NusaNTaRa.Com
byBambanGBiunG, S
a b t
u, 1
0 F e
b r u
a r i 2
0 2 4
Mami Vera Transpuan pertama yang Caleg di NTT |
Mami Vera terdaftar atas nama Melkiades Mas Mangdare. laki-laki 47 tahun diusung Partai Amanat Nasional (PAN) dengan Nomor Urut Lima merupakan satu-satunya calon legislatif (caleg) transpuan di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, dalam Pemilu 2024, untuk pemilihan DPRD Kabupaten Sikka. Dalam kampanyenya dia tetap menjadi Vera Cruz, meski tanpa rambut dengan potongan bob yang tak sampai sebahu, “ Tapi biar rambut pendek kan tetap berlipstik, tidak menjadi masalah ”, Ujar SiDin Vera Cruz kepada BBC NusaNTaRa.Com di ruang tamu rumahnya.
Mami Vera seperti menjadikan lipstik merah sebagai identitasnya, membuatnya berbeda dengan caleg-caleg lainnya. Pukul 09.00 pagi, Mami Vera sudah siap dengan kemeja biru dan celana putihnya, setelan pakaian yang dia anggap merepresentasikan partai pengusungnya. Setelah memakai sandal bermodel selop berwarna cokelat keabu-abuan dan mengunci pintu rumahnya, Mami Vera berangkat kampanye, “ Mami sempat ragu di awal, mempertanyakan mengapa saya ? Ketakutan saya bahwa, ih saya diterima tidak ? Saya ikuti saja alurnya mau dibawa ke mana ”, Cakap Besar Mami Vera dengan Ahmadernya (Manisnya).
Segala kemudahan yang dia dapatkan ketika proses
pendaftaran membuat dia yakin kalau “ini
adalah jalan Tuhan”. Melkiades Mas
Mangdare akan bertarung dengan caleg-caleg lainnya di daerah pemilihan (dapil)
dua, yang mencakup enam kecamatan, yaitu Kecamatan Lela, Nele, Kewapante,
Koting, Hewokloang, dan Kangae.
Mami Vera berjalan menghampiri beberapa pedagang sambil
membagikan kartunya. Kartu itu, kata dia, memudahkan orang-orang
yang tidak bisa membaca, para lansia dan
difabel untuk memilihnya, " Tinggal menunjukkan kartu ini saja ke petugas,
nanti dia bantu coblos ", Ujarnya menjelaskan. Mami Vera bercakap-cakap sedikit dengan para
pedagang, menyampaikan maksud berkampanye,
“ Partai apa ? Nomor
urut berapa ? ”, Ujar salah satu pedagang dalam bahasa
daerah, “ Kok tidak ada baliho ? ”,
Tanya lainnya dan “ Baliho ada, sudah dipasang kemarin di depan
rumah, di Geliting ”, jawab Mami Vera.
Mami Vera bilang banyak orang belum mengetahui kalau
dirinya ikut dalam kontestasi Pemilu 2024 sebagai caleg di DPRD Kabupaten
Sikka, termasuk saudara-saudaranya. Tak heran banyak di antara mereka yang
masih kaget. Vera Cruz sengaja memulai
kampanye dari lingkungan keluarga dan saudara-saudaranya sendiri, menurut dia, mereka bisa membantunya
berkampanye. “ Saya kasih kartunya banyak ke mereka karena
nanti mereka bilang akan membagikan lagi ke yang lain ”,
Ujar Mami Vera menjelaskan.
Selama perjalanan kampanyenya, pencalonan Mami Vera
sebagai wakil rakyat tampaknya diterima baik oleh warga-warga di dapilnya, tak
satu orang pun yang mempermasalahkan identitasnya sebagai
transpuan. Tidak ada kata-kata
merendahkan yang terlontar dari mulut satu orang pun ketika Mami Vera dengan
gincu merah menghiasi bibirnya melenggang di bawah terik matahari dengan setelan
biru-putih untuk berkampanye, “ Yang kami kenal waria sekarang itu hanya buka
salon, tapi untuk yang sampai yang mau duduk di legislatif, baru pertama kali
ini ”,
Cakap SiDin Emanuel Isak, warga Desa Watuliwung.
Mami Vera Caleg DPRD Kabupaten Sikka |
Menurut Emanuel, pencalonan Mami Vera bisa mengangkat
citra komunitas transpuan menjadi lebih bagus, “Jadi orang tidak beranggapan
kalau waria ini seperti yang mereka nilai”. Andry, 30 tahun, warga Desa Watuliwung
lainnya mengatakan komunitas transpuan yang hidup berdampingan dengan mereka
memiliki “tata krama” dan selalu “bertegur sapa” dengan masyarakat sehingga
pencalonan Mami Vera bisa diterima dengan mudah. Senada, Umiyanti, warga Desa Watumilok yang
baru lulus dari bangku kuliah, juga tidak menolak pencalonan transpuan sebagai
wakil rakyat, “ semua orang berhak menentukan jalan
hidupnya ”, Ujarnya menyetujui.
Mami Vera bilang banyak orang belum mengetahui kalau dirinya ikut dalam kontestasi Pemilu 2024 sebagai caleg di DPRD Kabupaten Sikka, termasuk saudara-saudaranya. Tak heran banyak di antara mereka yang masih kaget. Vera Cruz sengaja memulai kampanye dari lingkungan keluarga dan saudara-saudaranya sendiri, menurut dia, mereka bisa membantunya berkampanye. “ Saya kasih kartunya banyak ke mereka karena nanti mereka bilang akan membagikan lagi ke yang lain ”, Ujar Mami Vera menjelaskan.
Di Kabupaten Sikka, keberadaan komunitas transpuan
mulai terlihat pada tahun 80-an dan baru mulai diterima di masyarakat setelah
reformasi, kata dosen Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero,
Khanis Suvianita, yang meneliti komunitas transpuan di Kabupaten Sikka. “
Setelah reformasi, suasana kota berubah. Penerimaan masyarakat, juga kelompok dari
tokoh-tokoh agama menjadi terbuka. Lalu
gerakan hak asasi manusia di sana juga terlihat, gerakan yang didukung juga
oleh para tokoh agama ”, Cakap SiGaluH Khanis Suvianita.
Pada tahun 1980-an komunitas transpuan di Maumere
sampai “takut keluar rumah”. Dalam wawancara bersama komunitas transpuan,
Khanis Suvianita mendapatkan pengakuan
bahwa ada masanya para transpuan diteriaki, dihina, bahkan disiram air,
dilempar pasir, hingga dilempar batu,
“ Tidak mudah pada waktu itu ”,
Ujar SiGaluh Khanis
Suvianita. Para transpuan menjadi
sangat berhati-hati dalam bertindak karena mereka tidak mau penghinaan terhadap
mereka juga memberikan dampak bagi keluarga.
Mami Vera menceritakan bagaimana dia menghadapi warga
yang “mendiskriminasi” mereka. Dulu,
komunitas transpuan kerap pendapat
“hinaan” dan "ejekan", Mami Vera menghadapinya dengan memberikan
pengertian, alih-alih memancing keributan,
“ Saya menjelaskan ke dia bahwa
saya juga bagian dari kehidupanmu, bagian dari keluargamu, kita juga sama-sama
orang Maumere, kita mau ke mana-mana, masih keluarga semua. Jadi, terimalah
saya ”,
Ujar SiDin Mami Vera dengan Plabomoranya (Hebatnya).
Ternyata keterampilan yang telah dikuasai para
transpuan itu bisa memenuhi kebutuhan masyarakat di Sikka, bahkan disebut
"tak tergantikan" dan suara kelompok LGBT UNTUK Pemilu 2024 “ Kami tidak akan lagi mau termakan janji
palsu politisi “ . Akhirnya kehadiran
dan peran mereka bisa diterima di tengah kehidupan sosial masyarakat. Menurut Khanis Suvianita, kemauan mereka
untuk terlibat aktif dalam lingkungan juga menjadi salah satu pendorong mereka
bisa diterima di masyarakat.
Kegiatan-kegiatan nyata mereka di tingkat RT. Saat ada
tetangga yang menggelar pesta, mereka hadir membantu. Begitu juga ketika ada
kedukaan. Mereka juga aktif dalam kegiatan-kegiatan di gereja. “
Ketika ada persoalan di dalam masyarakat mereka datang. Itu yang membuat
masyarakat setempat itu juga melihat kontribusi mereka ”
dan “ Masyarakat di sana [Sikka] itu kan tidak
sekadar melihat identitas gender seseorang. Ketika orang memiliki keterampilan,
maka keterampilan itu sangat dihargai. Jadi apakah mereka itu perempuan,
laki-laki, atau waria, itu mereka pasti punya tempat ”,
Ujar SiDin Khanis Suvianita.
“ Dulu kecilnya mereka, ada penolakan dari keluarganya. Jadi itu Mami hadir dan minta, ini anak saya. Sekarang mereka sudah punya usaha sendiri, jadi kembali ke rumah masing-masing dan orang tua dan keluarga besar sudah menerima mereka ”, ungkapnya. Mami Vera menjabat sebagai Ketua Perwakas sejak 2017 sampai sekarang. Seharusnya masa jabatannya hanya berlaku lima tahun, tetapi saat pandemi komunitas transpuan itu tidak menggelar pemilihan ketua baru sehingga Mami Vera harus melanjutkan masa baktinya. Dia bersyukur, di umur Perwakas yang sudah 25 tahun, mimpi dia dan teman-temannya untuk membuat komunitas transpuan diterima di tengah masyarakat sudah terwujud.
Mami Vera juga sering diminta sebagai pemandu acara atau master of ceremony (MC) di beberapa acara gereja atau pesta. Tidak jarang juga dia diminta menyanyi dia juga diminta untuk memasak, seperti di acara kedukaan tetangganya beberapa hari sebelum kami menemuinya. Mami Vera yang selalu menyebut dirinya “sederhana” tidak memiliki modal banyak untuk menjadi caleg. Pengadaan baliho saja, dibantu oleh partai dan kartu-kartu pamungkasnya itu juga difasilitasi partai, “ Saya kalau mau menggadaikan sertifikat tanah buat dapat Rp500 juta untuk kampanye sebenarnya bisa, tapi saya tidak mau. Nanti saya malah fokus memikirkan bagaimana uang itu kembali, daripada memikirkan rakyat ”, ujarnya.
Mami Vera berjalan di Pasar membagi Kartu Nama dan Poster
Mami
Vera Transpuan pertama Caleg di NTT .
Kenyataan
sikap bermanfaat diterima masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar