NusaNTaRa.Com
byIrkaBPiranhA, K a m i s, 0 7 O k t o b e r 2 0 2 1
Bali bisa dibilang kawasan yang diberkahi
dengan berbagai objek wisata dan hiburan
sehingga tak heran bila Bali juga memiliki beberapa desa wisata yang
masih kental dengan adat-istiadat dan nilai-nilai tradisional. Hampir sepanjang tahun, wisatawan dalam dan luar negeri selalu berbondong-bondong ke Bali untuk berlibur, menikmati
pesona Pulau Dewata yang memang selalu membuat orang mudah jatuh hati. Rasanya,
tak cukup hanya sekali mengunjungi Bali karena banyak hal yang bisa dijelajahi,
mulai dari alam, kebudayaan, sejarah, kuliner, hingga hiburan kekinian.
Desa Tenganan merupaka salah satu desa
wisata yang menarik untuk didatangi para wisatawan, lokasinya
berada di timur Pulau Bali, tepatnya di
Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem
dan berjarak sekitar 70 km dari Denpasar dengan waktu
tempuh kurang lebih dua jam perjalanan.
Lokasi Desa Tenganan Pegringsingan berada di sebuah lembah dan diapit
oleh perbukitan seluas 917.200 hektare,
desa ini masuk ke dalam wilayah pemerintahan dinas Desa Tenganan bersama
dengan desa pakraman lain seperti Tenganan Dauh Tukad, Gumang, Bukit Kangin dan Bukit Kauh.
Tradisi yang cukup menarik yang ada di
Desa Tenganan, Kecamatan Karangasem, Bali,
diantaranya Perang pandan disebut dengan makere-kere untuk menghormati dewa Indra atau Dewa Perang. Pelaksanaan
upacara perang pandan menjadi daya tarik bagi wisatawann dalam negeri maupun wisatawan asing. Perang pandan merupakan bagian dari ritual
Sasihh Sembah, yaitu ritual terbesar yang ada di Desa
Tenganan. Masyarakat di Desa Tenganan
menganut agama Hindu Indra pemeluk agama
Hindu Indra tidak membedakan umatnya dalam kasta dan
menempatkan Dewa Indra sebagai Dewa tertinggi
Daerah Tenganan dahulu kala di pimpin oleh seorang raja yang kejam
bernama Maya Denawa yang menganggap dirinya sebagai Dewa. Pengakuan Maya Denata sebagai dewa membuat
murka para Dewa, kemudian Dewa Indra diutus untuk melawan Maya Denata,
meletuslah peperaangan yang dimenangkan oleh Dewa Indra, sehingga
trajodi Peperangan antara Maya Denata
dan Dewa Indra tersebut
hingga kini masih
diperingati masyarakat Desa Tenganan dengan upacara “Perang Pandan”, karena Dewa Indra adalah dewa perang.
Untuk mengunjungi desa ini, bila datang
dari arah Denpasar bisa menuju ke Bali Timur arah Candi Dasa, lokasi desa
ini tak jauh dari jalan utama dan
mudah ditemukan karena tak banyak persimpangan jalan. Salah satu keunikan desa
ini adalah lanskapnya yang berupa terasering atau berundak, sengaja
di buat demikian dengan maksud dapat
lebih mudah menghindari kikisan air hujan.
Sebagian besar masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan menekuni usaha
kerajinan seperti membuat atta, lontar, berbagai jenis cendera mata dan menenun kain gringsing.
Kain gringsing merupakan salah satu kerajinan
istimewa dari desa wisata ini, keunikannya
terletak pada proses pembuatannya yang masih secara tradisional dan tidak
menggunakan mesin dengan menggunakan Teknik
yang terbilang khas yaitu tenun ikat
ganda yang butuh keahlian serta waktu lama dalam pengerjaannya. Untuk
mengerjakan sehelai tenun gringsing dibutuhkan waktu dua sampai lima tahun
tergantung tingkat kesulitannya. Teknik yang dipakai dalam membuat kain ini
juga merupakan satu-satunya di Indonesia,
harganyapun terbilang mahal bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Adegan "PERANG PANDAN" |
Bagi warga Desa Tenganan Pegringsingan,
tenun gringsing bukan sekadar kain biasa, tetapi memiliki arti menjauhkan
seseorang dari penyakit dan sebagai penangkal pengaruh negative, biasanya, kain tersebut digunakan warga desa
untuk berbagai upacara keagamaan dan upacara adat. Desa Tenganan Pegringsingan merupakan salah
satu desa wisata yang memiliki corak Bali kuno atau dikenal dengan sebutan Bali
Aga, ciri khas desa Bali Aga adalah
tidak terpengaruh kebudayaan Kerajaan Majapahit
yang masuk ke Bali.
Masyarakat desa Bali Aga memiliki adat
istiadat Bali kuno, corak kehidupannya
diwujudkan dalam bentuk sistem sosial masyarakat dan tata upacaranya yang tidak
dipengaruhi budaya Bali Majapahit. Untuk membedakan desa yang termasuk Bali Aga
sebenarnya juga bisa dilihat dari sistem pemujaan, di i desa Bali Aga biasanya ada banyak pura
dan tidak hanya menyembah dewa, tetapi juga para leluhur dan alam. Keunikan lain dari wilayah desa ini yaitu
tradisi perang pandan atau mekare-kare, perang ini diadakan setahun sekali dan menjadi
daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali.
Ketika perang pandan berlangsung, pemuda-pemudi desa akan saling menyerang dengan menggunakan daun pandan berduri dan memakai tameng dari anyaman rotan, peperangan ini rutin dilakukan warga untuk melatih fisik dan mental. Mekare-kare juga menjadi puncak dari prosesi upacara adat yang disebut Usaba Sambah, selama peperangan berlangsung, acara akan dimeriahkan oleh iringan musik gamelan seloding.
Kesombongan melahirkan bencana,
Perang Pandan menghentikan kesewenangan
Raja Maya Denawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar