NusaNTaRa.Com
byMuhammaDNunukaN, M i n
g g u, 1
7
M a r e t 2 0 2 4
Masjir Raya Sultan Riau Pulau Penyengat di Provinsi Kepulauan Riau. |
Kemudian, pulau itu
dijadikan mahar atau mas kawin saat Sultan Mahmud Riayat Syah menikahi anak
dari Raja Haji Fisabilillah, Raja Hamidah Engku Putri, "
Jadi banyak mengatakan, bahwa Pulau Penyengat Pulau Mas Kawin, dari
Sultan Mahmud Riayat Syah ke Raja Hamidah Engku Putri ",
Ujar SiDin Alhafiz, Senin (04/03/2024). Masjid yang dibangun menggunakan bahan kayu di pinggir pantai Pulau
Penyengat pada tahun 1803 mulanya kecil.
Namun, dengan berkembangnya
peradaban, masjid tersebut kemudian dijadikan tempat pusat pemerintahan
kerajaan.
Seiring dengan pesat
berkembangnya masa itu, masjid tersebut tidak bisa menampung jumlah masyarakat
yang ada sehingga Sultan memerintahkan untuk membangun masjid yang lebih baik,
lebih bagus dan lebih besar, " Maka dijadikan lah masjid di tempat ini,
masjid ini didirikan pada tahun 1832 cuman itu tidak ada di jelaskan berapa
lama pekerjaannya ", Cakap Besar
Ketua Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat, Raja Alhafiz. Dalam perkembangannya masjid tak lagi berdinding kayu, Alhafiz menerangkan
dilakukan secara bergotong-royong siang malam oleh warga baik laki-laki maupun
perempuan yaitu ketika siang dikerjakan kaum perempuan dan malam hari
dikerjakan laki-laki.
Masjid ini dibangun
tidak menggunakan besi beton dan susunan batu bata tak disemen. Alhafiz mengatakan pada zaman tersebut tak
ada semen, sehingga masjid itu dibangun menggunakan susunan bata yang
pelekatnya adalah pasir, tanah liat, kapur
dan putih telur. Diapun menambahkan, kala itu warga-warga di pulau sekitar diminta
kerajaan untuk mengirim bantuan makanan buat para pekerja. Khusus telur itu, kuningnya menjadi santapan
para pekerja, sementara putihnya dikumpulkan menjadi pelekat campuan membangun
masjid, " Jadi, arsitek yang membangun masjid ini
adalah orang India asal Singapura mengatakan bahwa, putih telur itu merupakan
perekat sangat bagus, untuk bangunan ", Cakap SiDin
Alhafiz dengan Soppengernya
(Jumawanya).
Alquran berukuran besar yang masih terjaga keasliannya sejak ditulis tangan pada 1867 silam masih tersimpan di Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat |
Masjid tertua di
Kepulauan Riau itu arsitekturnya dibangun dengan filosofi Islam. Contohnya, kata dia, 13 anak tangga untuk
naik ke atas masjid yang melambangkan 13 rukun salat, lalu 5 buah pintu yang
melambangkan rukun Islam dan 6 buah
jendela yang juga melambangkan rukun iman.
Tidak hanya itu kubah masjid sebanyak 13 buah dan 4 menara yang totalnya
17 itu menandai jumlah rakaat salat fardu dalam sehari, ciri kekinian
lain dari rumah ibadah itu adalah terdapatnya rumah sotoh dan balai
tempat musyawarah di bagian kanan dan kiri halaman masjid. Balai-balai yang bentuknya menyerupai rumah
panggung tak berdinding ini dulu digunakan
sebagai tempat untuk menunggu waktu salat dan berbuka puasa pada bulan
Ramadhan dan rumah
sotoh adalah sebuah bangunan dengan arsitektur Arab yang menjadi tempat
mempelajari ilmu agama.
Salah satu
pengunjung, Rusdi, mengaku takjub dengan masjid tersebut karena masih terpeliharanya peninggalan sejarah dan
bangunannya. Menurut nya Masjid Raya
Sultan Riau Pulau Penyengat ada kesamaan dengan Masjid Raja Ahmed di Istanbul Turki,
karena menaranya masjid berbentuk kerucut yang lebih tinggi. Demikian dengan ornamennya pun mirip dengan masjid yang ada
di Turki seperti lampu hias yang ada di dalam Masjid seperti
Masjid Hagia Shopia, “ Ada keunikan tersendiri ya, menurut saya
Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat, seperti Masjid Hagia Shopia di Turki
kalau dilihat ornamen nya ", Cakap SiDin Rusdi dengan Plabomoranya (Hebatnya).
Alhafiz mengatakan
semua peninggalan sejarah yang ada di dalam masjid tersebut semuanya masih
terjaga dan terawat dengan baik. Salah
satunya mimbar yang terbuat dari kayu jati dan dipulas dengan cat berwarna
keemasan, di bawah mimbar tersimpan
sepiring pasir yang konon ceritanya berasal dari tanah Mekkah Al-Mukarramah yang dibawa
Raja Ahmad Engku Haji Tua, bangsawan pertama dari kerajaan yang menunaikan
ibadah haji di 1820 masehi. Pasir
tersebut biasa digunakan masyarakat setempat pada upacara jejak tanah, suatu
tradisi menginjak tanah untuk pertama kali bagi anak-anak, "
Untuk bangunan masjid dan benda - benda di dalam masjid, alhamdulillah
masih terjaga keasliannya tidak ada yang dirubah ",
Cakap SiDin Alhafiz menjelaskan.
Perkuburan Raja disekitar Mesjid Raya Sultan Riau |
Di dalam masjid itu ada sebuah Al Quran kuno berukuran besar yang ditulis tangan oleh Abdurrahman Stambul pada tahun 1867 dan disimpan dalam etalase. Dia adalah pemuda asal Pulau Penyengat yang disekolahkan kerajaan untuk belajar agama Islam di Istanbul, Turki kala itu. Ada juga benda unik lainnya yang masih terjaga yaitu lampu kristal yang merupakan hadiah dari Kerajaan Prusia (Jerman) pada tahun 1860-an. Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat ini sudah ditetapkan pemerintah sebagai benda cagar budaya bersama 16 situs sejarah lainnya di sana.
Jelang bulan Ramadan,
pengurus Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat juga akan menggelar tradisi
tahlil jamak kenduri arwah untuk seluruh masyarakat Pulau Penyengat mendoakan
mereka yang sudah tiada. Pada Ramadan tahun ini, tradisi itu digelar pada Jumat
(08/03/2024) lalu. Selain itu, apabila
sudah masuk bulan puasa juga akan di gelar tradisi buka puasa bersama di
halaman masjid, " Ada tradisi Jelang Ramadan, tahlil jamak
kenduri arwah untuk seluruh masyarakat Pulau Penyengat. Kita ajak masyarakat
datang ke masjid sama - sama mendoakan para arwah yang sudah meninggal
dunia ", Ujar SiDin
Alhafiz dengan Ahmadernya (Manisnya).
Ramadhan tahun ini terlihat banyak pengunjung yang menyambangi masjid Raya Sultan Riau ini, tidak hanya pengunjung lokal, pengunjung dari luar negeri juga datang kesini seperti Malaysia dan Singapura. Para pengunjung yang datang ke Pulau Penyengat tidak hanya jalan-jalan untuk menikmati wisata religi. Namun, mereka juga melakukan ziarah makam para raja seperti Raja Haji Fisabilillah, Raja Ali Haji, Raja Hamidah, Raja Ahmad, Raja Abdullah, dan Raja Aisyah.
Anda harus menggunakan perahu kayu atau dikenal warga setempat boat pancung untuk dapat menengok Masjid bersejarah dan unik ini di Pulau Penyengat, yang terpisah dengan lautan dari kota TanjungPinang Kep. Riau dengan waktu sekitar 15 menit.. Tarif per orang untuk menyeberang ke sana apabila pengunjung dikenai biaya Rp. 9.000,-. Sedangkan untuk warga Pulau Penyengat dikenai biaya Rp. 7.000,- dan untuk anak sekolah dikenai biaya Rp. 5.000,-. Apabila sistem carter sekali jalan Rp. 130.000,- kalau pulang pergi Rp. 250.000,- dengan kapasitas perahu 15 orang, " Boat pancung yang bawa penumpang ke Pulau Penyengat stand by dan berganti - ganti karena ada belasan perahu dengan sistem gilir untuk mengantar penumpang ", Ujar SiDin Fendi penambang boat.
Menara mesjid yang Lancip menyerupai Menara masjid Turki di Istambul yang megah |
Masjid Raya Sultan Riau
telah berdiri lebih dua abad lalu.
Mesjid dibangun gotong
royong menggunakan Putih telu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar