NusaNTaRa.Com
byBambanGBiunG,
S
a b t u, 2 7 A
p r i l 2 0 2 4
Masjid Agung Sang Cipto Rasa di Cirebon |
Beliau menuturkan bahwa Masjid Agung Sang Cipta Rasa juga
dibangun secara gotong Royong Kalangan Wali Songo bergantian, sekitar tahun
1480an oleh Sunan Gunung Djati juga, awalnya diberi nama Masjid Pakungwati
karena masjidnya berdekatan dengan Keraton Pakungwati dan Masjid ini dibangun atas
prakarsa Nyi Ratu Pakungwati dengan dibantu oleh Walisongo dan beberapa tenaga
ahli yang dikirim oleh Raden Patah., kemudian Sunan Gunung Djati menikahi putri
dari Keraton Pakungwati yaitu Nyi Mas Pakungwati.
Dari pintu gerbang, aula dan beranda, Anda dapat melihat
pengaruh arsitektur Hindu Jawa Majapahit, bangunane berbentuk seperti 'Joglo',
rumah tradisional Jawa. Hal ini
mencerminkan budaya masyarakat lama yang tinggal di Cirebon, yang merupakan
campuran dari masyarakat Demak, Majapahit dan penduduk asli Cirebon. Bangunan ini juga dikenal dengan nama Masjid
Agung Cirebon atau Masjid Sunan Gunung Jati.
Muhammad Ismail, muazin masjid Agung Cipta Rasa
mengatakan, " Ini adalah masjid peninggalan Wali Songo.
Dibangun pada tahun 1480, dan alhamdulilah, salah satu masjid peninggalan Wali
Songo yang masih terjaga keasliannya adalah masjid ini. Hampir 90 persen dari bangunan
ini masih tetap asli, dan seluruh bangunannya telah ditetapkan sebagai cagar
budaya oleh pemerintah ".
Untuk memasuki bangunan asli, sembilan pintu masuk
dibuat secara unik dengan ukuran yang lebih pendek dari pintu masuk pada
umumnya. Hal ini mengajarkan kita untuk menghormati masjid dan kerendahan hati
yang harus dimiliki seseorang untuk memasukinya. Ismail juga mengatakan bahwa pintu-pintu ini
memiliki makna simbolis, " 9 pintu
itu sendiri merupakan simbol dari 9 orang suci. Selain itu, 9 pintu tersebut
juga merupakan simbol keterbukaan. Karena pada saat itu, banyak warga di sini
yang awalnya beragama Hindu dan Budha. Jadi ketika masjid ini dibangun, mereka
diperbolehkan masuk karena ternyata ini merupakan bagian dari strategi dakwah
para wali ".
Seperti di Masjid Agung Demak, di masjid ini juga
terdapat saka guru (tiang utama) yang dibuat dari tatal, yaitu pecahan-pecahan
kayu berukuran kecil yang disatukan.
Menurut cerita, saka guru yang dibuat oleh Sunan Kalijaga ini
melambangkan kesatuan atau kegotongroyongan.
Konon katanya, pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa hanya dalam
tempo satu malam, yaitu pada dini hari dan keesokan harinya telah dipakai untuk
shalat subuh.
Seperti di Masjid Agung Demak, di masjid ini juga
terdapat saka guru (tiang utama) yang dibuat dari tatal, yaitu pecahan-pecahan
kayu berukuran kecil yang disatukan.
Menurut cerita, saka guru yang dibuat oleh Sunan Kalijaga ini
melambangkan kesatuan atau kegotongroyongan.
Konon katanya, pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa hanya dalam
tempo satu malam, yaitu pada dini hari dan keesokan harinya telah dipakai untuk
shalat subuh.
Saat memasuki area masjid, kita bisa melihat mihrab yang
unik, yang juga menjadi tempat imam memimpin salat. Ada juga mimbar yang
menyerupai kursi besar dengan ukiran teratai khas Majapahit, yang melambangkan
kesucian. Dalam ajaran Islam, salat
adalah dasar dari kepercayaan. Hal ini tercermin dari 12 pilar yang mereka
bangun dengan ketinggian tepat 17 meter, jumlah yang sama dengan jumlah rakaat
shalat dalam sehari. Selain itu, ada 30 fondasi di masjid, jumlah yang sama dengan
jumlah juz dalam Al-Quran.
Lebih dari sekedar bangunan, setiap jengkal masjid ini menyimpan doa dan pesan-pesan makna ajaran Islam yang diajarkan oleh Sembilan Wali yang berdiri kokoh hingga kini. Mungkin di situlah letak keajaiban Masjid Sang Cipta Rasa ini.
Pintu masuk ke Masjid Agung Sang Cipto Rasa |
Masjid
Agung Cipta Rasa Mesjid tertua.
Dibangun
Gotong Royong Kalangan Wali Sanga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar