NusaNTaRa.Com
byBahrIHasupiaN, S e n i n, 2 6 J u l i 2 0 2 1
Sebagian anggota PTJ dalam acara "Temu Kangen"
di Washington DC
Diaspora
Jawa merupakan salah satu kelompok etnis asal Indonesia yang tinggal di Amerika
Serikat. Di ibu kota AS Washington, D.C., dan sekitarnya kelompok ini bersatu
dalam wadah bernama Paguyuban Orang Jawa (Paguyuban Tiyang Jawi / PTJ) dengan
tujuan untuk melestarikan tradisi dan budaya Jawa serta ikut memperkenalkan
keragaman budaya Indonesia di Amerika.
Paguyuban
Orang Jawa (Paguyuban Tiyang Jawi/PTJ) didirikan sebagai ajang silaturahmi
warga Jawa dan bertujuan untuk melestarikan tradisi dan budaya Jawa, terutama
bagi generasi muda dan penerus, serta untuk membantu memperkenalkan keragaman
budaya Indonesia di Amerika. Sebagai warga Jawa di Amerika, pengurus dan para
anggota PTJ juga ingin mempertahankan ciri-ciri yang khas, nilai-nilai yang
luhur, dan kebiasaan-kebiasaan yang baik dari etnis Jawa, serta tidak melupakan
asal-usulnya, atau tidak ingin seperti kata peribahasa, “kacang lupa pada
kulitnya.”
Lantip
Sri Sadewo atau yang akrab dipanggil
Dewo adalah salah seorang penggagas,
pendiri dan aktivis PTJ, pria ini berasal dari Banjarnegara, Jawa Tengah dan telah tinggal di Amerika selama 21 tahun. Lulusan IKIP Semarang ini mengelola seksi seni
budaya dalam kepengurusan PTJ, dan ikut berperan sebagai salah seorang pelatih
grup seni reog Ponorogo.
Dewo
mengatakan bahwa sebenarnya PTJ berdiri untuk memfasilitasi keinginan dan
kerinduan banyak warga diaspora Jawa di Washington, D.C. dan sekitarnya. "
Masyarakat Jawa di sini menanyakan apa sebenarnya wadah untuk
berkumpulnya komunitas Jawa karena selama ini, selama puluhan tahun, di
Washington tidak ada wadah yang tepat, yang bisa dijadikan sebagai ajang
komunikasi antar diaspora Jawa. Makanya kami kemudian membentuk satu tim untuk
membentuk kepengurusan PTJ agar kegiatan-kegiatan yang bersifat kejawaan itu
kemudian bisa terorganisir, dan alhamdulillah melalui beberapa kegiatan
termasuk yang bertempat di kediaman ambassador (Duta Besar RI), bisa kami
lakukan ”, Ujar
SiDin Dewo dengan Soppenger (Jumawanya).
Menurut
Dewo, masing-masing anggota dan pengurus memiliki kesibukan dengan urusan
pekerjaan masing-masing. Namun, pengurus bertekad akan mengelola PTJ dengan
baik dan terus berusaha mengadakan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan
untuk mengobati kerinduan tersebut, sekaligus memupuk persaudaraan di antara
para anggotanya serta merawat dan meneruskan warisan budaya Jawa kepada
generasi muda sekarang dan generasi penerus mendatang.
" Aktivitas-aktivitas yang kita lakukan salah
satunya aktivitas kemanusiaan, aktivitas budaya. Itulah hal yang paling kita
pentingkan, yakni ikut melestarikan kebudayaan Jawa sehingga kebudayaan Jawa
ini bisa tetap lestari. Walaupun kita berada jauh dari tanah air, akan tetapi
kecintaan kita terhadap budaya kita masih tetap kita pertahankan ”. Selain
itu, Dewo mengatakan bahwa selama pandemi COVID-19, PTJ ikut merasa prihatin
dan peduli dengan kondisi saudara-saudara di Indonesia.
"
Melalui kegiatan ini, kami, baik PTJ maupun Singo Lodoyo, kita bekerja sama,
bahu-membahu untuk kemudian mencoba melakukan fund raising, mengumpulkan dana
dari teman-teman. Dasar kenapa kita
melakukan itu karena kita ikut prihatin, ikut sedih melihat dan mendengar
situasi di Indonesia. COVID-19 begitu merajalela dan banyak sekali kekurangan
di antara warga kita, saudara-saudara kita di Indonesia sehingga kami berupaya
untuk membantu semampu kami. Kami bukan orang yang mampu dengan jumlah besar,
tetapi kami memiliki usaha, memiliki empati untuk berusaha ikut membantu
melalui dana yang sampai saat ini kita belum bisa menghitung. Jadi, seberapapun
hasil dari kegiatan ini, maupun hasil dari aktivitas panitia nanti sepenuhnya
akan kita serahkan ke Indonesia. Siapa dan di mana penerimanya, itu nanti akan
kami rembuk lagi ”.
Pihak
KBRI, menurut Dewo, memberikan sumbangan secara moril, dorongan dan motivasi,
dan izin penggunaan fasilitas, seperti juga kepada semua perkumpulan diaspora
Indonesia di Washington, D.C. Dia
menambahkan, “ sangat kami harapkan bahwa tidak hanya KBRI
tetapi juga semua pihak, termasuk dari Indonesia bisa mendukung kami untuk
tetap melestarikan budaya Jawa di tanah Paman Sam ini ”, Ujar
SiDin Dewo Laji
Singo
Lodoyo adalah grup reog Ponorogo yang walaupun dibentuk jauh sebelum lahirnya
PTJ, kini menjadi salah satu bentuk perkumpulan seni kebanggaan warga Jawa di
ibu kota Amerika dan sekitarnya. " Reog Singo Lodoyo didirikan bulan Mei tahun
2006 karena sebagai orang Jawa di perantauan, rasa “kangen” dan cinta budaya
Jawa itu tidak bisa dibendung lagi, sehingga akhirnya saat itu kita
mengumpulkan iuran, mengumpulkan dana dan akhirnya kita bisa membeli reog satu
unit lengkap langsung dari Ponorogo. Reog itu dibawa ke Washington melalui
kerjasama dengan Embassy of Indonesia ”, Ujar SiDin Bandi.
Reog Singo Lodoyo menerima penghargaan dr Duta Besar RI di Wasington |
Menurut Bandi Reog Singo Lodoyo turut dalam berbagai kegiatan pentas yang telah dilakukan oleh grup ini, baik partisipasi rutin dalam perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia, maupun berbagai event internasional. “ Setiap (ada perayaan) Indonesian Independence Day kita selalu ikut berperan serta, terus sebelum COVID, kita selalu aktif mengikuti kegiatan di International Festival di Takoma Park setiap bulan September. Kita juga mengikuti Bowie International Festival dan kita sudah pernah main di New York dua kali di diaspora community New York, juga di Chicago dan di Philadelphia malah empat kali ”.
Bandi
merasa bersyukur bahwa reog Ponorogo sebagai salah satu bentuk seni Jawa dihargai
di Amerika, “ Yang
jelas masyarakat Amerika sangat menerima dan sangat antusias dengan budaya reog
yang berada di Amerika dan kami mendapatkan support yang luar biasa. Makanya kami bisa berdiri sampai sekarang ”,
Ujar SiDin Bandi. Kiprah Singo
Lodoyo telah membuahkan berbagai penghargaan, mulai dari Duta Besar RI di
Washington, D.C, hingga berbagai penyelenggara festival, termasuk untuk
kategori “good performance award” pada festival diaspora di Chicago”.
Bandi
mengatakan sejauh ini telah terjadi tiga kali regenerasi pemain Singo
Lodoyo, “ Mulai sekarang ini jathil itu semua dari
orang kita, tapi kelahirannya di Amerika. Jadi, biar sambil memperkenalkan
budaya reog dari orang-orang kita itu, biar mengerti reog itu apa sih.
Alhamdulillah anak-anak yang kelahiran di sini mengerti reog semua sekarang
ini ”.
Franklin
Paul Norris, warga Amerika yang beristrikan seorang wanita Jawa mengatakan kepada VOA,
sangat mendukung berdirinya Paguyuban Tiyang Jawi, “ Sumbangan organisasi-organisasi warisan
budaya seperti PTJ di Washington, D.C., sebenarnya sangat berharga, terutama
bagi orang-orang di Amerika Serikat yang mungkin sama sekali belum pernah
mendengar tentang Indonesia maupun penduduk Jawa ”, Ujar
SiDin Franklin Paul N. Paul, yang
bekerja sebagai penulis dan peneliti lepas, mengatakan fungsi sumbangsih budaya
seperti yang dilakukan oleh PTJ jelas tidak hanya memperkaya ragam dan khazanah
budaya dalam suatu komunitas, tetapi terlebih penting lagi dapat menambah
perspektif orang-orang dalam komunitas bersangkutan.
PTJ, beranggotakan sekitar 300 orang (dari perkiraan sekitar 500 orang Jawa di Metropolitan Washington, D.C.), hanyalah salah satu kelompok sosial kemasyarakatan berbasis etnis yang dibentuk oleh diaspora Indonesia di Amerika. Yudho Sasongko, Kepala Fungsi Penerangan dan Sosial-Budaya Kedutaan Besar RI (KBRI) menyatakan sesuai data yang ada di KBRI, WNI yang mencatatkan diri ke perwakilan RI di seluruh AS 150 ribu orang. Dari jumlah itu, menurutnya, yang bermukim di District of Columbia, Maryland dan Virginia (DMV) tercatat 3.000 orang.
Reog Singo Lodoyo pentas di Festival Bunga
Sakura (Cherry Blosson Festival) Washington DC
Jauh
merantau meninggalkan negeri,
Diaspora
Jawa di Washington prihatin Covid di RI.
Semoga wong Indonesia neng Amerika sehat Kabe aaaammmiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnnnnnn
BalasHapus