yang jelas itu bukan untuk orang asli Papua dan belum dapat dilihat
efektivitasnya ", Ujar SiDin Laji.
Peneliti LIPI Terkait pembangunan Jalan TRANS PAPUA |
LIPI telah menyusuri pembangunan jalan tersebut. Contohnya di kilometer
25 arah Taman Lorentz, Papua, banyak kamp kayu hasil penebangan. "
Dan yakin proses penebangan hutan semakin ke atas, menurut saya itu
secara hukum dilarang, karena taman lorentz termasuk kawasan hutan lindung, jadi
saya tidak tahu ada izin terhadap masalah itu
", Ujar SiDin Cahyo. Cahyo berpendapat, pemerintah harusnya segera
berdialog dengan tokoh masyarakat Papua dengan bantuan mediator yang
tepat. " Karena yang terpenting saat ini adalah
memerdekakan warga Papua dari ingatan penderitaan yang semakin menumpuk seiring
waktu. Apalagi atas tindak kekerasan aparat yang memunculkan trauma pada warga
Kabupaten Nduga, Provinsi Papua ", Ujar SiDin Cahyo menjelaskan.
Sependapat dengan Cahyo, peneliti Amnesty International Indonesia (AII)
Aviva Nababan menilai jalan Trans Papua belum punya peruntukan yang jelas. Ia
pun mempertanyakan proses perencanaan yang dilakukan pemerintah. "
Dilihat lagi prosesnya. Apakah pemerintah melakukan fungsi-fungsinya itu
dengan memikirkan hak asasi dari orang-orang yang terkena dampak ?
Apakah betul-betul mengikuti prinsip pelibatan masyarakat local ? Kalau tidak, seharusnya itu diperbaiki. Kita mikirnya jangan dari perspektif
Indonesia bagian Barat. Ada jalan, asyik. Ada jalan, bagus ",
Ujar SiDin Aviva di LBH Jakarta, Jumat (19/7/2019).
Aviva mengingatkan, Indonesia punya komitmen untuk memenuhi Sustainable
Development Goals (SDGs), berarti harus ada pelibatan masyarakat lokal dalam
setiap perencanaan pembangunan. Ia juga meminta pemerintah untuk menghormati
hak asasi warga Papua. Karena menurut penelitian AII, ada dugaan pelanggaran
HAM yang membuat warga Nduga ketakutan atau trauma terhadap aparat
keamanan, " Ketika ada masalah pelanggaran HAM terkait
penegakan hukum di Papua, kasusnya cenderung jarang diusut. Sekalipun ditindaklanjuti,
pertanggungjawabannya tidak memuaskan
", Ujar SiDin Aviva dalam
saran.
Dia berharap, Presiden Joko Widodo memperhatikan masalah ini. Cahyo tak ingin jalan trans Papua mengancam masyarakat bumi Cendrawasih. " Mudah-mudahan bapak presiden juga mendengar, tidak semua jalan trans Papua itu ada manfaatnya untuk orang asli Papua, ada jalan jalan di pegunungan tengah itu yang justru menimbulkan keterancaman bagi orang asli Papua ", Ujar SiDin Cahyo.
Jalan panjang menghubungkan pemukiman Papua,
Trans Papua mengancam keberadaan Masyarakat Papua.
NusaNTaRa.Com Advertisessment
Melayani Pemasangan Iklan
Sila Dail Talian 0812 5856 599
Tidak ada komentar:
Posting Komentar