NusaNTaRa.Com
byJoneDPringgoNDandI, M i n g g u,
1 4 A p r i l 2 0 2 4
EKIDNA Satwa endemik dari Papua |
EKIDNA hewan
penghuni asli hutan Papua dengan bentuk tubuh menyerupai landak, disebut sebagai hewan aneh karena merupakan
jenis mamalia, namun bertelur [monotremata]. Jika telurnya menetas, ia akan
menyusui anaknya sebagai mamalia. Bagi masyarakat di Papua, terutama mereka
yang mendiami lereng-lereng bukit di Cagar Alam Pegunungan Cyclops, satwa ini
disebut dengan nama babi duri.
Ada empat
spesies ekidna yang sudah teridentifikasi sebarannya di Papua, Papua Nugini,
dan Australia; tiga spesies ekidna dengan moncong panjang dari genus Zaglossus
dan satu spesies moncong pendek dari genus Tachyglossus. Mereka mampu bertahan
hidup dari zaman prasejarah hingga zaman evolusi atau 160 tahun lalu. Satu Jenis ekidna endemik Papua adalah Zaglossus
bruijni. Keberadaannya dianggap unik, misterius, dan terancam punah, di Kampung
Ormu Wari, di kaki gunung Cyclops, ekidna dianggap sebagai satwa keramat di
hutan dihormati layaknya raja.
Ekidna sejenis Landak Papua |
Hari Suroto,
penulis buku “Prasejarah Papua” dan juga peneliti senior dari Balai Arkeologi
Papua, menjelaskan bahwa ekidna diperkirakan memiliki nenek moyang pada zaman
Jurassic atau ketika zaman dinosaurus sekitar 160 juta tahun silam. Sebagai
hewan monotremata, ekidna mirip reptilia dalam hal struktur mata dan beberapa
tulang tengkoraknya, mamalia petelur memiliki rongga otak yang
besarnya, kompleks dan memiliki intelegensia yang relatif tinggi.
Ekidna Papua
merupakan monotremata terbesar dengan berat mencapai 16 kilogram, ukuran tubuhnya yang besar, ia sering menjadi
target utama para pemburu sehingga hewan ini jarang ditemui di dataran rendah
dan dikhawatirkan akan menuju kepunahan.
Penelitian oleh Tresia Frida Awak, Sepus Fatem, Aksamina Yohanita dan
dipublikasikan Jurnal Ilmu Kehutanan [2015], menyebutkan perburuan ekidna di
Kampung Waibem dan Kampung Saukorem, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat malam hari
pukul 22.00-24.00 dan di waktu subuh pukul 03.00-08.00 WIT.
Perburan bertujuan untuk dikonsumsi yang mengakibatkan berkurangnya populasi ekidna, “ Satwa ini diprediksikan akan mengalami kepunahan secara alamiah karena faktor alam dan faktor nonalami, seperti perburuan, degradasi habitat dan lainnya ”, Okid para peneliti. Hari Suroto menambahkan, ekidna dikenal sebagai hewan yang beraktivitas malam hari atau nokturnal, hal ini untuk menghindari pemangsa. Saat ini, ekidna lebih banyak dijumpai di daerah dataran tinggi yang jarang dijelajahi manusia.
Sejak kapan
mamalia memiliki kebiasaan keluar malam hari ?,
“ Hal ini berawal sejak zaman
dinosaurus ” kata Hari. Pada waktu itu
nenek moyang mamalia berukuran sangat kecil, nyaris seukuran tikus, dan
sebagian besar adalah hewan malam. Kebiasaan untuk hanya keluar malam hari
sebenarnya dimaksudkan untuk menghindar dari kemungkinan dikenali dan dimangsa
oleh hewan-hewan karnivora besar sebangsa reptil yang menjadi penguasa daratan
pada masa itu. Mamalia menjadi penguasa daratan sekitar 65 juta tahun lalu
setelah punahnya dinosaurus.
Penyebab
kepunahan dinosaurus adalah peristiwa jatuhnya meteorit besar di Bumi. Meskipun
peristiwa tabrakan ini menghancurkan banyak kehidupan, namun setelah peristiwa
itu banyak spesies mamalia yang mengalami proses evolusi besar-besaran sehingga
disebut juga sebagai zaman mamalia. Jenis
mamalia pertama yang berevolusi dari bentuk asli nenek moyangnya dikenal
sebagai monotreme atau monotremata, atau jenis mamalia yang mengerami telurnya.
Setelah
punahnya dinosaurus, untuk jangka waktu yang lama sebelum adanya manusia di
Bumi, mamalia tidak memiliki musuh yang harus ditakuti. Sehingga kebiasaan
aktif malam hari nyaris tidak ada. Namun, hal itu berubah ketika kehadiran
manusia moderen, –manusia yang ciri fisik dan kepintarannya sama dengan kita
-sekitar 200.000 tahun lalu di Afrika. “ Sedangkan nenek moyang orang Papua tiba di
Teluk Huon, Papua Nugini, sekitar 50.000 tahun lalu. Mereka kemudian menjadi
pemangsa utama mamalia ”, Ujar SiDin Hari
dengan Soppengernya (Jumawanya).
Untuk
melindungi dirinya dari kejaran manusia, sebagian besar mamalia berubah menjadi
hewan malam. Mamalia yang aktif pada malam hari di Papua yaitu quoll, tikus
tanah berkantung, kuskus, walabi, ekidna, dan kanguru pohon.
Ekidna moyangnya sezaman Dynosaurus |
Ekidna sejenis
Landak satwa Endemis dari Papua.
Diperkirakan sezaman Dynosaurus keberadaan moyangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar