NusaNTaRa.Com
byFarhaMTukirmaN, R a b u, 2 0 M a r e t 2 0 2 4
Lembah Ranukumbolu di pendakian Gunung Semeru tahun 2015 |
Sebelum
kegiatan pendakian booming di Indonesia tahun 1980an kebawah awal-awal trend pendakian mulai
dikenal dan kegiatan ini hanya dilakukan kalangan remaja pencinta alam atau segelintir kalangan mahasiswa, gunung-gunung bisa dibilang sepi, perijinan
ngga ribet, jalur pendakian ngga banyak
skarang, basecamp pun paling cuma ada satu, daerah pendakian belum begitu terartur, pendakinya pun dikalangan nasional masih
kebanyakan Mapala, KPA atau komunitas mantan mapala dan KPA yang
sudah tak aktif di organisasinya.
Kegiatan
mendaki gunung kala itu masih dinilai orang umum sebagai kegiatan "ngga guna" buang-buang waktu seakan cari maut dan tak punya kegunaan, saat
itu saya sering memimpikan kegiatan naik gunung bisa ramai, populer, dan bisa
menjadi sebuah penghidupan bagi banyak orang, tidak lagi menjadi sebuah
kegiatan yang sering dipandang sebelah mata.
Karena itu jugalah saya pada
tahun 2008 mengenalkan konsep The Seven Summits Of Indonesia, yang mana salah
satu tujuannya adalah memberikan trigger untuk kegiatan pendakian gunung di
Indonesia.
Lalu
pada tahun 2012 film kontroversial berjudul "5 cm" di
rilis, sebuah film tentang persahabatan
dan pendakian ke gunung Semeru. Saya
menonton film itu, yang saya kagumi dari
film itu adalah kemampuan cameraman dan sutradaranya menyajikan "the majestic view of Mahameru". Film
itu membuat mata orang-orang diluar pendaki gunung terbuka betapa indahnya
pegunungan itu, setelah film itu beredar kegiatan mendaki sontak menjadi ramai,
ditunjang juga dengan perkembangan sosial media. Saya sangat mensyukuri akan hal itu, namun
ada satu hal yang menjadi ganjalan dari boomingnya kegiatan mendaki gunung,
yaitu impak nya pada gunung tersenut.
Pendaki G Semeru di Lembah Ranukumbolo tahun 2005 |
Banyak
gunung-gunung menjadi kotor, banyak juga pendaki yang tidak siap dan celaka. 5
cm sukses memperlihatkan indahnya pegunungan tapi gagal dari sisi edukasi bahwa
mendaki gunung itu perlu persiapan, mendaki gunung itu perlu etika terhadap
gunung dan sesama manusia disana. Di
film itu digambarkan mereka mau mendaki semeru cukup dengan janjian ketemu di
stasiun, perlengkapan yang mereka pakai sekenanya, belum lagi cerita kehabisan
air di kalimati minta sama pendaki lain. Hal inilah yang kurang pada film 5cm, yaitu
edukasi yang benar tentang mendaki gunung.
Berbeda dengan film “ Vertical Limit “, film itu menggunakan
konsultan pendaki gunung yang bahkan konsultannya juga ikut serta dalam film
itu, konsultannya bernama Ed Vistur, dia adalah seorang pendaki legendaris asal
US.
Entah “
5cm “ juga menggunakan konsultan pendaki
gunung atau tidak, kalau menggunakan, mungkin sepertinya sutradaranya tidak
terlalu mendengarkan pendapat konsultannya. Sehingga faktor-faktor bagaimana persiapan dan perlengkapan mendaki gunung itu terkesan
diabaikan dan hal inilah yang dilihat orang umum, dibayangan mereka naik gunung gampang tidak
ada persiapan khusus dan inilah yang menjadi benang merah kenapa
gunung-gunung di Indonesia saat ini semakin rusak dan kenapa korban mendaki gunung selalu saja ada.
Sehingga
dalam dunia pendakian Gunung bukan sekedar bagaimana kita dapat
mengeksplore lintasan yang akan
kita daki, serta berbagai sudut lokasi
pendakian yang Indah yang perlu kita ketahui saja. Lebih dari itu semua harus tahu tentang
kearipan lokasi pendakian dalam
bebrbagai tinjauan pendakian agar kita dapat menikmati sensasi keindahan alam
yang didaki para petualang, serta
para pendaki juga harus memahami keselamatan dalam melintasi alur
pendakian yang tak kalah penting para
pendaki harus dapat menjaga keaslian dan
keselamatan daerah pendakian.
Sekarang
mendaki gunung menjadi sumber penghasilan baru, baik bagi para pendaki yang
menjadi pemandu, bagi masyarakat kaki gunung dengan bisnis basecamp dan kedai
nasinya, juga ada porter dan pemandu lokal, ojek gunung belum lagi perusahaan jasa pendakian yang mengelolanya dengan
profesional. Bahkan
sekarang juga ada jasa transportasi
antar jemput pendaki dari kota ke basecamp. Bisnis retail dan rental
perlengkapan gunungpun berkembang. Sebuah
dilema, dibalik kerusakan oleh ramainya pendaki, tapi ada roda ekonomi baru
yang berjalan dan menghidupi pelakunya,
terlepas dari perkembangan semua
itu, semuanya tentu akan menjamin
kepuasan para pendaki.
Semua
sudah terjadi, ngga mungkin juga apa yang ada di 5cm dibuat ulang. Harapan sekarang adalah dengan makin banyaknya
influenser sosmed, diharapkan banyak membuat konten edukasi mendaki yang benar,
bukan hanya sekedar konten wajah cantik dan ganteng tapi minim edukasi. Mari perbanyak konten edukasi tentang mendaki
gunung bukan konten narsis, sehingga
kegiatan pendakian benar dapat berjalan
dengan baik dan memberikan kebaikan
bagi para pendaki dan memberikan dampak pada bangsa Indonesia
di mata danien.
Saya menulis dengan harapan, tidak mungkin kita terus-terusan menyalahkan isi film “5cm” yang memberikan gambaran negatip tentang pendakian, tapi yang perlu dilakukan sekarang adalah agar para influenser pendaki bisa membuat kontent untuk mengedukasi followernya sesuai gayanya masing-masing tetapi memberikan positipisme bagi pendaki. Jika tidak tahu teknis mendaki yang akan di bahas, tidak ada salahnya membuka komunikasi dengan para pendaki yang menguasainya, agar konten yang dibuat benar secara teknis pendakian gunung.
Puncak Pendakian Gunung Latimojong Sulawesi Selatan |
Film “ 5Cm “ kisah keindahan pendakian Gunung Semeru.
Dunia pendakian butuh
knowled bukan sekedar seru - seru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar