NusaNTaRa.Com
byIrkaBPiranhA, R a
b u, 0 6 M a r e t
2 0 2 4
Para Turis bersnokling bersama Jukung menyaksikan Lumba-lumba dan karang |
Kehadiran lumba-lumba hampir di sepanjang tahun telah
menjadikan perairan Lovina penuh daya tare. Bisa dipastikan, pengunjung pasti
akan bersua dengan lumba-lumba yang
beraktivitas mencari makan terutama pagi hari, mulai matahari terbit sampai
siang, sering kali tak jauh dari sokitar pantai antara 15-20 menit saat memacu
perahu dari pantai. Saat puluhan perahu
sudah berkumpul di titik lumba-lumba, pengemudi perahu segera memberi isyarat
turis yang ikut swim with dolphin itu
untuk bersiap turun ke gantungan tali dengan pegangan kayu di cadik bagian
depan di sisi kiri dan kanan.
Kedua turis itu turun bersamaan di kedua sisi Cadik perahu bagian depan, mesin menderu mengikuti alur lumba-lumba yang berenang lincah dihadapan. Sang kapten terdengar memberi isyarat kemunculan lumba-lumba sehingga kedua turis harus bersiap dengan kameranya mengarah ke bawah laut untuk merekam gerakan lumba-lumba di bawah mereka. “Look, in front, in front”, seru kapten jukung yang saya tumpangi bersama turis Prancis itu menunjuk ke depan, agar mereka bersiap snorkeling lagi dengan kameranya. Rombongan lumba-lumba nampak di permukaan, kemudian menyelam dangkal lagi. Punggungnya berkilatan, tersapu cahaya mentari yang sudah merangkak naik dari kaki langit.
Perjalanan naik jukung ini tanpa ngebut mengikuti lumba-lumba
sudah menenangkan mata dimana para turis
bersiap pukul 05.30 sebelum matahari muncul. Jelang sampai titik habitat
mamalia lucu itu, berkas cahaya matahari biasanya sudah memendar jingga, sampai
bulat sempurna. Keseruan menengo
lumba-lumba dari Jukung dan menikmati matahari
kini jadi kurang, seperti media
sosial mendorong turis untuk membuat konten lebih heboh dari yang sudah
ada, seperti video-video di media social
menjadi obrolan atraksi Dolphin watching
yang menarik seperti gambar menunjukkan laju lumba-lumba dan si turis di
atasnya, inilah kebanggaan mereka.
Dolphin watching saja harganya kini sekitar Rp75-100
ribu untuk domestik (tergantung jumlah penumpang di jukung), maka jika ingin
ditambah atraksi swim with dolphin, harus menambahkan sekitar Rp50 ribu per
orang. Antusiasme atraksi swim with
dolphin ini nampaknya besar, bahkan ada turis yang membawa kamera profesional
underwater layaknya pembuat film documenter,
Tarmidi banget seriusnya.
Perahu terus melaju mengikuti dolphin swim , harus kuat memegang kayu atau tali tambang di penyambung cadik dan biasane kemampuan berpegangan paling lama 15 menit, kemudian diminta naik ke perahu untuk istirahat, tapi bisa beberapa kali turun naik sampai mendapatkan gambar yang diidamkan. Tak jarang ada yang melepaskan pegangan dan tertinggal, terapung di belakang. Tapi kemudian dicari oleh kapten jukung. Atraksi yang cukup berisiko terkena benturan perahu atau hempasan arus.
Zul salah siji kapten jukung mengakui belum ada panduan
standar, hanya mengandalkan pengetahuan umum, jangan memotong alur berenang si
lumba-lumba. Ia mengakui mensyaratkan jukung sangat dekat dengan
lumba-lumba karena turis hendak memotret atau memvideokan dirinya seolah berenang
dengan mereka di bawah laut. “Banyak yang tidak tahu caranya. Bayangkan ada
400-500 perahu, ada yang cuma lihat uangnya, tidak punya skill melaut, itu yang bikin runyam ”,
Keluh SiDin Zul dengan Soppengernya (Jumawanya).
Para turis melihat berbagai jenis lumba-lumba di perairan Lovina, Buleleng, Bali |
Putu Liza Mustika, peneliti mamalia dan pernah
melakukan serangkaian penelitian di Lovina memberi catatan berdasar referensi
sejumlah jurnal terkait wisata jenis ini. Ia merangkum dampaknya seperti kesatuan
kelompok lumba-lumba bisa terganggu dan menyebabkan mereka bisa berpindah
tempat, “ Jika
waktu untuk istirahat dan makan berkurang, maka hewan akan kurang fit dan mudah
terkena penyakit ”, Ujar
SiGaluh Putu Liza Mustika menerangkam.
Dikutip dari Marine Mammal Science, 29(4): E484–E497 (October 2013) oleh the Society for Marine Mammalogy, selama dua dekade terakhir, mengamati satwa liar telah berkembang dari pengalaman langka menjadi aktivitas pariwisata arus utama. Spesies yang menjadi sasaran berkisar dari serangga, burung, reptil, dan ikan hingga berbagai macam mamalia darat dan laut, termasuk cetacean. Pariwisata Cetacea (seperti paus, hiu dan pesut. lumba-lumba masuk Ordo Cetacea), khususnya, telah berkembang menjadi industri global selama puluhan tahun. Diperkirakan menghasilkan pengeluaran tahunan biaya sekitar US$2,1 miliar, dengan 3.300 operator menawarkan pengalaman terkait Cetacean (O’Connor dkk. 2009).
Peningkatan ini jumlah wisata cetacea telah menimbulkan
kekhawatiran tentang kemungkinan dampaknya terhadap target hewan dan populasi
(Spradlin et al. 2001), seperti dampak
gangguan yang dilakukan oleh kapal pengamat paus dan lumba-lumba adalah
perubahan lingkungan hewan sasaran, termasuk penurunan proporsi waktu
menghabiskan waktu untuk makan, istirahat, dan bersosialisasi (Lusseau 2003a
dan Steckenreuter dkk. 2012).
Selain itu, hewan juga bisa mengubah kekompakan
kelompok atau mengubah jangkauan mereka untuk menghindari area di mana perahu
beroperasi. Lumba-lumba hidung botol di Sarasota, Florida, serta di Shark Bay,
Australia Barat, menunjukkan penyebaran kelompok yang lebih ketat di sekitar
kapal (Nowacek dkk. 2001, Bejder dkk. 2006b). Bejder dkk. (2006a) juga
mengemukakan bahwa lumba-lumba hidung botol di Shark Bay mungkin telah mengubah
wilayah jelajahnya sebagai respons terhadap paparan jangka panjang kapal wisata
komersial. Kecepatan kapal, manuver, dan sudut pendekatan dengan tingkat tinggi
umumnya mengakibatkan peningkatan gangguan pada hewan.
Perilaku seperti makan, istirahat dan bersosialisasi sangat penting untuk keberhasilan reproduksi suatu populasi (Bronson 1985), dan gangguan terhadap perilaku ini mungkin dapat menyebabkan tingkat reproduksi yang lebih rendah dan penurunan populasi dalam jangka menengah dan panjang. Menyusui anak lumba-lumba, misalnya, sering dilakukan terjadi ketika hewan sedang beristirahat. Lumba-lumba hidung botol tetap berdekatan satu sama lain ketika ada kapal untuk meningkatkan deteksi dan kewaspadaan predator. Hal ini bisa menjadi tanda bahwa mereka sedang stres atau merasakan bahaya (Johnson dan Norris 1986).
Made Arnika, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Buleleng pada sebuah diskusi sebelumnya memaparan ikhwal
berkembangnya kawasan wisata perairan di Buleleng termasuk dolphin watching di
Lovina. Perda RTRW Bali No.16/2009
mengamanatkan bahwa beberapa perairan Buleleng termasuk dalam rencana
peruntukan kawasan konservasi (Pasal 45-Kawasan Konservasi
Perairan-Tembok-Tejakula, Pejarakan-Pemuteran dan Pasal 48 Kawasan Lindung
Lainnya-Kawasan Terumbu Karang Bondalem-Pacung, Patas-Celukanbawang, Kalisada Umeanyar,
Kaliasem-Tukadmungga).
Kemudian Agustus 2011, Bupati Buleleng menandatangani
SK Nomor 523/630/HK/2011 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan
Kabupaten Buleleng dengan luas lebih dari 14 ribu Ha. Luas wilayah perairan
yang dicadangkan: Taman Wisata Perairan Buleleng Timur seluas 6.661,68 Ha (di
seluruh perairan pantai Kecamatan Tejakula sampai batas sejauh 1,5 mil dari
pantai), Taman Wisata Perairan Buleleng Tengah seluas 6.727,91 Ha (di sebagian
perairan Kecamatan Buleleng, Banjar, Seririt tepatnya dari Desa
Anturan-Sulanyah), Taman Wisata Perairan Buleleng Barat (di Desa Pemuteran)
seluas 651,24 Ha.
KKP Buleleng Timur di perairan se-Kecamatan Tejakula ini awalnya merupakan Daerah Perlindungan Berbasis Masyarakat (Pacung, Julah, Bondalem, Tejakula, Penuktukan dan Sambirenteng). Terkenal dengan nelayan pencari ikan hias dan aktivitas transplantasi karang. Sementara itu bentuk pengelolaan wisata lumba-lumba di Lovina masih berbasis kelompok jukung. Dengan pendampingan sejumlah peneliti, para kapten kapal minta melakukan empat hal: 1) matikan mesin (atau jika tidak praktis, angkat baling baling), 2) jaga jarak dari lumba-lumba, dan 3) jangan potong jalan lumba-lumba, dan 4) jangan memberi makan.
Para Turis diantar Jukung mengikuti Gerombolan Lumba-lumba |
Wisata
Berenang bersama-sama Lumba-lumba, asik.
Di
perairan Lovina Bali keberadaan Lumba-lumba terusik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar